SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY

SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY
Bagaimana caranya..? Gabung di FB: komunitas ayah edy, download talkshow di www.ayahedy.tk

Monday, October 3, 2016

DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA PADA ANAK?



Kita menyadari dewasa ini banyak sekali terjadi pasangan yang berumahtangga berujung pada perceraian....

Banyak sekali penyebabnya, namun inti masalahnya adalah mereka berdua tidak sanggup lagi untuk mempertahankannya.

Lantas apa dampaknya bagi anak jika kita tidak tahu cara yang tepat untuk menyelesaikan ini dengan baik...?

Bagaimana mengatakan pada anak jika orangtua terpaksa bercerai?

Setelah hampir sebelas tahun menikah, seorang kawan harus menghadapi kenyataan pahit: akan bercerai dengan suaminya.
“Kalau kami tidak memiliki anak, keinginan bercerai ini mungkin tidak akan membuat saya stres seperti sekarang. Ma­ salahnya, putri kami dekat sekali dengan ayahnya dan saya tahu, perceraian ini akan membuatnya kecewa. Cuma mau bagaimana lagi. Kami terpaksa bercerai daripada kerap bertengkar tanpa solusi yang jelas,” keluhnya suatu hari.

Dan kini, ia tengah bingung menyiapkan kata­kata apa kepada putrinya yang berusia 7 tahun itu.

Jawaban Ayah Edy:

Ayah­Bunda  yang baik, mumpung kondisinya  belum bercerai, mulailah melibatkan anak. Pasangan yang ingin bercerai pasti salah satunya karena merasa tidak ada kecocokkan.  Tidak tiba­tiba langsung bercerai, bukan? Nah, pada saat ada ketidadakcocokkan dengan pasangan, saat itulah orangtua dapat melibatkan anak. “Nak, tadi Mama dan Papa bertengkar. Masalahnya karena begini. Menurut kamu bagaimana, Sayang?”

Ajaklah anak untuk berbagi cerita masalah yang terjadi antara mama dan papanya. Bicarakan terus terang tanpa ada yang di­ tutupi. Kalau papanya berselingkuh, katakan apa adanya. Kalau papanya suka memukul, katakan demikian. Dan kata kuncinya, “Menurut kamu bagaimana?”

Dengan mengajak anak sebagai konsultan, mereka akan terlibat secara emosional. Umumnya di usia tujuh tahun, anak sudah bisa dilibatkan.

Saya dapat menyarankan ini karena sudah terbukti berhasil pada klien saya. Ada seorang ibu yang ingin bercerai dan meminta saran agar perceraian itu tidak melukai perasaan anaknya. Walau­ pun sebetulnya, yang namanya perceraian pastilah akan melukai anak.

Namun, bagaimana membuat agar luka itu tidak terlalu dalam atau hanya berupa goresan sehingga akan lebih mudah mengobatinya.
Saya kemudian menyarankan ibu tersebut untuk mengajak anaknya berdialog, menceritakan  masalah yang terjadi antara Mama dan papanya. Apa yang terjadi? Anaknya memberi nasihat. “Mama seharusnya lebih perhatian sama Papa, Mama harus begini, dan sebagainya ....”

Di saat anak memberi  nasihat, orang­ tua perlu menghargai dan berusaha untuk menjalaninya. “Iya, Nak, permintaan kamu supaya Mama lebih perhatian dan lebih mendengarkan, Mama catat, ya.”

Ketika anak melihat mamanya berusaha melakukan apa yang ia minta, tetapi papanya tidak menunjukkan itikad baik, justru anaknya yang kemudian “mengizinkan” keduanya bercerai. Anaknya bilang, “Iya Ma, Papa memang begitu. Nggak apa­apa Mama dan Papa cerai. Nggak apa­apa nggak punya Papa, biar aku aja yang gantiin Papa ....”
Jadi, keputusan cerai itu bukan keputusan sepihak dari salah satu orangtuanya, tetapi melibatkan anak sehingga ia tidak terlalu terluka.

Ada orangtua yang tidak ingin melibatkan anak dalam persoalan mereka karena khawatir anaknya akan terganggu atau malah membenci salah satu  orang- tuanya. Bagaimana menurut Ayah?

Untuk apa kita mempunyai  ketakutan seperti itu? Kalau orangtua tidak melibatkan anak saat proses perceraian, justru ia akan ter­ ganggu terus sepanjang hidupnya. Kalau orangtua tiba­tiba bercerai tanpa melibatkan anak, ia malah bisa membenci keduanya. Anak pasti menyayangkan orangtuanya bercerai karena tidak tahu apa masalahnya.

Kalau sampai membenci perceraian orangtuanya, anak bisa mencari pelarian ke hal­-hal yang tidak baik, narkoba misalnya.

Namun, kalau dilibatkan dari awal, ia akan menjadi pahlawan bagi salah satu atau kedua orangtuanya. Bahkan bukan tidak mungkin, ia bisa menjadi pendamai atau penghubung antara papa dan mamanya. Seorang suami bisa saja marah dengan istrinya, tetapi tentu tidak bisa marah dengan anaknya.

Pernahkah Ayah ketika sedang bertengkar lalu meminta tolong anak menyampaikan pesan untuk Bunda? “Nak, nanti bilang Mama kalau Papa pulang malam, ya.”

Jadi, dengan menyajikan fakta masalah apa yang dihadapi orang­ tua, anak akan terdidik untuk ber­ sikap dan mengambil keputusan, karena di dalam kehidupan selan­ jutnya, mereka akan menghadapi fakta­fakta  yang sama. Siapa lagi yang mengajarkan life skill seperti itu kalau bukan kita, orangtuanya?

Anak-anak lebih suka mengetahui masalahnya terlebih dahulu daripada tiba- tiba harus menghadapi kenyataan orangtuanya bercerai.

Melibatkan anak dalam urusan orangtuanya yang sedang mengalami ketidakcocokkan  sebetulnya bisa dilakukan ke semua jenis anak, tetapi metode komunikasinya yang berbeda.

Orangtua yang lebih tahu komunikasi seperti apa yang lebih tepat untuk anak. Namun, dari pengalaman  saya, banyak anak yang lebih suka mengetahui masalah daripada tiba­tiba harus menghadapi kenyataan orangtuanya bercerai.

Akan tetapi, pada saat proses itu (melibatkan anak), pasangan jangan saling menjelek­jelekkan untuk mendapat dukungan dari anak. Netral saja, biarkan anak yang menilai dan melihat faktanya seperti apa.

Hingga sianak mulai belajar berpikir, terlibat dan mungkin saja malah ikut membantu menyelesaikan masalahnya.

Ketika orangtua bercerai, siapa yang paling berhak mengasuh anak?

Dapatkan lanjutan ceritanya pada buku Ayah EDY MENJAWAB berwarna Hijau.
Mengatasi 100 persoalan orang tua anak yang jawabannya tidak ada di kamus manapun.

No comments:

Post a Comment