Para orang tua yang berbahagia,
Sehubungan dengan jadwal konsultasi Pribadi dengan Ayah yang cukup padat dan telah ditutup hingga tahun 2011, maka kami ingin memberikan solusi yang jauh lebih efektif dan komprehensif bagi para orang tua yang ingin mengetahui permasalahan anaknya juga bagi para orang tua yang ingin mengetahui cara yang benar mendidik anak sesuai dengan tipologi masing-masing, kami membuka PROGRAM OBSERVASI ANAK, bagi putra-puteri kita yang berusia TK dan SD, di Kranggan Cibubur.
Selama lebih dari 8 tahun ayah bersama dengan para asistennya terjun langsung dalam pendidikan anak usia dini, ayah berhasil mengembangkan sebuah sistem observasi yang berbasiskan pada Multiple Intelligence & Holistic Learning yang mampu menggali potensi-potensi anak yang terpendam yang sering kali oleh para guru dan orang tua di terjemahkan sebagai masalah.
Hasilnya sungguh luar biasa, ternyata banyak sekali anak-anak yang dinyatakan sebagai anak bermasalah seperti Disable Learning, Dyslexia, ADD, ADHD, Delay Speech, Autis ringan dan sebagainya, sebenarnya adalah anak normal bahkan berpotensi menjadi jenius-jenius Indonesia yang luar biasa.
Bahkan yang paling mengharukan adalah ada seorang anak yang mengalami Hidrosefalus dan secara medis telah dinyatakan kemampuan otaknya hanya tinggal 20% saja, namun setelah anak dan orang tuanya mendapatkan terapi kasih sayang yang berbasiskan pada temuan Masaru Emoto juga Prof. Kazuo Murakami, Penerima Hadiah Japan Research Award untuk Bidang Genetika, kemampuannya bisa kembali normal 100%. Bahkan Ayahnya sambil tersenyum bahagia dan penuh syukur mengatakan bahwa kemampuan anaknya sekarang malah melebihi 100%.
Berdasarkan pengalaman Ayah menyelenggarakan program pendidikan berbasiskan observasi, ayah menemukan bahwa banyak anak-anak yang normal dan menyimpan kemampuan unggul yang luar biasa justru malah sering dinyatakan bermasalah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena selama ini sistem telah memformat cara berpikir orang tua, guru dan konselor pada model pendekatan hitam putih yang hanya mengakui hanya ada satu kriteria kenormalan anak, jika anak tidak memenuhi kriteria tersebut maka dinyatakan berkelainan dan harus di terapi. Padahal ayah menemukan paling tidak ada 16 jenis tipe kenormalan anak dan semua tipe tersebut adalah normal dan masing-masing kenormalan tersebut di ciptakan Tuhan untuk maksud dan tujuan berbeda serta untuk profesi yang juga berbeda-beda saat mereka dewasa kelak. Nah dari 16 tipe tadi mereka biasanya memiliki ke khas-an masing-masing, akan berbeda satu anak dengan anak lainnya meskipun ia saudara kandung atau kembar sekalipun.
Sungguh memprihatinkan jika kita melihat banyak sekali anak normal yang dinyatakan bermasalah atau berkelainan yang sesungguhnya disebabkan karena kita yang tidak tahu dan tidak dapat melihat sisi emas dari anak-anak tersebut. Inilah mengapa ayah melihat kita semua orang tua dan para guru harus lebih banyak belajar tentang anak-anak kita.
Dalam program observasi ini kami mewajibkan orang tua untuk ikut serta aktif belajar dan melihat langsung prosesnya, bahkan memungkinkan untuk direkam sehingga orang tua bisa secara ditetail mempelajari kembali dirumah agar dapat menemukan potensi yang terpendam dalam diri anaknya dan tidak melakukan lagi kesalahan yang fatal dalam mendidik dan mengelola mereka.
Diakhir priode sesi Observasi orang tua akan mendapat Laporan Observasi yang lengkap yang bisa membantu orang tua dan guru untuk menerapkan pola asuh dan pola didik yang tepat bagi si anak.
Atas usulan dan permintaan dari berbagai pihak baik di Jakarta maupun Luar Daerah seperti Pekanbaru, Padang, Medan dsb. akhirnya program observasi ini akan di buka setiap 2 bulan sekali dengan kapasitas yang sangat terbatas.
Mengingat banyaknya peminat program ini dan terbatasnya tempat kami, maka kami juga sedang mempertimbangkan untuk membuka kerjasama program di daerah-daerah.
Program untuk anak seusia TK diadakan pagi hari
Program untuk anak seusia SD diadakan di sore hari (setelah pulang sekolah)
Segera daftarkan putra-putri anda, pendaftaran akan segera di tutup jika kapasitas telah terpenuhi.
Hubungi sekarang juga:
Sekolah Star International, Kranggan Cibubur, Telp: 021-8431-1876/7077-3637, 08111-9889-1
Note:
Untuk peserta yg berasal dari luar daerah kami dapat membantu mencarikan "Guest House" untuk tinggal bersama selama proses observasi anak berlangsung.
Let's Make Indonesian Strong from Home
MARI KITA BANGUN INDONESIAN YANG KUAT DARI KELUARGA, MELALUI ANAK-ANAK KITA TERCINTA!
Salam Sukses dan Bahagia,
AE Management
Indonesia pada hakikatnya merupakan kumpulan dari keluarga yg tersebar dilebih dari 12.000 pulau yg ada di Nusantara. Apabila keluarga2 ini kuat, maka Indonesia akan menjadi Bangsa & Negara yg Kuat dgn sendirinya tanpa perlu konsep yg berbelit-belit & biaya yg membebani negara. Pastikan keluarga & sanak famili kita di seluruh tanah air telah bergabung dlm GERAKAN MEMBANGUN INDONESIA YANG KUAT DARI KELUARGA. Kalau bukan kita, siapa lagi ? Kalau bukan sekarang, kapan lagi ?
SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY
Tuesday, October 18, 2011
Sunday, October 16, 2011
Benarkah SEKOLAH UNGGULAN membuat anak kita jadi UNGGUL...?
-----------------------------------------------------------------------------------------
Sekolah unggulan itu berada di dekat kantorku. Awal berdirinya hanya untuk jenjang play group dan TK. Kini sudah ada pula untuk jenjang SD dan SMP. Banyak orang bilang, ini adalah sekolah mahal. Bangunannya memang bagus, arena bermain juga luas, ada kendaraan untuk antar jemput siswa.
Aku memasukkan anakku untuk mengenyam pendidikan TK disekolah ini karena beberapa alasan. Pertama, anakku langsung suka dengan sekolah ini setelah melihat taman bermainnya yang luas, berumput hijau, ada ayunan, jungkat-jungkit dan sarana permainan lainnya. Kedua, sekolah ini menerapkan full day dan lokasinya dekat kantor. Jadi aku dan anakku bisa berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Saat jam istirahat siang, aku bisa jemput anakku dan menikmati makan siang bersama. Biayanya memang mahal, tapi bagiku tak masalah, karena aku ingin yang terbaik untuk anakku.
Awal-awal sekolah, anakku selalu antusias menceritakan apa saja yang dilakukan disekolah. Dia cerita tentang teman-temannya di kelas, aktivitas bernyanyi dan bermain bersama teman-teman dan guru-gurunya. Aku turut senang melihat anakku menikmati masa-masa sekolahnya.
Lama kelamaan antusiasmenya menceritakan kegiatan disekolah mulai berkurang. Aku menganggap hal ini wajar. Karena aku berpikiran sekolah itu sudah bukan hal baru lagi bagi dia, jadi tingkat kemenarikannya juga berkurang.
Hingga suatu hari aku membuka-buka buku catatan anakku. Aku kaget mendapati disitu ada catatan nama-nama menteri, nama-nama propinsi dan ibukotanya, nama-nama presiden dari beberapa negara. Anakku menuliskan ini semua? Sebelum masuk TK, anakku memang sudah bisa menulis, walau tak rapi. Tapi aku tak menyangka kalau dia menuliskan ini. Aku pikir di TK ya masih belajar untuk nulis rapi saja.
Setelah menemukan catatan itu, aku mulai lebih memperhatikan anakku. Dari hasil pengamatanku, anakku tak begitu bergairah lagi jika berangkat sekolah. Dia tak lagi mau bermain bersama teman-temannya setelah pulang sekolah. Dulu diawal dia sekolah, sore hari sehabis mandi, dia masih sempat bermain-main di kompleks walau sebentar. Tapi kini tak pernah lagi. Setelah mandi dia segera masuk ke kamarnya. Tidur.
Aku masih menganggap hal ini wajar. Mungkin dia kecapekan seharian disekolah, bermain dan belajar. kesibukanku dengan pekerjaan dikantor dan di rumah mulai mengendorkan pengamatanku pada anakku.
Bulan ke 8 anakku sekolah di TK itu. Akan diadakan perlombaan antar anak-anak TK dalam satu kelas. Seleksi untuk mewakili sekolah mengikuti lomba di tingkat yang lebih tinggi. Aku ingat, jaman aku TK dulu, kalau ada lomba antar TK pastilah lomba menyanyi, mewarnai, membuat prakarya dengan lilin atau tanah liat.
Aku kaget, karena yang dijadikan materi untuk seleksi adalah pengetahuan umum, matematika dan bahasa Inggris. Siapa nama perdana menteri negara X? Negara A ada di benua apa? Pasal sekian UUD 45 bunyinya apa? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sifatnya hapalan. Anak TK mempelajari semua ini?
Selesai seleksi, aku segera menginterogasi anakku. Apa saja yang dikerjakannya disekolah. Jawaban anakku makin membuatku terkejut. Disekolah, dia belajar untuk menghapal. Menghapal banyak sekali hal. Dan setiap hari gurunya akan mengecek hapalan setiap anak. Oh, pantas saja anakku sering tak bergairah pergi ke sekolah. Pantas saja dia tak mau lagi bermain-main sepulang sekolah. Pantas saja dia jadi banyak diam. Rupanya karena dia punya beban. Beban untuk menghapal.
Saat itulah perasaan bersalah memenuhi diriku. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk anakku, tapi bukan dengan cara membuatnya menjadi penghapal. Bukan dengan cara membuatnya jadi sering termenung, mengingat-ingat materi yang diberikan disekolah.
Aku coba menemui guru anakku. Aku coba berdialog dengannya. Bahwa anak usia TK itu harusnya belajar bersosialisasi, mengembangkan kemampuan motoriknya, bukan di set untuk jadi penghapal. Jawaban gurunya adalah “Ini sekolah unggulan. Anak-anak harus lebih unggul dari anak-anak TK lain. Caranya ya seperti itu, memberi pengetahuan lebih yang tidak diajarkan oleh sekolah lain”. Oh, jadi begitu.
Sudah tanggung, 8 bulan. Sudah banyak biaya yang keluar. Apakah anakku harus aku pindahkan dari disana? Kalau pindah, anakku harus bersosialisasi lagi dengan teman dan lingkungan baru. Kalau tak dipindah, tiap hari aku harus melihat anakku termenung, menghapal apa yang diberikan gurunya disekolah.
Setelah membicarakan dengan suami dan kedua orangtuaku, diambil keputusan bahwa biarkan anakku disana sampai lulus TK. Nanti SD nya jangan lagi disitu.
Akhirnya aku harus menguatkan hati, melihat anakku terbebani dengan tugas-tugas menghapal dari sekolah. Hingga akhirnya anakku dinyatakan lulus dari TK itu.
Kini anakku bersekolah diMadrasah yang lokasinya dekat dengan rumah. Tak perlu antar jemput, karena dia bisa berangkat dan pulang sekolah bersama teman-temannya. Kini anakku kembali ceria dan bisa sering tertawa. Pulang sekolah hari masih siang, masih banyak waktu untuk istirahat dan bermain-main dengan teman sebayanya.
***
SUMBER: KOMPASIANA
Sekolah unggulan itu berada di dekat kantorku. Awal berdirinya hanya untuk jenjang play group dan TK. Kini sudah ada pula untuk jenjang SD dan SMP. Banyak orang bilang, ini adalah sekolah mahal. Bangunannya memang bagus, arena bermain juga luas, ada kendaraan untuk antar jemput siswa.
Aku memasukkan anakku untuk mengenyam pendidikan TK disekolah ini karena beberapa alasan. Pertama, anakku langsung suka dengan sekolah ini setelah melihat taman bermainnya yang luas, berumput hijau, ada ayunan, jungkat-jungkit dan sarana permainan lainnya. Kedua, sekolah ini menerapkan full day dan lokasinya dekat kantor. Jadi aku dan anakku bisa berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Saat jam istirahat siang, aku bisa jemput anakku dan menikmati makan siang bersama. Biayanya memang mahal, tapi bagiku tak masalah, karena aku ingin yang terbaik untuk anakku.
Awal-awal sekolah, anakku selalu antusias menceritakan apa saja yang dilakukan disekolah. Dia cerita tentang teman-temannya di kelas, aktivitas bernyanyi dan bermain bersama teman-teman dan guru-gurunya. Aku turut senang melihat anakku menikmati masa-masa sekolahnya.
Lama kelamaan antusiasmenya menceritakan kegiatan disekolah mulai berkurang. Aku menganggap hal ini wajar. Karena aku berpikiran sekolah itu sudah bukan hal baru lagi bagi dia, jadi tingkat kemenarikannya juga berkurang.
Hingga suatu hari aku membuka-buka buku catatan anakku. Aku kaget mendapati disitu ada catatan nama-nama menteri, nama-nama propinsi dan ibukotanya, nama-nama presiden dari beberapa negara. Anakku menuliskan ini semua? Sebelum masuk TK, anakku memang sudah bisa menulis, walau tak rapi. Tapi aku tak menyangka kalau dia menuliskan ini. Aku pikir di TK ya masih belajar untuk nulis rapi saja.
Setelah menemukan catatan itu, aku mulai lebih memperhatikan anakku. Dari hasil pengamatanku, anakku tak begitu bergairah lagi jika berangkat sekolah. Dia tak lagi mau bermain bersama teman-temannya setelah pulang sekolah. Dulu diawal dia sekolah, sore hari sehabis mandi, dia masih sempat bermain-main di kompleks walau sebentar. Tapi kini tak pernah lagi. Setelah mandi dia segera masuk ke kamarnya. Tidur.
Aku masih menganggap hal ini wajar. Mungkin dia kecapekan seharian disekolah, bermain dan belajar. kesibukanku dengan pekerjaan dikantor dan di rumah mulai mengendorkan pengamatanku pada anakku.
Bulan ke 8 anakku sekolah di TK itu. Akan diadakan perlombaan antar anak-anak TK dalam satu kelas. Seleksi untuk mewakili sekolah mengikuti lomba di tingkat yang lebih tinggi. Aku ingat, jaman aku TK dulu, kalau ada lomba antar TK pastilah lomba menyanyi, mewarnai, membuat prakarya dengan lilin atau tanah liat.
Aku kaget, karena yang dijadikan materi untuk seleksi adalah pengetahuan umum, matematika dan bahasa Inggris. Siapa nama perdana menteri negara X? Negara A ada di benua apa? Pasal sekian UUD 45 bunyinya apa? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sifatnya hapalan. Anak TK mempelajari semua ini?
Selesai seleksi, aku segera menginterogasi anakku. Apa saja yang dikerjakannya disekolah. Jawaban anakku makin membuatku terkejut. Disekolah, dia belajar untuk menghapal. Menghapal banyak sekali hal. Dan setiap hari gurunya akan mengecek hapalan setiap anak. Oh, pantas saja anakku sering tak bergairah pergi ke sekolah. Pantas saja dia tak mau lagi bermain-main sepulang sekolah. Pantas saja dia jadi banyak diam. Rupanya karena dia punya beban. Beban untuk menghapal.
Saat itulah perasaan bersalah memenuhi diriku. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk anakku, tapi bukan dengan cara membuatnya menjadi penghapal. Bukan dengan cara membuatnya jadi sering termenung, mengingat-ingat materi yang diberikan disekolah.
Aku coba menemui guru anakku. Aku coba berdialog dengannya. Bahwa anak usia TK itu harusnya belajar bersosialisasi, mengembangkan kemampuan motoriknya, bukan di set untuk jadi penghapal. Jawaban gurunya adalah “Ini sekolah unggulan. Anak-anak harus lebih unggul dari anak-anak TK lain. Caranya ya seperti itu, memberi pengetahuan lebih yang tidak diajarkan oleh sekolah lain”. Oh, jadi begitu.
Sudah tanggung, 8 bulan. Sudah banyak biaya yang keluar. Apakah anakku harus aku pindahkan dari disana? Kalau pindah, anakku harus bersosialisasi lagi dengan teman dan lingkungan baru. Kalau tak dipindah, tiap hari aku harus melihat anakku termenung, menghapal apa yang diberikan gurunya disekolah.
Setelah membicarakan dengan suami dan kedua orangtuaku, diambil keputusan bahwa biarkan anakku disana sampai lulus TK. Nanti SD nya jangan lagi disitu.
Akhirnya aku harus menguatkan hati, melihat anakku terbebani dengan tugas-tugas menghapal dari sekolah. Hingga akhirnya anakku dinyatakan lulus dari TK itu.
Kini anakku bersekolah diMadrasah yang lokasinya dekat dengan rumah. Tak perlu antar jemput, karena dia bisa berangkat dan pulang sekolah bersama teman-temannya. Kini anakku kembali ceria dan bisa sering tertawa. Pulang sekolah hari masih siang, masih banyak waktu untuk istirahat dan bermain-main dengan teman sebayanya.
***
SUMBER: KOMPASIANA
Thursday, October 6, 2011
Aneh dan menarik..., DI KOREA ANAK YG TERLALU BANYAK BELAJAR MALAH TERKENA RAZIA ...?
------------------------------------------------------------------
Jika Anda termasuk orangtua yang getol memaksa anak untuk membaca buku pelajarannya, hati-hatilah. Jangan sampai anak Anda justru ketagihan belajar sehingga tidak bisa menimati hidup. Kalau sudah begini, dibutuhkan kekuatan polisi untuk menyetop nafsu belajar anak Anda.
Inilah yang terjadi di Korea Selatan.
Kehidupan di Korea Selatan memang kompetitif. Semua orang ingin anaknya menjadi yang terbaik dari segi akademik. Kawan saya di sana berkisah anaknya yang baru menginjak umur 3 tahun sudah harus masuk sekolah berasrama (boarding school) dari Senin hingga Jumat. Otomatis hanya 2 hari bertemu dengan ayah-bundanya tersayang.
Sori yah, kata saya. Saya nggak tegaan sama anak sampai segitunya. Kalau anak saya menginjak umur 3 tahun nanti palingan masih santai-santai di rumah main sama neneknya.
Saya (dulu) pernah meyakini kompetisi akan mengekstrak kualitas terbaik dari seorang manusia. Ibarat evolusi, kompetisi akan mempertahankan hanya yang terbaik dan yang lemah akan pupus.
Tetapi efek negatifnya tentu ada. Kehidupan kompetitif akan memicu stres. Kita semua tahu apa akibat dari kehidupan yang penuh dengan tekanan; kesehatan kita tergerogoti sehingga mati pelan-pelan, atau mati cara ekspres dengan bunuh diri. Tak heran Korea Selatan mencatat angka bunuh diri TERTINGGI di antara 30 negara maju, melebihi angka bunuh diri negara Jepang.
Itukah yang kita inginkan dalam kehidupan ini? Sukses di usia muda tapi mati pun di usia muda?
Menyadari hal ini, Pemerintah Korea Selatan mengambil tindakan drastik dengan menghentikan kegiatan belajar anak-anak yang dirasa berlebihan. Seperti diberitakan Time Magazine baru-baru ini, pemerintah negeri ginseng itu menurunkan tim kecil berkekuatan 5-6 orang untuk merazia anak-anak yang masih belajar setelah jam 10 malam. Yang menjadi sasaran utama adalah tempat-tempat les/bimbingan belajar yang dikenal dengan nama hagwon. Saking gilanya nafsu belajar anak-anak Korea ini, jumlah pengajar hagwon jauh lebih besar dibanding jumlah guru sekolah.
Apakah anak-anak Korea memang rajin sehingga keranjingan belajar? Tidak juga. Jurnalis Time mendapati mereka bekerja keras (work hard), tetapi tidak bekerja secara cerdik (work smart). Contohnya, anak-anak ini tidur dalam kelas, tetapi malamnya belajar sampai dinihari. Mereka hanya tidur 5-6 jam sehari dari yang seharusnya 9 jam. Seandainya mereka memusatkan perhatian di dalam kelas, niscaya mereka tidak perlu mengikuti les ini-itu di malam hari.
Sebagai perbandingan adalah negara Finlandia sebagai satu-satunya negara maju yang mencatat hasil ujian akademik anak usia 15 tahun sebanding dengan Korea, hanya 13% anak sekolah yang mengambil les tambahan di malam hari. Jadi sebenarnya les-les semacam itu tidak perlu jika si anak benar-benar memusatkan perhatian di sekolah.
Kegilaan belajar anak Korea juga diakibatkan oleh kompetitifnya proses masuk ke perguruan tinggi. Hanya ada tiga perguruan tinggi top di Korea Selatan yang diperebutkan oleh 580 ribu lulusan sekolah menengah. Tingkat penerimaan hanya 14%. Yang gagal biasanya mengambil les hagwon, dan setelah bekerja keras bagai kesetanan selama 2 minggu untuk ujian ulang, 70% di antara mereka bisa masuk ke perguruan tinggi top tersebut.
Saya kadang-kadang kasihan melihat anak-anak Asia. Bukan cuma anak-anak Korea, tetapi Singapura, China, dan juga mulai menjangkiti Indonesia. Siapa sih yang menghendaki anak-anak ini belajar keras? Si anak sendiri atau orangtua? Di Korea, terbukti orangtua menjadi faktor penekan yang menyebabkan anak gila belajar. Orangtua ingin anaknya berhasil secara akademis, dan anaknya menjadi sasaran tekanan.
Saya masih ingat dulu sekali, kalau rapor saya dan teman-teman ada angka merahnya, orangtua memarahi kita. Kini lain cerita. Kalau ada angka merah, orangtua memarahi sang guru. Ini adalah salah satu bukti bahwa ambisi terbesar untuk melihat kesuksesan si anak justru ada pada orangtua.
Juga anak-anak sekarang, usia balita sudah diikutkan les macam-macam. Les balet, les musik, les bahasa, les bela diri. Ini semuanya bukan permintaan si anak, tapi ambisi orangtua untuk melihat anaknya sukses di usia muda. Si anak sendiri tak peduli apakah dia bisa balet atau berkarate.
Di Singapura biasanya antar orangtua saling membanding-bandingkan. Kalau tetangga sebelah mengirim anak balitanya les balet, dia akan menanyai kita dengan nada sinis, “Anakku sudah bisa berbalet, anakmu bisa apa?” Sebagai orangtua tentu akan merasa panas hati dan terpaksa mengirim si anak berbalet ria walaupun si anak sendiri amsih mau bermain saja di rumah. Budaya ini (saling membandingkan) diistilahkan sebagai “kiasu” di Singapura.
Saya dulu umur 5 tahun masih main gundu dan layangan. Malah masih pakai empeng. Berhitung pun baru lancar pada saat kelas 2 SD. Toh bisa meraih gelar doktor di usia sebelum 30 tahun. Saya justru belum melihat bukti anak-anak jaman sekarang yang dicekoki oleh orangtuanya ini mampu meraih kesuksesan. Jangan-jangan malah bunuh diri karena stres!
Sumbar: Kompasiana.com
Jika Anda termasuk orangtua yang getol memaksa anak untuk membaca buku pelajarannya, hati-hatilah. Jangan sampai anak Anda justru ketagihan belajar sehingga tidak bisa menimati hidup. Kalau sudah begini, dibutuhkan kekuatan polisi untuk menyetop nafsu belajar anak Anda.
Inilah yang terjadi di Korea Selatan.
Kehidupan di Korea Selatan memang kompetitif. Semua orang ingin anaknya menjadi yang terbaik dari segi akademik. Kawan saya di sana berkisah anaknya yang baru menginjak umur 3 tahun sudah harus masuk sekolah berasrama (boarding school) dari Senin hingga Jumat. Otomatis hanya 2 hari bertemu dengan ayah-bundanya tersayang.
Sori yah, kata saya. Saya nggak tegaan sama anak sampai segitunya. Kalau anak saya menginjak umur 3 tahun nanti palingan masih santai-santai di rumah main sama neneknya.
Saya (dulu) pernah meyakini kompetisi akan mengekstrak kualitas terbaik dari seorang manusia. Ibarat evolusi, kompetisi akan mempertahankan hanya yang terbaik dan yang lemah akan pupus.
Tetapi efek negatifnya tentu ada. Kehidupan kompetitif akan memicu stres. Kita semua tahu apa akibat dari kehidupan yang penuh dengan tekanan; kesehatan kita tergerogoti sehingga mati pelan-pelan, atau mati cara ekspres dengan bunuh diri. Tak heran Korea Selatan mencatat angka bunuh diri TERTINGGI di antara 30 negara maju, melebihi angka bunuh diri negara Jepang.
Itukah yang kita inginkan dalam kehidupan ini? Sukses di usia muda tapi mati pun di usia muda?
Menyadari hal ini, Pemerintah Korea Selatan mengambil tindakan drastik dengan menghentikan kegiatan belajar anak-anak yang dirasa berlebihan. Seperti diberitakan Time Magazine baru-baru ini, pemerintah negeri ginseng itu menurunkan tim kecil berkekuatan 5-6 orang untuk merazia anak-anak yang masih belajar setelah jam 10 malam. Yang menjadi sasaran utama adalah tempat-tempat les/bimbingan belajar yang dikenal dengan nama hagwon. Saking gilanya nafsu belajar anak-anak Korea ini, jumlah pengajar hagwon jauh lebih besar dibanding jumlah guru sekolah.
Apakah anak-anak Korea memang rajin sehingga keranjingan belajar? Tidak juga. Jurnalis Time mendapati mereka bekerja keras (work hard), tetapi tidak bekerja secara cerdik (work smart). Contohnya, anak-anak ini tidur dalam kelas, tetapi malamnya belajar sampai dinihari. Mereka hanya tidur 5-6 jam sehari dari yang seharusnya 9 jam. Seandainya mereka memusatkan perhatian di dalam kelas, niscaya mereka tidak perlu mengikuti les ini-itu di malam hari.
Sebagai perbandingan adalah negara Finlandia sebagai satu-satunya negara maju yang mencatat hasil ujian akademik anak usia 15 tahun sebanding dengan Korea, hanya 13% anak sekolah yang mengambil les tambahan di malam hari. Jadi sebenarnya les-les semacam itu tidak perlu jika si anak benar-benar memusatkan perhatian di sekolah.
Kegilaan belajar anak Korea juga diakibatkan oleh kompetitifnya proses masuk ke perguruan tinggi. Hanya ada tiga perguruan tinggi top di Korea Selatan yang diperebutkan oleh 580 ribu lulusan sekolah menengah. Tingkat penerimaan hanya 14%. Yang gagal biasanya mengambil les hagwon, dan setelah bekerja keras bagai kesetanan selama 2 minggu untuk ujian ulang, 70% di antara mereka bisa masuk ke perguruan tinggi top tersebut.
Saya kadang-kadang kasihan melihat anak-anak Asia. Bukan cuma anak-anak Korea, tetapi Singapura, China, dan juga mulai menjangkiti Indonesia. Siapa sih yang menghendaki anak-anak ini belajar keras? Si anak sendiri atau orangtua? Di Korea, terbukti orangtua menjadi faktor penekan yang menyebabkan anak gila belajar. Orangtua ingin anaknya berhasil secara akademis, dan anaknya menjadi sasaran tekanan.
Saya masih ingat dulu sekali, kalau rapor saya dan teman-teman ada angka merahnya, orangtua memarahi kita. Kini lain cerita. Kalau ada angka merah, orangtua memarahi sang guru. Ini adalah salah satu bukti bahwa ambisi terbesar untuk melihat kesuksesan si anak justru ada pada orangtua.
Juga anak-anak sekarang, usia balita sudah diikutkan les macam-macam. Les balet, les musik, les bahasa, les bela diri. Ini semuanya bukan permintaan si anak, tapi ambisi orangtua untuk melihat anaknya sukses di usia muda. Si anak sendiri tak peduli apakah dia bisa balet atau berkarate.
Di Singapura biasanya antar orangtua saling membanding-bandingkan. Kalau tetangga sebelah mengirim anak balitanya les balet, dia akan menanyai kita dengan nada sinis, “Anakku sudah bisa berbalet, anakmu bisa apa?” Sebagai orangtua tentu akan merasa panas hati dan terpaksa mengirim si anak berbalet ria walaupun si anak sendiri amsih mau bermain saja di rumah. Budaya ini (saling membandingkan) diistilahkan sebagai “kiasu” di Singapura.
Saya dulu umur 5 tahun masih main gundu dan layangan. Malah masih pakai empeng. Berhitung pun baru lancar pada saat kelas 2 SD. Toh bisa meraih gelar doktor di usia sebelum 30 tahun. Saya justru belum melihat bukti anak-anak jaman sekarang yang dicekoki oleh orangtuanya ini mampu meraih kesuksesan. Jangan-jangan malah bunuh diri karena stres!
Sumbar: Kompasiana.com
Tuesday, October 4, 2011
KONSEP HOME SCHOOLING CINTA ANAK by ayah edy
--------------------------------------------------------------
1. HSCA akan lebih fokus pada 4 hal Pokok:
• Activities Plan untuk memberikan sebanyak2 Stimulusi kegiatan pada anak hingga anak lebih banyak mengetahui berbagai macam hal yg ada di lingkup kehidupan sehari2 juga orang tuanya.
• Media pembelajaran, mencari media pembelajaran dari berbagai mecam hal terutama melalui aktivitas harian yg dilakukan kedua orang tuanya dari pagi hingga sore dan selama satu minggu bulan dan tahun.
• Melakukan observasi hasil pencapaian masing2 anak secara individual basis tanpa membanding2kan dengan hasil pencapaian anak lain.
• Mengambil jalur evaluasi formal melalui SISTEM PKBM dan ujian PAKET.
2. PRINSIP2 POKOK YG DI KEMBANGKAN
• Mengembangkan kreativitas melalui aktivitas hasian orang tua nya setiap hari dan setiap waktu.
• Mengembangkan Akhlak melalui proses yg di lakukan dalam beraktivitas bersama orang tua dan anak2 lainnya.
• Tidak lagi menetapkan target2 pencapaian pada anak, karena Tuhan secara "built in" (tertanam) telah menetapkan Target Alamiah masing2 anak berdasarkan perkembangan usia dan tipologi unik masing2 anak, yg dibutuhkan anak hanyalah mendapat kesempatan untuk meng eksplorasi sebanyak2 hal dalam beraktivitas bersama orang tuanya.
• Memberikan kesempatan sebesar2nya pada anak untuk bertanya tentang apa saja selama melakukan aktivitas dengan orang tuanya dan jika belum tuntas pembahasan pertanyaannya dapat di lanjutkan dirumah.
3. Definisi Cerdas secara sederhana adalah apabila seorang anak:
• Selalu tertarik untuk mengetahui, menggali lebih dalam berbagai macam hal disekitarnya.
• Selalu ingin mencoba sesuatu yg baru dilihatnya.
• Selalu aktif bertanya tentang berbagai macam hal yg di lihatnya selama beraktivitas bersama orang tuanya.
• Selalu berusaha untuk mencari cara untuk memecahkan masalahnya juga masalah orang lain.
• Dan bukan anak yg bisa baca tapi tidak tahu maknanya, bisa menghitung perkalian hingga 100 tapi tidak tahu maknanya dan apa manfaatnya bagi kehidupannya. Dan bukan pula hasil skoring test2 tertulis mata pelajaran yg dalam waktu kurang dari 1 minggu sudah dilupakannya.
4. Definisi Berkarakter secara sederhana adalah:
• Anak aktif menggunakan perasaannya untuk mengukur apakah tindakannya baik bagi orang lain,
• membantu orang lain dan tidak menyakiti atau mengganggu orang lain dalam berkatifitas.
• Anak menggunakan pertanyaan dan logikanya untuk mengukur tindakannya apakah baik atau
• merugikan bagi orang lain, melalui bimbingan dari orang tuanya.
5. Fokus untuk mengembangkan Karakter anak adalah dengan membimbing dan mengembangkan KARAKTER/AKHLAK ORANG TUANYA, Karena banyak contoh karakter buruk itu di tiru anak dari orang tuanya dan apa bila orang tuanya Berkarakter baik maka anak pasti akan mencontohnya. Banyak orang tua yg memiliki karakter kurang baik tapi tidak menyadarinya..., misalnya saja membuang sampah sembarangan (perhatikanlah jika kita berpiknik ke pantai, ke gunung atau tempat wisata lainnya, atau kemanapun yg tersisa adalah SAMPAH YG BERTUMPUK dan BERSERAKAN DIMANA2)...., tidak mengantri dan menyerobot di jalan, melakukan kesalahan tapi malah ngotot dan bukannya meminta maaf. Mengucapkan terimakasih saat orang membukakan pintu bagi kita dsb. Termasuk diantaranya mengurung kebebasan burung untuk di pelihara yg sering dilakukan oleh para orang tua dan di contoh anaknya, padahal jika menggunakan hati dan logika "Jika kita yg di kurung dalam sangkar apa rasanya, dan maukah kita" Itulah yg sering terjadi di kehidupan kita sementara jika kita bandingkan dengan negara2 maju, tak satupun dari mereka yg mengurung burung liar dalam sangkar hanya untuk kesengan pribadi.
6. Fokus mengembangkan kecerdasan anak adalah dengan Mengembangkan PEMAHAMAN YG BENAR TETANG ARTI KECERDASAN YG SESUNGUHNYA pada para orang tua. Karena orang tua adalah yg paling besar berperan untuk MEMBONSAI kreativitas dan kecerdasan alamiah anak yg dibawa sejak lahir.
7. Mengembangkan kemampuan anak bukan sesuai KEMAUAN dan Amibisi orang tuanya tapi kepada potensi unggul alamiah bawaan lahirnya.
8. Apapun arah profesi yg menjadi keinginan anak adalah Mulia asalkan ia melakukannya dengan sepenuh hati, bahagia dan bermanfaat bagi diri dan orang lain. Terlepas jika ia hanya ingin menjadi penelola SAMPAH, maka Jadilah pengelola sampah terbaik di dunia seperti pengelola sampah di Tokyo atau di California yg membuat kedua kota tersebut bersih dari sampah dan bau sampah yg menyengat.
9. Sistem Evaluasi tidak di tekankan pada Test dan nilai dari hasil test tersebut melainkan pada Prilaku Kecerdasan dan Prilaku Ahlaknya yg lebih real dan faktual dan dapat di rasakan/dilihat langsung. Kita akan memperhatikan prilaku negatif anak sebagai indikator baik dan buruknya Kreativitas, Kecerdasan juga akhlaknya..
Contoh kasus adalah jika seorang anak yg sebelumnya ceria kemudian menjadi pendiam dan tidak lagi tertarik pada apa yg dilihatnya dan cenderung mengisolasi diri menunjukkan tanda2 telah terjadi kekeliruan dalam sistem mengajar dan mendidiknya, atau ada yg telah membonsai kecerdasannya. Contoh lain apa bila seorang anak semakin hari semakin sulit di kelola prilakunya maka ini merupakan indikator penurunan prilaku Ahlaknya.
10. Menjadikan Anak sebagai alat ukur keberhasilan KURIKULUM DAN PROGRAM PEMBELAJARAN dan bukan menjadikan KURIKULUM DAN PROGRAM PEMBELAJARAN sebagai alat untuk menilai anak.
11. HASIL RAPORT KECERDASAN ANAK di tunjukkan melalui prilaku cerdas dan akhlaknya sehari2 yg dapat dilihat langsung dan dirasakan oleh orang2 atau anak2 lain yg berada di dekatnya atau beraktivitas bersamanya (bukan melalui BUKU RAPORT seperti umumnya sekolah). Selain itu orang tua juga akan diminta untuk MENDOKUMENTASIKAN dan MENG ARSIPKAN hasil produk kreatifitas anaknya misalnya: Merekam Videokan anaknya yg menari jika anaknya memiliki potensi seni tari yg tinggi untuk dinilai perkembangannya serta rencana profesinya, Meng Arsipkan hasil lukisan anak di setiap jenjang usianya, hasil karya apa saja desai lego, deasin bangunan , Robotik dan apa saja yg menjadi karyanya selama periode pembelajaran setiap tahun. Dan sebagai dasar analisis pembimbingan arah profesi masa depannya.
12. Di upayakan untuk terus memberikan bimbingan pada orang tua melalui forum Sharing Pengalaman tentang bagaimana teknik dan cara mengatasi permasalah yg dihadapi bersama anak mereka dalam menjalankan Home Schooling. Hingga kelak para orang tua akan menjadi para pendidik yg ahli dan menjadi pembimbing bagi orang tua lainnya yg baru bergabung bersama HSCA.
13. Insya Allah kami mengangkat Tema Home Schooling ini dalam talkshow via SMART FM dan akan menawarkan pada beberapa orang tua yg berminat untuk ikut bergabung pada program TRIAL KAMI
PIC: Bu Ratih email: ranaufal@gmail.com
1. HSCA akan lebih fokus pada 4 hal Pokok:
• Activities Plan untuk memberikan sebanyak2 Stimulusi kegiatan pada anak hingga anak lebih banyak mengetahui berbagai macam hal yg ada di lingkup kehidupan sehari2 juga orang tuanya.
• Media pembelajaran, mencari media pembelajaran dari berbagai mecam hal terutama melalui aktivitas harian yg dilakukan kedua orang tuanya dari pagi hingga sore dan selama satu minggu bulan dan tahun.
• Melakukan observasi hasil pencapaian masing2 anak secara individual basis tanpa membanding2kan dengan hasil pencapaian anak lain.
• Mengambil jalur evaluasi formal melalui SISTEM PKBM dan ujian PAKET.
2. PRINSIP2 POKOK YG DI KEMBANGKAN
• Mengembangkan kreativitas melalui aktivitas hasian orang tua nya setiap hari dan setiap waktu.
• Mengembangkan Akhlak melalui proses yg di lakukan dalam beraktivitas bersama orang tua dan anak2 lainnya.
• Tidak lagi menetapkan target2 pencapaian pada anak, karena Tuhan secara "built in" (tertanam) telah menetapkan Target Alamiah masing2 anak berdasarkan perkembangan usia dan tipologi unik masing2 anak, yg dibutuhkan anak hanyalah mendapat kesempatan untuk meng eksplorasi sebanyak2 hal dalam beraktivitas bersama orang tuanya.
• Memberikan kesempatan sebesar2nya pada anak untuk bertanya tentang apa saja selama melakukan aktivitas dengan orang tuanya dan jika belum tuntas pembahasan pertanyaannya dapat di lanjutkan dirumah.
3. Definisi Cerdas secara sederhana adalah apabila seorang anak:
• Selalu tertarik untuk mengetahui, menggali lebih dalam berbagai macam hal disekitarnya.
• Selalu ingin mencoba sesuatu yg baru dilihatnya.
• Selalu aktif bertanya tentang berbagai macam hal yg di lihatnya selama beraktivitas bersama orang tuanya.
• Selalu berusaha untuk mencari cara untuk memecahkan masalahnya juga masalah orang lain.
• Dan bukan anak yg bisa baca tapi tidak tahu maknanya, bisa menghitung perkalian hingga 100 tapi tidak tahu maknanya dan apa manfaatnya bagi kehidupannya. Dan bukan pula hasil skoring test2 tertulis mata pelajaran yg dalam waktu kurang dari 1 minggu sudah dilupakannya.
4. Definisi Berkarakter secara sederhana adalah:
• Anak aktif menggunakan perasaannya untuk mengukur apakah tindakannya baik bagi orang lain,
• membantu orang lain dan tidak menyakiti atau mengganggu orang lain dalam berkatifitas.
• Anak menggunakan pertanyaan dan logikanya untuk mengukur tindakannya apakah baik atau
• merugikan bagi orang lain, melalui bimbingan dari orang tuanya.
5. Fokus untuk mengembangkan Karakter anak adalah dengan membimbing dan mengembangkan KARAKTER/AKHLAK ORANG TUANYA, Karena banyak contoh karakter buruk itu di tiru anak dari orang tuanya dan apa bila orang tuanya Berkarakter baik maka anak pasti akan mencontohnya. Banyak orang tua yg memiliki karakter kurang baik tapi tidak menyadarinya..., misalnya saja membuang sampah sembarangan (perhatikanlah jika kita berpiknik ke pantai, ke gunung atau tempat wisata lainnya, atau kemanapun yg tersisa adalah SAMPAH YG BERTUMPUK dan BERSERAKAN DIMANA2)...., tidak mengantri dan menyerobot di jalan, melakukan kesalahan tapi malah ngotot dan bukannya meminta maaf. Mengucapkan terimakasih saat orang membukakan pintu bagi kita dsb. Termasuk diantaranya mengurung kebebasan burung untuk di pelihara yg sering dilakukan oleh para orang tua dan di contoh anaknya, padahal jika menggunakan hati dan logika "Jika kita yg di kurung dalam sangkar apa rasanya, dan maukah kita" Itulah yg sering terjadi di kehidupan kita sementara jika kita bandingkan dengan negara2 maju, tak satupun dari mereka yg mengurung burung liar dalam sangkar hanya untuk kesengan pribadi.
6. Fokus mengembangkan kecerdasan anak adalah dengan Mengembangkan PEMAHAMAN YG BENAR TETANG ARTI KECERDASAN YG SESUNGUHNYA pada para orang tua. Karena orang tua adalah yg paling besar berperan untuk MEMBONSAI kreativitas dan kecerdasan alamiah anak yg dibawa sejak lahir.
7. Mengembangkan kemampuan anak bukan sesuai KEMAUAN dan Amibisi orang tuanya tapi kepada potensi unggul alamiah bawaan lahirnya.
8. Apapun arah profesi yg menjadi keinginan anak adalah Mulia asalkan ia melakukannya dengan sepenuh hati, bahagia dan bermanfaat bagi diri dan orang lain. Terlepas jika ia hanya ingin menjadi penelola SAMPAH, maka Jadilah pengelola sampah terbaik di dunia seperti pengelola sampah di Tokyo atau di California yg membuat kedua kota tersebut bersih dari sampah dan bau sampah yg menyengat.
9. Sistem Evaluasi tidak di tekankan pada Test dan nilai dari hasil test tersebut melainkan pada Prilaku Kecerdasan dan Prilaku Ahlaknya yg lebih real dan faktual dan dapat di rasakan/dilihat langsung. Kita akan memperhatikan prilaku negatif anak sebagai indikator baik dan buruknya Kreativitas, Kecerdasan juga akhlaknya..
Contoh kasus adalah jika seorang anak yg sebelumnya ceria kemudian menjadi pendiam dan tidak lagi tertarik pada apa yg dilihatnya dan cenderung mengisolasi diri menunjukkan tanda2 telah terjadi kekeliruan dalam sistem mengajar dan mendidiknya, atau ada yg telah membonsai kecerdasannya. Contoh lain apa bila seorang anak semakin hari semakin sulit di kelola prilakunya maka ini merupakan indikator penurunan prilaku Ahlaknya.
10. Menjadikan Anak sebagai alat ukur keberhasilan KURIKULUM DAN PROGRAM PEMBELAJARAN dan bukan menjadikan KURIKULUM DAN PROGRAM PEMBELAJARAN sebagai alat untuk menilai anak.
11. HASIL RAPORT KECERDASAN ANAK di tunjukkan melalui prilaku cerdas dan akhlaknya sehari2 yg dapat dilihat langsung dan dirasakan oleh orang2 atau anak2 lain yg berada di dekatnya atau beraktivitas bersamanya (bukan melalui BUKU RAPORT seperti umumnya sekolah). Selain itu orang tua juga akan diminta untuk MENDOKUMENTASIKAN dan MENG ARSIPKAN hasil produk kreatifitas anaknya misalnya: Merekam Videokan anaknya yg menari jika anaknya memiliki potensi seni tari yg tinggi untuk dinilai perkembangannya serta rencana profesinya, Meng Arsipkan hasil lukisan anak di setiap jenjang usianya, hasil karya apa saja desai lego, deasin bangunan , Robotik dan apa saja yg menjadi karyanya selama periode pembelajaran setiap tahun. Dan sebagai dasar analisis pembimbingan arah profesi masa depannya.
12. Di upayakan untuk terus memberikan bimbingan pada orang tua melalui forum Sharing Pengalaman tentang bagaimana teknik dan cara mengatasi permasalah yg dihadapi bersama anak mereka dalam menjalankan Home Schooling. Hingga kelak para orang tua akan menjadi para pendidik yg ahli dan menjadi pembimbing bagi orang tua lainnya yg baru bergabung bersama HSCA.
13. Insya Allah kami mengangkat Tema Home Schooling ini dalam talkshow via SMART FM dan akan menawarkan pada beberapa orang tua yg berminat untuk ikut bergabung pada program TRIAL KAMI
PIC: Bu Ratih email: ranaufal@gmail.com
Saturday, October 1, 2011
KURIKULUM YG HARUS DI ROMBAK ATAU OTAK ANAK KITA YG HARUS DI ROMBAK..?
------------------------------------------------------------
Jika anak tidak cocok/alergi dengan makanan tertentu maka segera saja dokter akan melarang orang tuanya memberikan makanan tersebut pada anaknya dan menggantinya dengan makanan lain yg tidak menimbulkan reaksi negatif pada anak.
Jadi kesimpulannya bukan anaknya yg bermasalah tapi makanannya-lah yg bermasalah. Bagaimana jika kurikulum dan cara pengajaran di sekolah yg tidak cocok dengan anak...? Kurikulumnya yg harus di ganti atau anak kita yg dipaksa untuk terus menelan setiap hari kurikulum tsb.
Peristiwa ini ternyata terjadi pada Program Trial Home Schooling kami, PROGRAM PEMBELAJARAN YG TELAH KAMI SUSUN BERSAMA DENGAN SEKSAMA ternyata setelah di praktekan banyak yg TIDAK COCOK pada anak2 alias anak2nya Alergi menerimanya. Maka keputusan kami bersama adalah segera MENGGANTI sistem kurikulum dan metode pembelajarannya, dan bukan memaksakan anaknya untuk menelan kurikulum dan sistem pembelajaran yg tidak cocok tsb, Padahal kami sudah merasa sangat hati2 sekali dalam merancang dan menyusunnya. Tapi kami selalu berprinsip tidak ada yg salah dengan sifat alamiah anak2 kita tapi justru kemungkinan besar kamilah yg membuat kesalahan dalam proses perancangan dan aplikasinya.
Untuk itulah hari ini kami menjadwalkan untuk workshop mengkaji dan menyusun ulang kurikulumnya bagi para pelajar HS kami.
Keluarga Indonesia yg sy cintai, Ingatlah, bahwa selalu pada dasarnya otak kita adalah alat uji sebuah sistem pembelajaran dan kurikulum, dan bukan sistem KURIKULUM yg menguji otak anak kita apakah pintar atau bodoh. Karena kurikulum hanyalah ciptaan manusia sementara otak anak2 kita adalah Ciptaan Sang Maha Sempurna.
Jika seorang anak tidak cocok terhadap sistem pembelajaran dan Menu Kurikulum maka bukan anaknya yg di paksa terus menelannya setiap hari, tapi segeralah mengkaji ulang untuk mengganti dengan yg Ramah Otak Anak.
Karena kami yakin bahwa TUHAN TIDAK PERNAH SALAH MENCIPTAKAN OTAK ANAK-ANAK KITA, Tapi kemungkinan besar justru manusialah yg salah dalam menyusun program pembelajaran dan kurikulum bagi anak2 kita.
Berita gembiranya adalah bahwa saat ini sudah mulai banyak sekolah yg sadar dan peduli terhadap masalah ketidak cocokan yg dipaksakan ini, Itulah sebabnya salah satu sekolah Alam di Ciganjur dan Bogor lebih memilih membuat sistem pembelajaran dan kurikulum sendiri yg lebih cocok pada anak, dan merelakan diri untuk mengambil sistem PKBM dan ujian PAKET A B (persis seperti kami di HS) ketimbang memaksakan anak menelan kurikulum yg membuatnya Stess, Malas2an, tawuran atau bahkan Mogok sekolah. Wow sebuah tindakan yg sangat nekad dan berani....!!!!! Semua ini bisa terjadi juga karena dukungan dari para ortu yg menyekolahkan anaknya di sana.
Semoga semakin banyak para guru dan pimpinan sekolah yg peduli pada masalah ketidak cocokan SISTEM PEMBELAJARAN DAN KURIKULUM SEKOLAH PADA ANAK DIDIKNYA.
Mari kita bangun Indonesia yg kuat dari Keluarga melalui anak2 kita tercinta. Jika bukan kita yg peduli pada anak2 kita lantas siapa lagi...?
-ayah edy-
Jika anak tidak cocok/alergi dengan makanan tertentu maka segera saja dokter akan melarang orang tuanya memberikan makanan tersebut pada anaknya dan menggantinya dengan makanan lain yg tidak menimbulkan reaksi negatif pada anak.
Jadi kesimpulannya bukan anaknya yg bermasalah tapi makanannya-lah yg bermasalah. Bagaimana jika kurikulum dan cara pengajaran di sekolah yg tidak cocok dengan anak...? Kurikulumnya yg harus di ganti atau anak kita yg dipaksa untuk terus menelan setiap hari kurikulum tsb.
Peristiwa ini ternyata terjadi pada Program Trial Home Schooling kami, PROGRAM PEMBELAJARAN YG TELAH KAMI SUSUN BERSAMA DENGAN SEKSAMA ternyata setelah di praktekan banyak yg TIDAK COCOK pada anak2 alias anak2nya Alergi menerimanya. Maka keputusan kami bersama adalah segera MENGGANTI sistem kurikulum dan metode pembelajarannya, dan bukan memaksakan anaknya untuk menelan kurikulum dan sistem pembelajaran yg tidak cocok tsb, Padahal kami sudah merasa sangat hati2 sekali dalam merancang dan menyusunnya. Tapi kami selalu berprinsip tidak ada yg salah dengan sifat alamiah anak2 kita tapi justru kemungkinan besar kamilah yg membuat kesalahan dalam proses perancangan dan aplikasinya.
Untuk itulah hari ini kami menjadwalkan untuk workshop mengkaji dan menyusun ulang kurikulumnya bagi para pelajar HS kami.
Keluarga Indonesia yg sy cintai, Ingatlah, bahwa selalu pada dasarnya otak kita adalah alat uji sebuah sistem pembelajaran dan kurikulum, dan bukan sistem KURIKULUM yg menguji otak anak kita apakah pintar atau bodoh. Karena kurikulum hanyalah ciptaan manusia sementara otak anak2 kita adalah Ciptaan Sang Maha Sempurna.
Jika seorang anak tidak cocok terhadap sistem pembelajaran dan Menu Kurikulum maka bukan anaknya yg di paksa terus menelannya setiap hari, tapi segeralah mengkaji ulang untuk mengganti dengan yg Ramah Otak Anak.
Karena kami yakin bahwa TUHAN TIDAK PERNAH SALAH MENCIPTAKAN OTAK ANAK-ANAK KITA, Tapi kemungkinan besar justru manusialah yg salah dalam menyusun program pembelajaran dan kurikulum bagi anak2 kita.
Berita gembiranya adalah bahwa saat ini sudah mulai banyak sekolah yg sadar dan peduli terhadap masalah ketidak cocokan yg dipaksakan ini, Itulah sebabnya salah satu sekolah Alam di Ciganjur dan Bogor lebih memilih membuat sistem pembelajaran dan kurikulum sendiri yg lebih cocok pada anak, dan merelakan diri untuk mengambil sistem PKBM dan ujian PAKET A B (persis seperti kami di HS) ketimbang memaksakan anak menelan kurikulum yg membuatnya Stess, Malas2an, tawuran atau bahkan Mogok sekolah. Wow sebuah tindakan yg sangat nekad dan berani....!!!!! Semua ini bisa terjadi juga karena dukungan dari para ortu yg menyekolahkan anaknya di sana.
Semoga semakin banyak para guru dan pimpinan sekolah yg peduli pada masalah ketidak cocokan SISTEM PEMBELAJARAN DAN KURIKULUM SEKOLAH PADA ANAK DIDIKNYA.
Mari kita bangun Indonesia yg kuat dari Keluarga melalui anak2 kita tercinta. Jika bukan kita yg peduli pada anak2 kita lantas siapa lagi...?
-ayah edy-
Subscribe to:
Posts (Atom)