SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY

SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY
Bagaimana caranya..? Gabung di FB: komunitas ayah edy, download talkshow di www.ayahedy.tk

Tuesday, September 6, 2016

BIASAKAN BERTANYA SEBELUM BICARA



Seorang motivator sebut aja namanya Mr. Ron, yang menyampaikan ceramah di suatu Workshop yang di hadari oleh para Karyawan sebuah instansi, dan beliau memberikan nasehat bijak :

"Pernahkah bapak-bapak memuji istri  yang setiap hari sudah menyediakan makanan dgn penuh cinta?

"Coblah sesekali kita perlu melakukannya, yakni memuji masakan istri kita."

Mas Jamal (bukan nama sesungguhnya), sepulang dari workshop itu, langsung mempraktekkan nasehat bijak sang motivator.

Saat hendak makan, melihat makanannya, lalu memandang istrinya. Mereka saling tersenyum. Begitu bahagianya.

Selesai makan, ia memuji istrinya:
"Oh, masakan ini sungguh luar biasa enaknya..!"

Tak disangka, sang istri malah menangis sedih ....
dengan nada keras lalu berkata:
"Udah bertahun-tahun aku memasak utkmu, tapi kamu nggak pernah ngomong begitu!

Giliran hari ini dapat masakan dari tetangga depan yang cantik itu, kamu bilang masakannya luar biasa?"

*...... Hadeuh..., salah lagi.... .....*

RENUNGAN TERBAIK DI HARI KEMERDEKAAN INDONESIA



Indonesia dan Korea Selatan merdeka pada hari yang berdekatan.
-Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945,
-Korea Selatan merdeka pada tanggal 15 Agustus 1945.

Walaupun hanya beda 2 hari, Korea Selatan yang dahulu "LEBIH MISKIN"  dari Indonesia.

Tapi sekarang  Korea berhasil menempati urutan papan atas Negara Maju. di Dunia.  Padahal kita memulai titik start membangun bangsa hanya selisih dua hari saja.

Hmmm .... hanya berbeda 2 hari tapi bisa berbeda segalanya … ! 
Kok bisa ya...?

Mari kita cermati beberapa persamaan dan perbedaan Pola Pikir dan Pola Hidup Bangsa Korea dan Bangsa Indonesia.

Orang Korea tidak merayakan 15 Agustus-an seperti kita di Indonesia.

Mereka hanya mengibarkan bendera, sudah.
Tidak ada umbul-umbul, spanduk, lomba-lomba, apalagi peringatan yang meriah.

Apakah tanpa semua itu mereka tidak cinta negaranya?

Jawabannya, pasti tidak!

Orang Korea, tidak ada yang tidak cinta negaranya.

Jika di Indonesia sejak zaman Orde Baru di tiap kantor dipasang foto presiden dan wakil presiden, di Korea mereka hanya memasang bendera negaranya. Mengapa...?

Bagi mereka, "Siapapun presidennya, negaraku tetap Korea". 

Bagi mereka, Presiden dan Wakil Presiden bukanlah Negara tapi hanya pengemban Tugas Negara.

Presiden adalah milik semua bangsa Korea dan bukan hanya sebagian golongan saja.  Jadi semua bangsa bersatu membangun Korea siapapun presidennya.

Setelah kemerdekaan Korea dari Jepang, mereka masih harus melewati fase perang saudara hingga akhirnya pecah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.

Saat itu, orang Korea teramat miskin, hingga makan nasi (yang merupakan kebutuhan pokok) saja susah.

Sehingga setiap bertemu, satu sama lain mereka akan bertanya “밥을 먹었어요?” (“Sudah makan nasi?”), jika belum maka akan diajak makan.  Begitulah solidaritas kebangsaan yang dimiliki oleh setiap orang di KOREA.

Begitu pula dengan kerja keras, sudah tidak diragukan lagi hasil nyata dari kerja keras Korea Selatan saat ini. Kita bisa lihat dari banyaknya produk berteknologi canggih yang membanjiri dunia termasuk Indonesia.

Pesan dari Presiden Korea saat itu,
“Let’s work harder and harder. Let’s work much harder not to make our sons and daughters sold to foreign countries.”

"Ayo kita bekerja lebih keras dan lebih keras, Ayo kita bekerja lebih keras untuk tidak membuat anak-anak kita dijual ke luar negeri"

Dan kemudian ditutup oleh quote ini,
“Now, we promise that we will hand over a good country to our sons and daughters, we will give you the country worthy to be proud as well.”

"Sekarang, kita berjanji bahwa kita akan menyerahkan sebuah negara yang baik untuk putra dan putri kita, kita akan memberikan negara yg layak untuk dibanggakan oleh anak-anak kita"

Lihatlah betapa nasionalisnya orang Korea, ketika mereka merantau di negara asing semisal Indonesia,  mereka hanya mau membeli produk-produk bermerek "Korea" kecuali jika memang tidak ada produk Korea yang di jual di negera tersebut.

Bisakah kita Indonesia seperti Korea...???
Bisakah kita bersatu dan berpikir seperti mereka..???
Bisakah kita memiliki Nasionalisme seperti bangsa Korea...???

Jika tidak, jangan Mimpi Indonesia bisa menjadi negara Maju seperti Korea.

Tolong sebarkan pesan ini untuk seluruh anak bangsa

Terimakasih untuk anda yang telah ikut membangunkan anak bangsa melalui artikel ini.

Salam Kemerdekaan INDONESIA

tulisan ini di share dari sahabat Yayoek,
Anggota Resimen Mahasiwa, Batalion 8 UI 1989-1994
Cara sederhana mengajari anak-anak TK dan Usia dini tentang arti dan makna BHINNEKA TUNGGAL IKA


Siapa Berani Baca Buku Setebal ini...?




Ketika kebanyakan orang tua "memaksa" anak-anak usia dininya agar bisa membaca, dengan alasan nanti jika sudah kelas 1 SD harus sudah bisa membaca, aku malah membiarkan Dimas anakku sibuk bermain dan mengeksplorasi apa saja yang ingin diketahuinya dan tidak mengirimnya kesekolah formal, melainkan mendidiknya sendiri melalui jalur HomeSchooling.

Karena bagiku membaca hanyalah sebuah alat saja untuk menggali ilmu pengetahuan, sementara yang jauh lebih penting adalah rasa ingin tahu untuk menggalinya.

Karena bagiku membaca adalah sebuah kebutuhan juga sekaligus kesenangan dan bukan sebuah proses keterpaksaan seperti yang pernah terjadi pada ayahnya dulu.   Terpaksa membaca karena mau ada ulangan atau ujian sekolah.

Bagiku rasa ingin tahu anak jauh lebih penting dari pada kemampuan membaca di usia dini.

Ketika seorang anak tidak kehilangan rasa ingin tahunya, dan terus memiliki rasa ingin tahu dalam otakknya maka saya yakin ia akan dengan sendirinya minta diajari membaca dan menulis.

Itulah yang terjadi pada Dimas dan Dido anakku, terus bermain dan bermain terus setiap hari.  Bermain aku gunakan sebagai sarana untuk belajar dan mengeksplorasi lingkungannya.

Sampai satu ketika ketika ia berusia 7 tahun mereka mulai tertarik untuk mengetahui bagaimana caranya membaca.   Kerena sering melihat ayahnya membaca buku setiap hari.

Dia pernah bertanya dengan rasa ingin tahu,  untuk apa ayah membaca buku terus setiap hari ?  

Saya jawab membaca itu adalah gerbangnya ilmu pengetahuan, apa bila kita bisa membaca maka kita bisa menjawab apa saja yang ingin kita ketahui.

Sejak itulah ia mulai tertarik dengan membaca, dan sejak itu pula aku mulai memperkenalkan huruf dan angka melalui sebuah Video CD Diva dan kucingnya.

Mereka belajar mengenali huruf sambil bermain, sambil bernyanyi hampir setiap hari dengan semangat.

Sampai akhirnya usia 8 tahun baru mulai lancar membaca dan bisa menulis setahap demi setahap.

Sekarang usia Dimas baru 12 tahun atau setara dengan kelas 6 SD (karena kami Homeschooling)

Kemarin aku sungguh kaget diajak Dimas berdiskusi tentang Biografi Albert Einstein...., dia cerita tentang Einstein sambil sekali-sekali bertanya tentang Mark Plang temannya Einstein.

Padahal bukunya sungguh tebal sekali ada kira-kira 400 halaman.

Dulu juga pernah terkejut ketika Dimas mengajakku berdiskusi tentang Kebijaksanaan Dari Timur Tengah, ternyata setelah ku telusuri ia baru saja membaca buku Filsafat dan kisah-kisah bijak dari Timur Tengah.

Alhamdulillah, Dimas anakku yang Dominan otak kanan, dan selalu bergerak dan tidak bisa diam, sering memberikan kejutan-kejutan yang tak ku duga.

Tak kusangka anak seusia 12 tahun sudah membaca buku setebal ini.  Padahal dulu saat zaman kuliah saja saya belum tertarik dan agak alergi membaca buku yang tebal2 semacam ini.  Paling-paling terpaksa baca buku karena diperintah oleh Dosen karena mau ujian.

Teruslah bereksplorasi ya Nak... jangan pernah berhenti, teruslah mencintai buku dan membaca karena membaca adalah pintu masuknya semua ilmu pengetahuan.

18 Agustus 2016
by Ayah Edy

KAMBING MENGANDUNG KOLESTEROL mitos atau fakta?



Kita sering mendengar bahwa kambing mengandung banyak kolesterol.

Ternyata pendapat tersebut tidak didasari dengan dasar penelitian ilmiah yang kuat.

Sebuah lembaga pelitian peternakan di Queensland, Australia melalui Ilmu biologi membeberkan fakta yg mencengangkan dan membuktikan secara nyata bahwa:

KAMBING HANYA MENGANDUNG ANAK KAMBING dan tdk pernah ada yg mengandung KOLESTEROL

jika dirasa bermanfaat tlg dibagikan pd siapa sj yg belum mengetahui fakta terbaru ini


Berbagi kisah dari seorang teman....

Anak saya bersekolah di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) kota Tokyo, Jepang. Pekan lalu, saya diundang untuk menghadiri acara “open school” di sekolah tersebut. Kalau di Indonesia, sekolah ini mungkin seperti SD Negeri yang banyak tersebar di pelosok nusantara. Biaya sekolahnya gratis dan lokasinya di sekitar perumahan.

Pada kesempatan itu, orang tua diajak melihat bagaimana anak-anak di Jepang belajar. Kami diperbolehkan masuk ke dalam kelas, dan melihat proses belajar mengajar mereka. Saya bersemangat untuk hadir, karena saya meyakini bahwa kemajuan suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari bagaimana bangsa tersebut mendidik anak-anaknya.

Melihat bagaimana ketangguhan masyarakat Jepang saat gempa bumi lalu, bagaimana mereka tetap memerhatikan kepentingan orang lain di saat kritis, dan bagaimana mereka memelihara keteraturan dalam berbagai aspek kehidupan, tidaklah mungkin terjadi tanpa ada kesengajaan. Fenomena itu bukan sesuatu yang terjadi “by default”, namun pastilah “by design”. Ada satu proses pembelajaran dan pembentukan karakter yang dilakukan terus menerus di masyarakat.

Dan saat saya melihat bagaimana anak-anak SD di Jepang, proses pembelajaran itu terlihat nyata. Fokus pendidikan dasar di sekolah Jepang lebih menitikberatkan pada pentingnya “Moral”. Moral menjadi fondasi yang ditanamkan “secara sengaja” pada anak-anak di Jepang. Ada satu mata pelajaran khusus yang mengajarkan anak tentang moral. Namun nilai moral diserap pada seluruh mata pelajaran dan kehidupan.

Sejak masa lampau, tiga agama utama di Jepang, Shinto, Buddha, dan Confusianisme, serta spirit samurai dan bushido, memberi landasan bagi pembentukan moral bangsa Jepang. Filosofi yang diajarkan adalah bagaimana menaklukan diri sendiri demi kepentingan yang lebih luas. Dan filosofi ini sangat memengaruhi serta menjadi inti dari sistem nilai di Jepang.

Anak-anak diajarkan untuk memiliki harga diri, rasa malu, dan jujur. Mereka juga dididik untuk menghargai sistem nilai, bukan materi atau harta.



Di sekolah dasar, anak-anak diajarkan sistem nilai moral melalui empat aspek, yaitu Menghargai Diri Sendiri (Regarding Self), Menghargai Orang Lain (Relation to Others), Menghargai Lingkungan dan Keindahan (Relation to Nature & the Sublime), serta menghargai kelompok dan komunitas (Relation to Group & Society). Keempatnya diajarkan dan ditanamkan pada setiap anak sehingga membentuk perilaku mereka.

Pendidikan di SD Jepang selalu menanamkan pada anak-anak bahwa hidup tidak bisa semaunya sendiri, terutama dalam bermasyarakat. Mereka perlu memerhatikan orang lain, lingkungan, dan kelompok sosial. Tak heran kalau kita melihat dalam realitanya, masyarakat di Jepang saling menghargai. Di kendaraan umum, jalan raya, maupun bermasyarakat, mereka saling memperhatikan kepentingan orang lain. Rupanya hal ini telah ditanamkan sejak mereka berada di tingkat pendidikan dasar.

Empat kali dalam seminggu, anak saya kebagian melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Ia harus membersihkan dan menyikat WC, menyapu dapur, dan mengepel lantai. Setiap anak di Jepang, tanpa kecuali, harus melakukan pekerjaan-pekerjaan itu. Akibatnya mereka bisa lebih mandiri dan menghormati orang lain.
Kebersahajaan juga diajarkan dan ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Nilai moral jauh lebih penting dari nilai materi. Mereka hampir tidak pernah menunjukkan atau bicara tentang materi.

Anak-anak di SD Jepang tidak ada yang membawa handphone, ataupun barang berharga. Berbicara tentang materi adalah hal yang memalukan dan dianggap rendah di Jepang.

Keselarasan antara pendidikan di sekolah dengan nilai-nilai yang ditanamkan di rumah dan masyarakat juga penting. Apabila anak di sekolah membersihkan WC, maka otomatis itu juga dikerjakan di rumah. Apabila anak di sekolah bersahaja, maka orang tua di rumah juga mencontohkan kebersahajaan. Hal ini menjadikan moral lebih mudah tertanam dan terpateri di anak.

Dengan kata lain, orang tua tidak “membongkar” apa yang diajarkan di sekolah oleh guru. Mereka justru mempertajam nilai-nilai itu dalam keseharian sang anak.

Saat makan siang tiba, anak-anak merapikan meja untuk digunakan makan siang bersama di kelas. Yang mengagetkan saya adalah, makan siang itu dilayani oleh mereka sendiri secara bergiliran. Beberapa anak pergi ke dapur umum sekolah untuk mengambil trolley makanan dan minuman. Kemudian mereka melayani teman-temannya dengan mengambilkan makanan dan menyajikan minuman.

Hal seperti ini menanamkan nilai pada anak tentang pentingnya melayani orang lain. Saya yakin, apabila anak-anak terbiasa melayani, sekiranya nanti menjadi pejabat publik, pasti nalurinya melayani masyarakat, bukan malah minta dilayani.

Saya sendiri bukan seorang ahli pendidikan ataupun seorang pendidik. Namun sebagai orang tua yang kemarin kebetulan melihat sistem pendidikan dasar di SD Negeri Jepang, saya tercenung. Mata pelajaran yang menurut saya “berat” dan kerap di-“paksa” harus hafal di SD kita, tidak terlihat di sini. Satu-satunya hafalan yang saya pikir cukup berat hanyalah huruf Kanji.
Sementara, selebihnya adalah penanaman nilai.

Besarnya kekuatan industri Jepang, majunya perekonomian, teknologi canggih, hanyalah ujung yang terlihat dari negeri Jepang. Di balik itu semua ada sebuah perjuangan panjang dalam membentuk budaya dan karakter. Ibarat pohon besar yang dahan dan rantingnya banyak, asalnya tetap dari satu petak akar. Dan akar itu, saya pikir adalah pendidikan dasar.

Sistem pendidikan Jepang seperti di atas tadi, berlaku seragam di seluruh sekolah. Apa yang ditanamkan, apa yang diajarkan, merata di semua sekolah hingga pelosok negeri. Mungkin di negeri kita banyak juga sekolah yang mengajarkan pembentukan karakter. Ada sekolah mahal yang bagus. Namun selama dilakukan terpisah-terpisah, bukan sebagai sistem nasional, anak akan mengalami kebingungan dalam kehidupan nyata. Apalagi kalau sekolah mahal sudah menjadi bagian dari mencari gengsi, maka satu nilai moral sudah berkurang di sana.



Di Jepang, masalah pendidikan ditangani oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olah Raga, dan Ilmu Pengetahuan Jepang (MEXT) atau disebut dengan Monkasho. Pemerintah Jepang mensentralisir pendidikan dan mengatur proses didik anak-anak di Jepang. MEXT menyadari bahwa pendidikan tak dapat dipisahkan dari kebudayaan, karena dalam proses pendidikan, anak diajarkan budaya dan nilai-nilai moral.

Mudah-mudahan dikeluarkannya kata “Budaya” dari Departemen “Pendidikan dan Kebudayaan” sehingga “hanya” menjadi Departemen “Pendidikan Nasional” di negeri kita, bukan berarti bahwa pendidikan kita mulai melupakan “Budaya”, yang di dalamnya mencakup moral dan budi pekerti.

Hakikat pendidikan dasar adalah juga membentuk budaya, moral, dan budi pekerti, bukan sekedar menjadikan anak-anak kita pintar dan otaknya menguasai ilmu teknologi. Apabila halnya demikian, kita tak perlu heran kalau masih melihat banyak orang pintar dan otaknya cerdas, namun miskin moral dan budi pekerti. Mungkin kita terlewat untuk menginternalisasi nilai-nilai moral saat SD dulu. Mungkin waktu kita saat itu tersita untuk menghafal ilmu-ilmu “penting” lainnya.

Demikian sekedar catatan saya dari menghadiri pertemuan orang tua di SD Jepang.
Salam.

Sumber: edukasi.kompasiana.com

Bandingkan dengan SD kita yg masih saja meributkan ANAK-ANAK SD HARUS SUDAH BISA CALISTUNG, Nilai Kecukupan Minimal atau KKM, REMEDIAL, TES dan UAN.
Kualitas seseorang ditentukan oleh isi kepalanya...
Jadi isilah kepala kita dengan sesuatu yang berkualitas.
-ayah edy-


Sahabatku,

Ketika ada orang yang selalu pandai mencela dan menemukan kekurangan orang lain....

Saya jadi teringat tulisan yang pernah dibuat oleh seorang pendidik, Dorothy Law Nolte

bahwa kemungkinan besar saat dia msh anak2 ia sering di cela dan kurang mendapatkan pujian dari orang tua dan lingkungannya.

Sehingga ketika dewasa ia menjadi seperti ini.

Jika kita kebetulan pernah mengalami hal ini dan sekarang jadi seperti ini...., mari kita berusaha untuk mengubahnya, agar kelak anak-anak kita mewarisi hal yang sama dari kita.

-ayah mukidi-

Berikut isi puisi lengkapnya:

 Children Learn What They Live

If children live with criticism, they learn to condemn.
If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with fear, they learn to be apprehensive.
If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.
If children live with ridicule, they learn to feel shy.
If children live with jealousy, they learn to feel envy.
If children live with shame, they learn to feel guilty.
If children live with encouragement, they learn confidence.
If children live with tolerance, they learn patience.
If children live with praise, they learn appreciation.
If children live with acceptance, they learn to love.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.
If children live with sharing, they learn generosity.
If children live with honesty, they learn truthfulness.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with kindness and consideration, they learn respect.
If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.
If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.

Jika di terjemahkan secara singkat dan sederhana kira-kira inti pesannya seperti ini:

"Anak belajar dari kehidupan. Anak belajar dari apa yang dialaminya sejak kecil. Anak akan meniru apa yang dilihat dan didengarnya dari lingkugannya, terutama dari orang tuanya.


Ada 5 pendaki gunung, PENDAKI A, B, C, D dan E.

Mari kita ikuti ceritanya,

Pendaki B yang berangkat dari sisi utara gunung mengatakan bahwa Matahari itu ada di sisi kirinya

Pendaki C yang berangkat dari sisi selatan gunung barkata sebaliknya Matahari itu adanya di sisi kanannya.

Pendaki D yang berangkat dari sisi Timur Gunung yakin bahwa Matahari itu ada di sisi belakangnya

Sementara Pendaki E yang mendaki dari sisi Barat Gunung berteriak; ANDA SEMUA SALAH, YANG BENAR ADALAH SAYA !!! DAN ANDA SEMUA PERLU TAHU BAHWA MATAHARI ITU ADA PERSIS DI HADAPAN SAYA. Bukan di belakang, dikiri atau di kanan.

Mereka terus saja berdebat...melalu Hanphone dan Black Barry mereka masing2 tentang letak Posisi Terbitnya Sinar Matahari Kebenaran karena mereka belum sampai ke puncak gunung, mereka lebih sibuk berdebat akhirnya ke 4 pendaki ini tidak pernah bisa mencapai puncak tertinggi gunung untuk bisa melihat SINAR MATAHARI KEBENARAN YANG SESUNGGUHNYA.

Sementara PENDAKI A yang sudah sampai di atas puncak tertinggi gunung tersebut hanya bisa tersenyum sendiri dan memahami mengapa mereka masih saja suka berbantah-bantahan dan berdebat di kaki gunung tersebut dan masing2 yakin bahwa DIALAH yang PALING BENAR..

Mari kita renungkan dan mari kita pahami maknanya.

Di tulis ulang o/ ayah edy


Ketika kita merasa lapar maka kita akan membutuhkan makan...
Ketika kita merasa bodoh maka kita akan membutuhkan belajar....

-ayah edy-

disini tempatnya kita bisa belajar parenting

Kita bersyukur pada Tuhan bukan karena kita selalu mendapatkan kebaikan dalam segala hal, tapi karena kita selalu bisa melihat kebaikan dalam segala hal dalam hidup kita. Karena kita percaya Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi kita....

POKOKNYA KAMU HARUS....!!!!!



Pernahkah kita mendengar orang berkata "Pokoknya saya gak mau tahu ya...!!!"

Atau mungkin malah kita yang sering sekali menggunakan kata "Pokoknya", pokoknya....dan pokoknya...?

apa efeknya bagi anak kita ?

Yuk simak deh kisah berikut ini....

“Pokoknya aku mau itu!!” teriak Marcell sambil menunjuk buku tebal milik papinya.

“Ini buku kerja Papi. Marcell main mobil­mobilan yang ini saja, ya ...,” Remon berusaha membujuk anaknya.

“Nggak mau!! Pokoknya itu!” Teriak Marcell, ngotot. Ia me­ rampas buku katalog dari tangan ayahnya dan melempar mobil­ mobilan yang masih baru itu.

Remon menghela napas. Katalog itu baru saja selesai cetak dan akan ia pakai untuk presentasi rapat besok pagi. Akan ditunjukkan kepada kliennya. Masak sudah lecek? Tidak sopan, kan?

Bergidik ia melihat Marcell meremas beberapa lembar katalog itu.

“Aduuhhh ....” Ia meringis. Istrinya pun cuma bisa menarik
napas panjang dan mengelus bahunya.

“Bujukin Marcell doooonggg ...,” ungkap Remon putus asa pada Novi, istrinya.

“Gimana???” Novi kebingungan mencari ide.

Begitulah keseharian Marcell. Semua serba “pokoknya”. Itu sudah kata pamungkasnya, artinya semua keinginannya harus dituruti. Kalau tidak, repotlah dunia!

Kalau sekali­dua kali mungkin masih dimaklumi. Namun, kalau keseringan, bikin kesal! Remon senewen jadinya. Mana dia hanya pegang satu katalog pula! Bagaimana ya, mengatasi anak seperti Marcell? Helppppp ....



Jawaban Ayah Edy:

Ayah­Bunda yang budiman dan sabar, egosentris adalah sebuah fase yang harus dilalui anak untuk menghindari ketumpulan otak. Jadi, itu sudah desain Tuhan kalau seorang anak Balita itu suka memaksa. Latar belakangnya adalah karena ia memiliki program memaksa dalam otaknya.

Kenapa?

Ketika dilahirkan, otak manusia ada sekitar 200 miliar dengan bentuk seperti ranting­ranting pohon. Seorang anak akan tumbuh cerdas kalau ranting­ranting  saraf itu tumbuh lebat. Caranya dengan belajar sesuatu yang baru. Misalnya, mengambil benda, mencoret­coret kertas, dan sebagainya. Biasanya itu terjadi pada usia 3 hingga 5 tahun masa emas pertama.

Masalahnya, setiap kali saraf otak anak mau tumbuh, biasanya orangtua melarang anak melakukan sesuatu. Dan, Tuhan tahu itu. Misalnya, ketika anak datang mau memegang laptop mamanya. Lalu Mama langsung melarang, “Aduuuh jangan pegang­pegang laptop Mama ya, Nak. Ini mahal harganya ... nanti rusaaaak ....“

Begitu juga waktu anak mau pegang gelas, “Jangan pegang nanti gelas Mama pecah semua …,” atau “Jangan pegang, nanti pecah, tanganmu bisa luka ....”

Nah, saat anak dilarang dan tidak jadi melakukan, sarafnya tidak jadi tumbuh. Akhirnya oleh Tuhan, diberi program egosentris. Program yang memaksa anak untuk melakukan. Kalau tidak di­ penuhi ia akan menangis. Ini sebenarnya bahasa Tuhan supaya jangan mengganggu pertumbuhan saraf­-saraf dasar anak di usia dini.

Dalam wawancaranya di BBC, Sakhuntala Devi, seorang genius dari India di bidang Matematika yang dijuluki “Manusia Kalkulator” karena kepandaiannya berhitung, berkata bahwa sebelum anak berusia 12 tahun, sebaiknya di rumah tidak perlu ada barang­barang berharga dan pecah belah.

Isilah rumah dengan benda­benda yang boleh disentuh atau dijadikan sebagai objek eksplorasinya. Itulah yang dulu dilakukan orangtua dan kakek Sakhuntala Devi sehingga kini ia bisa menjadi seorang yang jenius.

Sakhuntala Devi yang lahir di Bangalore tahun 1939 ini, bisa menghitung perkalian 13 digit, 7,686,369,774,870 x 2,465,099,745,779 yang dipilih secara acak oleh komputer Department of Imperial College, London, pada 18 Juni 1980. Dalam waktu 28 detik ia menjawab dengan benar jumlahnya, yakni 18,947,668,177,995,426,462,773,730.

Fase egosentris  biasanya berlangsung  dari 0 hingga 5 tahun, tergantung di usia berapa mau kita cairkan. Biasanya dicairkan di usia TK. Bagaimana caranya?

Tahap awal, izinkan ia untuk melakukan proses eksplorasi apa pun tanpa segera diintervensi. Misalnya ketika mau memainkan remote TV. Tunggulah sampai minimal tiga kali ia melakukannya. Setelah ia mengetahui fungsinya, barulah kita boleh mengarahkan untuk tidak lagi melakukannya. Lalu ajarkan cara yang baik untuk menggunakan remote TV tersebut.



Namun, apabila yang ia mainkan adalah benda-­benda  ber­ bahaya dan tajam seperti pisau atau garpu, tentu ini perlu segera diinter­ vensi karena khawatir bisa melukai atau membahayakan dirinya.

Orangtua biasanya membeli mainan yang sama untuk masing-masing anak untuk menghindari pertengkaran.

Langkah kedua setelah ia berusia 3 tahun atau telah mema­ hami bahasa orang dewasa, mulailah perkenalkan ia dengan kon­ sep tentang hak milik orang lain. Ini milik Kakak, itu milik Bunda, bahkan milik pengasuhnya sekalipun.

Tunjukkan mana yang boleh ia ambil atau pegang, dan mana yang tidak, atau mana yang harus dengan izin terlebih dahulu. Karena masih di fase egosentris, biasanya perlakuan ini akan membuatnya menangis atau tetap memaksakan kehendaknya.

Untuk melatih konsep tentang hak milik, orangtua dapat membelikan satu mainan untuk dua anak. Misalnya minggu ini membelikan mainan untuk Kakak dan minggu depan membelikan satu mainan untuk adiknya saja.

Kalau adiknya merebut, katakan bahwa ini adalah mainan milik Kakak. Jadi, kalau mau meminjam, bilang dulu ke Kakak.
“Dedek, ini punya Kakak, tanya dulu ya sama Kakak, kalau Dedek mau pinjam.”

Mungkin ia akan memaksa dan menangis. Tidak mengapa, Ayah dan Bunda terus lakukan hal itu. Katakan bahwa sebaiknya minta izin kakaknya dulu. Lakukanlah dengan sabar, hingga ia perlahan­lahan mengerti maksudnya.

Begitu juga sebaliknya, jika kakaknya ingin merebut mainan adiknya, jelaskan hal yang sama, sehingga lama­lama mereka akan belajar arti hak milik dan pinjam­ meminjam. Pada akhirnya, mereka juga belajar konsep berbagi.

Itu sebabnya, kurang tepat jika orangtua membiasakan mem­ beli mainan yang sama untuk masing­masing anak karena tidak mau anaknya bertengkar atau berebut. Ini kesalahan fatal, seolah­olah tidak ada masalah padahal justru dapat menjadi pemicu masalah.

Anak menjadi tidak belajar tentang hak milik, pinjam­ meminjam, dan bermain bersama. Mereka tidak belajar apa pun, tetap akan bertengkar dan tidak akan mencairkan egosentris. Egosentris, bagaimanapun  memang sebaiknya dicairkan. Bisa dimulai saat anak berusia 5 tahun, agar tidak terbawa hingga ia dewasa.



Lihat saja kondisi masyarakat kita. Betapa banyak orang yang berani menyerobot tanah orang lain tanpa merasa bersalah, meskipun ia tahu itu bukan hak miliknya.

Betapa banyak orang yang tidak suka berbagi pada orang lain. Mungkin orangtuanya dulu lupa mengajarkan konsep hak milik dan berbagi padanya.

Oleh karena itu, Ayah dan Bunda, belikanlah satu mainan untuk dua orang anak, agar mereka belajar tentang hak milik dan ber­ bagi. Kelak kemampuan berbagi ini akan terbawa hingga mereka dewasa.

Tidak usah khawatir soal iri hati karena setiap anak memiliki kebutuhan dan selera yang berbeda. Ketika mengajak mereka ke pasar, si Kakak ingin dibelikan mobil­mobilan, si Adik ingin robot­robotan. Sampai di rumah, bisa saja mendadak  si Adik lebih tertarik mobil­mobilan si Kakak dan ingin memainkannya.

Jelaskan padanya untuk minta izin. Kalau Adik memintanya sebagai hak milik, tanamkan pengertian bahwa itu punya Kakak, punya Adik adalah robot­robotan. Kalau Adik mau main mobil­mobilan, bisa pinjam pada kakaknya. Demikian pula sebaliknya jika si Kakak ngotot hendak meminta mainan adiknya.

Sebagai tambahan,  jika Ayah dan Bunda ingin anak tidak lagi mengatakan kata “pokoknya”, kita pun harus mencontohkan dengan tidak menggunakan kata “pokoknya” pada mereka. Minta­ lah anak untuk membantu mengingatkan, jika pada saat bicara padanya, kita masih menggunakan kata “pokoknya”. 

Sesungguhnya perilaku anak adalah cermin langsung dari perilaku orangtuanya.

by ayah edy dari buku Ayah Edy menjawab warna hijau.

Siapa yang anaknya suka membantah jika diberitahu...?

Bagaimana memperlakukan anak yang suka membantah..?

“Dio, mandi sekarang, ya!” Ajak Mami Dio pada putranya yang sedang asyik bermain.

“Nggak mau, ah. Dio mau main sepeda!” Tolaknya. “Dio, ini kan sudah jam lima sore, mandi!”

“Nggak maaaaaauuuu!!” Dio malah kabur dengan sepedanya. Hhh, capek deh kalau ngomong sama Dio. Sering kali ia membantah apa yang dikatakan ayah dan bundanya. Bagaimana ya, supaya Dio mau menurut?


Jawaban Ayah Edy:

Ayah­Bunda yang selalu ingin belajar, pertama, bersyukurlah pada Tuhan karena dianugerahi seorang anak calon pemimpin untuk kita asuh. Dengan ber­ syukur, kita bisa kuat dan punya ke­ sabaran yang lebih tinggi untuk men­ didik calon pemimpin kecil kita itu.

Di balik sifatnya yang tidak mau diatur itu, ia berpotensi  menjadi seorang pengatur alias seorang pemimpin.


Ya, tahukah Bunda, di balik sifatnya yang tidak mau diatur itu, menunjukkan bahwa kelak ia akan tampil sebagai seorang pengatur alias seorang pemimpin.

Kedua, anak membangkang atau membantah pada umumnya karena adanya perbedaan pendapat antara anak dengan orangtua. Orangtua yang memiliki kecenderung otoriter berhadapan dengan anak yang bertipe pemimpin—yang tidak mau begitu saja menerima pendapat  atau mau dipaksa—akan sering terjadi perdebatan yang “seolah-­olah” hanya disebabkan oleh anak.

Padahal sesungguhnya, dengan adanya anak yang membantah, para orangtua bisa mengevaluasi kebijakan dan pola komunikasi yang dibangun; apakah sudah sesuai dengan masing­masing tipe anak sehingga proses perdebatan antara orangtua­anak  dapat dikurangi dan mendapatkan jalan keluar terbaik.

Jadi, akan jauh lebih baik jika kita belajar untuk mendidik calon pemimpin kecil kita di rumah. Bagaimana caranya? Pertama, didik­ lah ia untuk menjadi kooperatif dan bukannya menjadi seorang yang penurut. Mengapa? Coba Anda pikirkan kalau anak kita menjadi penurut, apa pekerjaan di kantor yang diisi oleh seorang penurut?
“Tolong rapikan ini,” “Baik, Pak ....”
“Tolong belikan itu ....” “Baik, Pak ....”
Sudah jelas, kan? Lantas apa bedanya?

Kalau kooperatif, seorang anak mau melakukan apa yang di­minta orangtuanya karena tahu alasan logisnya. Sedangkan penurut, anak melakukan sesuatu tanpa tahu alasannya, ia menurut saja tanpa berpikir dan menggunakan logikanya.

Kedua, biasakan menawarkan opsi­opsi padanya. Misalnya, “Kamu mau mandi sekarang atau lima menit lagi? Oke kita sepakat ya ... sepuluh  menit lagi dari sekarang. Jika tiba waktunya kamu belum mandi juga, besok kamu mau uang jajan dikurangi atau tidak boleh bermain sepeda di sore hari?”

Pastikan Ayah­Bunda melaksanakan kesepakatan dengan tegas tanpa kompromi jika memang terjadi pelanggaran secara sengaja.

Ketiga, calon pemimpin suka dengan reward dan conse­ quences. Mereka juga suka dengan perjanjian atau kesepakatan.

Orangtua bisa menerapkan satu kesepakatan dan kalau tidak di­ jalankan dengan baik, berikan konsekuensinya. Biasanya si calon pemimpin juga tergolong konsisten.

Jadi kalau ia melanggar, berikan hukumannya, agar ia tidak melanggar terus.

Dengan menerapkan aturan yang jelas seperti contoh di atas, orangtua tidak akan kewalahan lagi dalam mendidik calon pemimpin kecil kita ini.

by ayah edy
ditulis ulang dari buku ayah edy  menjawab warna hijau
Ada 100 persoalan dan solusi yang lengkap di buku ayah edy menjawab warna hijau.

PELAJARAN PALING SULIT..?

Hari ini kepala pusat kurikulum nasional dari Jakarta sedang melakukan sidak ke sekolah-sekolah. Ingin mengetahui tentang mata pelajaran yang dibuat oleh Pusat Kurikulum Nasional di sekolah-sekolah.

Beliau bertanya pada murid-murid dari kelas yang di kunjunginya;

Pelajaran apa yang menurut kalian paling sulit...??

Budi  :  Pelajaran Matematika pak, jawabnya dengan mantab.

Wati  :  Pelajaran Hapalan Sejarah pak,
 ya karena Wati paling sebel kalo sudah di suruh menghapal tahun-tahun terjadinya peristiwa tapi gak ngerti maknanya bagi kehidupan dia saat ini.

Wawan:  Pelajaran IPA pak.

Susi : PPKN pak,  Susi paling sebel kalo sudah diminta menghapal tugas2 lurah, camat, DPR dan hapalin nama-nama menteri yang kerap gonta-ganti terus.

Udin  :  Pelajaran bagaimana Udin bisa tetap tersenyum saat Udin kecewa pada semua pelajaran yang gak peting-penting yang di ajarkan di sekolah pak.


PROGRAM OBSERVASI ANAK LIBURAN DESEMBER AYAH EDY DI LOVINA BALI

Silahkan kontak atau sms nomer berikut ini : 
0856-9497-5174 atau Office telp: 0362 -330-1705 (Senin-Jum'@ jam kerja)

Para orang tua yang berbahagia,

 Untuk menjawab banyak pertanyaan orang tua yang belum bisa menyekolahkan anaknya di sekolah kami di Singaraja, Buleleng, Bali maka kami ingin memberikan solusi yang jauh lebih efektif dan komprehensif bagi para orang tua yang ingin mengetahui permasalahan anaknya juga bagi para orang tua yang ingin mengetahui cara yang benar mendidik anak sesuai dengan tipologi masing-masing, kami membuka PROGRAM OBSERVASI ANAK, bagi putra-puteri kita yang berusia SD Kelas 1-6, di Singaraja Buleleng, Bali

Selama lebih dari 14 tahun ayah bersama dengan para asistennya terjun langsung dalam pendidikan anak usia dini, ayah berhasil mengembangkan sebuah sistem observasi yang berbasiskan pada Multiple Intelligence & Holistic Learning yang mampu menggali potensi-potensi anak yang terpendam yang sering kali oleh para guru dan orang tua di terjemahkan sebagai “masalah”.

Hasilnya sungguh luar biasa, ternyata banyak sekali anak-anak yang dinyatakan sebagai anak bermasalah seperti Disable Learning, Dyslexia, ADD, ADHD, Delay Speech, Autis ringan dan sebagainya, sebenarnya adalah anak normal bahkan berpotensi menjadi jenius-jenius Indonesia yang luar biasa.

Bahkan yang paling mengharukan adalah ada seorang anak yang mengalami Hidrosefalus dan secara medis telah dinyatakan kemampuan otaknya hanya tinggal 20% saja, namun setelah anak dan orang tuanya mendapatkan terapi kasih sayang yang berbasiskan pada temuan Masaru Emoto juga Prof. Kazuo Murakami, Penerima Hadiah Japan Research Award untuk Bidang Genetika, kemampuannya bisa kembali normal 100%. Bahkan Ayahnya sambil tersenyum bahagia dan penuh syukur mengatakan bahwa kemampuan anaknya sekarang malah melebihi 100%.

Berdasarkan pengalaman Ayah menyelenggarakan program pendidikan berbasiskan observasi, ayah menemukan bahwa banyak anak-anak yang normal dan menyimpan kemampuan unggul yang luar biasa justru malah sering dinyatakan bermasalah.

Hal ini dimungkinkan terjadi karena selama ini sistem telah memformat cara berpikir orang tua, guru dan konselor pada model pendekatan hitam putih yang hanya mengakui hanya ada satu kriteria kenormalan anak, jika anak tidak memenuhi kriteria tersebut maka dinyatakan berkelainan dan harus di terapi.

Padahal ayah menemukan paling tidak ada 16 jenis tipe kenormalan anak dan semua tipe tersebut adalah normal dan masing-masing kenormalan tersebut di ciptakan Tuhan untuk maksud dan tujuan berbeda serta untuk profesi yang juga berbeda-beda saat mereka dewasa kelak. Nah dari 16 tipe tadi mereka biasanya memiliki ke khas-an masing-masing, akan berbeda satu anak dengan anak lainnya meskipun ia saudara kandung atau kembar sekalipun.

Sungguh memprihatinkan jika kita melihat banyak sekali anak normal yang dinyatakan bermasalah atau berkelainan yang sesungguhnya disebabkan karena kita yang tidak tahu dan tidak dapat melihat sisi emas dari anak-anak tersebut. Inilah mengapa ayah melihat kita semua orang tua dan para guru harus lebih banyak belajar tentang anak-anak kita.

Dalam program observasi ini kami mewajibkan orang tua untuk ikut serta aktif belajar dan melihat langsung prosesnya, bahkan memungkinkan untuk direkam sehingga orang tua bisa secara detail mempelajari kembali dirumah agar dapat menemukan potensi yang terpendam dalam diri anaknya dan tidak melakukan lagi kesalahan yang fatal dalam mendidik dan mengelola mereka.

Diakhir priode sesi Observasi orang tua akan mendapat Laporan Observasi yang lengkap yang bisa membantu orang tua dan guru untuk menerapkan pola asuh dan pola didik yang tepat bagi si anak.
Program ini hanya untuk anak seusia SD KELAS 1-6

Segera daftarkan putra-putri anda minimal 3 bulan sebelumnya, pendaftaran akan segera di tutup jika kapasitas telah terpenuhi.

Pesan tempat 4 bulan sebelum acara melalui Ayah Edy Management melalui nomer 0856-9497-5174 / 0856-1997-244 pada jam kerja.

Program Observasi ini di selenggarakan bertepatan dengan Liburan 19-30 Desember 2016 di Singaraja Buleleng, Bali.

PERHATIAN !
Program konsultasi dan Observasi anak yang resmi nomer kontaknya hanya ada di www.ayahkita.com

Let’s Make Indonesian Strong from Home

MARI KITA BANGUN INDONESIAN YANG KUAT DARI KELUARGA, MELALUI ANAK-ANAK KITA TERCINTA!
Salam Sukses dan Bahagia,

AE Management
d/a SEKOLAH MAHAKARYA GANGGA
Jl. Kumba Karna LC10 No.5x, Singaraja, Buleleng, Bali
Office telp: 0362 -330-1705

foto: Peserta Program Observasi Desember 2015
MENGAPA KAMI MENDIRIKAN SEKOLAH KAMI SENDIRI DENGAN SISTEM SENDIRI YANG TIDAK MENGIKUTI KURIKULUM SEKOLAH YANG ADA, KURIKULUM YANG MASIH SAMA  SEPERTI SAAT ZAMAN KITA DULU BERSEKOLAH

Keluarga Indonesia yg berbahagia,

Hasil Riset Carnegie Institute of Learning terhadap 100 orang paling sukses di dunia menunjukan bahwa mereka rata2 bukanlah orang yg juara atau pandai di kelasnya.

Melainkan orang2 yg memiliki ciri2 sebagai berikut:

1. Sangat Kreatif untuk menciptakan ide-ide baru
2. Orang yg berpikir kritis dan berani mengambil resiko.
3. Orang yg berani mengambil keputusan cepat dan mau belajar dan memperbaiki kesalahan untuk menjadi lebih baik.
4. Orang yang memiliki integritas moral dan akhlak yg bagus.

Dan yg amat sangat menarik sekaligus memprihatinkan ternyata sekolah2 yg diharapkan dapat membantu anak menuju sukses justru mengajarkan kebalikan dari ke empat ciri-ciri orang sukses tadi.

1. Anak tidak boleh menciptakan ide2 baru dan pemikiran sendiri dalam menjawab soal2 ujian. (Jawaban anak harus persis sama seperti yg diajarkan gurunya atau yg ada di dalam buku).

2. Anak2 tidak boleh berpikir kritis dan bertanya kritis pada gurunya, jika ada yg berani mungkin ia malah akan kena bentakan, ejekan atau hukuman, jika coba2 menyanggah atau mempertanyakan penjelasan dari gurunya.

3. Sekolah2 tidak memperkenankan anak untuk berbuat salah dan gagal, Re medial adalah sesuatu yg rendah dan memalukan bagi anak, disekolah. Saat ulangan jika sampai salah maka guru akan memberikan tanda silang besar dengan tinta berwarna merah agar telihat jelas oleh semua anak di kelas. Hingga anak akhirnya menjadi anak yg pemalu, penakut dan minder hingga dewasa.

4. Tidak ada juara disekolah dengan kreteria Moral dan Akhlak terbaik, Moral dan Akhlak dianggap tidak penting untuk diajarkan, dan kalaupun ada hanya dalam bentuk hapalan butir2 pancasila dan bukan proses implementasi dalam keseharian. Penilaian baik dan buruk seorang siswa hanya didsarkan pada tiga kolom; Alpha, Ijin dan Masuk. Jika seorang anak tidak pernah Alpha dan rajin masuk dianggap anak baik.  Semua keberhasilan sekolah diukur dari kemampuan eksakta saja dan bukan keberimbangan antara eksak dan non eksakta.

Bayangkan..... begitu jauh panggang dari api....?!?!?  Bagaimana mungkin anak kita mencapai sukses jika yg diajarkan kepadanya malah yg sebaliknya.

Tanya mengapa...?

Agar kita sendiri mulai belajar menjadi orang yg lebih kritis berpikir, berani menciptakan ide2 baru dan mengambil keputusan untuk tidak mengulangi kesalahan yg sama, demi masa depan anak kita yg lebih baik.

ayah edy
with Founders Sekolah Maha Karya Gangga
Singaraja, Buleleng, Bali

foto founders MKG


Steven yang mana sih ????



Who's Steven......?
Steven yang mana sih...?

Steven Spielberg, sang sutradara film-film box office, ET, Jaws,  Jurasic Park dll....pernah bertutur pada wartawan....

"Dulu saat reuni sekolah teman-teman menggunjingkan saya..."

"Mereka tidak ingat siapa saya dan berkata "Staven yang mana sih..?"

"Mungkin karena waktu itu saya adalah murid yang terbilang "tidak pintar, tidak berbakat" hingga tidak dikenal di sekolah."

Namun sekarang mereka kenal saya karena karya-karya yang saya buat.

Karena saya tidak peduli betapa bodohnya saya dulu saat di sekolah, yang penting bagi saya adalah terus bekerja keras dan terus melangkah....


Berhentilah menjadi GURU DAN DOSEN KILLER !






Peristiwa ini terjadi pada anak pak Rhenald, kira-kira sudah lebih dari 16 tahun yg lalu, Pertanyaan besarnya adalah;

Apakah tradisi pendidikan semacam ini masih juga dialami oleh anak-anak kita di sekolah mereka hingga hari ini ?

SISTEM PENDIDIKAN YG MENGHUKUM & MENGHAKIMI
Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)

Kira-kira enam belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

...Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”

“Dari Indonesia,” jawab saya.

Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

***

Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.



MELAHIRKAN KEHEBATAN

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan.

Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.

Copas dari Copasan

TIDAK PERLU KHAWATIR JIKA ADA YANG BERKOMENTAR SINIS TERHADAP APA YANG KITA LAKUKAN


Sebaik apapun yang kita lakukan pasti akan ada orang yang mengkritik dan membencinya.

Tapi aku tidak peduli karena aku melakukan semua ini bukan karena aku ingin disukai melainkan karena aku yakin ini benar.

Aku tidak peduli pada orang yang memuji atau membenciku, karena ini bukanlah persoalan antara aku dengan mereka, tapi antara aku dan Tuhanku.

Karena setiap apa yang kita lakukan di bumi ini adalah sebuah persembahan dari kita kepada Tuhan, dan bukan kepada mereka.

Mother Teresa


TAHUKAH KITA SUMBER-SUMBER PERILAKU BURUK ANAK KITA ? DAN BAGAIMANA CARA MENGATASINYA ?

Sumber Perilaku:

1. Sumber perilaku Televisi ?

Solusi:
Jual Tvnya dan Ganti dengan aktivitas fisik, atau ganti saluran tv dengan dvd dengan memilih film2 edukasi yang dibutuhkan oleh anak kita.

2. Ketidaktahuan mendidik anak atau pola asuh orang tua

Solusi:
* Belajar mendidik anak lebih baik dari buku-buku parenting seperti buku 37 Kebiasaan orang tua yang melahirkan perilaku buruk anak dan Ayah Edy menjawab.

* Belajar mendidik anak lebih baik dari CD Parenting Gratis Ayah Edy yang bisa di dapat dengan cara

*.  Mengunduh filenya secara gratis melalui situs: https://onedrive.live.com/?cid=3a914018e2d83d92&id=3A914018E2D83D92!131

*  Membeli 2 buah buku Ayah Edy terbitan Noura Books di Gramedia Jabodetabek, berhadiah gratis langsung di kasir 1 Keping CD Parenting Ayah Edy.

*. Beli 1 buku Ayah Edy melalui fb Ayah Edy - online shopping berhadiah gratis 1 keping CD Talkshow Parenting Gratis.  klik link : https://www.facebook.com/NBTravelnTour?fref=ts

Sumber Perilaku
3.  Pergaulan buruk di sekolahnya

Solusi:
Pindahkan ke sekolah yang lebih peduli akhlak etika perilaku moral ketimbang angka dan nilai semata.

Jika tidak ada sekolah yang seperti itu, maka coba belajar menghome schoolingkan anak. bisa baca infonya di:  http://ayahkita.blogspot.com/2014/08/pertanyaan2-yang-paling-sering.html

Sumber perilaku
4. Pergaulan di Rumah ?
Solusi, berikan banyak kursus atau aktivitas yang sesuai minat dan bakat anak kita dan batasi akses bergaul dengan lingkungan yang kurang baik.

Ada yang ingin menambahkan atau share silahkan tuliskan di kolom komentar tksh.

Dibalik para Pria sukses selalu ada wanita luar biasa ...?



Suatu hari Obama pernah cemburu karena Istrinya sempat berjumpa dengan mantan "pacarnya" di sebuah Cafe.

Obama :  "Untung ya dulu kamu menikah sama saya, kalau tidak kamu hanya jadi Istri seorang pemilik Cafe"

Michelle : "Oh.....sesungguhnya kamulah yg beruntung, seandainya saja dulu dia yang menikahi saya maka dialah yang akan jadi Presiden kita saat ini......." 
jawab Michelle sambil tersenyum.....


NOW WE CAN LEARN PARENTING ANYTIME & ANYWHERE



Yuk ikuti terus bahasannya via Parenting Talkshow di youtube

Inilah Program terbaru persembahan dari Ayah Edy & Lights on Production

Menyaksikan parenting talkshow di tv?

wah repot..., karena waktu tayangnya belum tentu pas dengan waktu senggang kita.

Menyaksikan parenting talkshow ayah edy di youtube....?
Bisa Kapan saja....
Bisa Dari mana saja....
Bisa di ulang-ulang sampai kita paham benar isinya.

Yuk saksikan program terbaru Parenting Talkshow on Youtube by ayah edy dan presenter Feni Rose

klik:  https://www.youtube.com/watch?v=TGt2n0J32LM

RENUNGAN TERBAIK



KOMENTAR MU MENENTUKAN NASIB MU, dan bukan nasib orang yang kamu komentari.

Ketika kita selalu berpikir positif maka hal-hal positiflah yang akan kita jumpai di sepanjang waktu kehidupan kita.

dan ketika kita selalu berpikir negatif maka hal-hal negatiflah yang akan selalu kita jumpai setiap hari.

Jadi jangan mengeluh jika kita termasuk orang-orang yang selalu merasakan pengalaman yang negatif dan tidak menyenangkan di sepanjang hidup kita.

Karena kita dan pikiran kita senidrilah penyebabnya.

Jadi mari kita ubah cara berpikir kita saat ini juga agar kita tidak lagi menjumpai pengalaman negatif dan tidak menyenangkan. 

Nah sekarang mari kita cek cara berpikir  kita yang tercermin dari komentar-komentar kita setiap hari :

1.  Melihat rekan kerjanya naik jabatan
Orang postif :  Saya akan belajar dari dia.
Orang negatif:  Pasti dia  pinter bgt cari muka

2.  Melihat orang pergi Haji
Orang positif : Ya Allah semoga kelak aku bisa seperti dia
Orang negatif:  Hajinya paling cuma buat pamer-pamer doang.

3. Membaca status di fb
Orang Positif : terimakasih untuk infonya izin share ya
Orang negatif:  ah infonya basi saya sudah pernah baca kok

4. Membaca status humor di fb
Orang positif: terimakasih telah bisa membuat saya tersenyum pagi ini
Orang negatif: Garing ! gak lucu !

5.  Turun Hujan
Orang Positif : Alhamdullilah udaranya jadi sejuk
Orang Negatif:  Ah kalo pas lagi perlu terang malah hujan, Dasarr Sial !!

6.  Dapat Gaji
Orang positif :  Alhamdullilah bisa buat bayar-bayar kebutuhan
Orang Negatif:  Percuma gajian juga gak cukup buat bayar2 kebutuhan

7.  Punya Suami
Orang Positif : Alhamdullilah meskipun gajinya tidak besar tapi suamiku baik dan penuh perhatian.
Orang negatif :  Percuma punya suami baik, kalo gak bisa cukupin kebutuhan rumah tangga.

8. Melihat orang berpakaian Sederhana
Orang positif :  duh dia orang yang sederhana sekali ya meskipun pejabat.
Orang Negatif:  Pejabat Tinggi  tapi penampilannya kok kampungan gitu sih.

9. Punya Motor
Orang Negatif : Begini neh kalo naek motor,  kalo pas ujan basah kuyup gak kayak orang yang punya mobil.

Orang Positif:  Alhamdullilah punya motor, enaknya naik motor itu kalo pas panas gak kehujanan dan kalo pas hujan gak kepanasan.

10. Membaca postingan ini
Orang Positif: Terimakasih sudah diingatkan, mohon izin sharing ya biar manfaat bagi yang lain.

Orang Negatif:  "Gak mau baca" karena dianggap menyindir dan menyinggung.

Yang manakah kita....?  akan menentukan nasib kita.

Mau ubah nasib ? ubah cara berpikir kita dan komentar kita setiap hari.

di tulis dari pengalaman pribadi setiap hari bertemu dengan orang-orang berpikir positif dan negatif
by ayah edy


Orang yang negatif thinking akan selalu berpikir  its impossible....
Orang yang positif thinking akan selalu berpikir I am - Posssible....
Beda tipis di kata tapi beda jauh di hasil

by ayah edy

Alhamdullilah baru pulang dari Olah Raga Pagi.

Kita tahu olah raga itu menyehatkan tubuh dan bahkan jauh lebih baik dari obat apapun.

Tapi apakah kita sudah melakukannya...?
Iam possible atau Impossible...?
Selama lebih dari 7 tahun saya membimbing anak-anak yang sering kali dinyatakan bermasalah di sekolahnya.




Alhamdullilah 90% mereka sekarang malah menjadi anak-anak yang sukses di sekolah atau dibidangnya masing-masing.



Dan banyak yang berkarir di Luar Negeri sebagai putera-puteri Indonesia yang sukses menembus dunia.




Cara kami membimbing mereka dan beberapa diantara kisah sukses tersebut kami tuliskan di buku ini

Silahkan di baca sendiri bukunya tersedia di semua toko buku di Indonesia.

ayah edy


JANGAN ASAL MEMILIH PASANGAN HIDUP DAN JANGAN PILIH PASANGAN HIDUP YANG ASAL..?



Anak-anak yang perikalunya bermasalah, sering kali bersumber dari perilaku orang tuanya yang bermasalah dan hubungan orang tuanya yang tidak harmonis.

Hubungan orang tua yang tidak harmonis teryata seringkali bersumber dari proses memilih pasangan hidup yang tidak tepat.

Proses pemilihan pasangan hidup yang tidak tapat sering kali bersumber dari tidak adanya bimbingan dan panduang bagaimana agar kita bisa menemukan pasangan hidup yang paling cocok dan pas bagi kita.

Saat ini kami sedang menulis sebuah buku,  rencananya buku tersebut akan diberi judul, panduan memilih pasangan yang terbaik buat kita atau langkah-langkah menemukan belahan jiwa sejati kita.

Buku ini kami tulis sebagian besar bersumber dari pengalaman hidup kami juga karena keprihatinan kami melihat begitu banyak pasangan muda yang baru saja menikah, namun tak lama sudah berpisah....

Memilah dan memilih pasangan yang tepat bukanlah perkara yang gampang...., baik bagi laki-laku juga bagi perempuan.....

So.... sepertinya kita butuh panduan agar tidak menyesal di kemudian hari.

Ada beberapa pesan penting yang disampaikan dalam buku tersebut adalah

"Pilihlah pasangan karena kebaikan hatinya dan bukan karena penampilan fisiknya saja."

"Pilihlah pasangan yang bisa diajak berjuang mencapai sukses bersama-sama dan bukan hanya mau enaknya saja.."

"Pilihlah pasangan karena visi besar masa depannya dan bukan karena apa yang telah dimilikinya saat ini"

Semoga buku ini kelak bisa membantu para pasangan yang sedang "Galau" memastikan pasangan hidup belahan jiwanya yang akan membawanya pada kesuksesan dan keharmonisan hidup mendatang.

Mohon doa dan dukungannya ya ayah bunda juga para sahabat muda yang tergabung di komunitas ini.

Teruslah simak semua postingan ayah edy di fbnya via link berikkut ini:
Klik: https://www.facebook.com/AYAH-EDY-Parenting-141694892568287/?fref=ts



Perbedaan orang tua yang mendidik anaknya dengan benar malalui Ilmu parenting dan yang tidak,  bisa terlihat dari perilaku anaknya ketika kita sama-sama berada di tempat umum, semisal di taman bermain umum, di tempat makan atau hiburan keluarga.

-ayah edy-

Bagaimana agar Anak Kita Terhindar dari Narkoba?



“Ma, si Aldi dikeluarkan dari sekolah,” ucap Jerry pada mamanya sepulang sekolah.
“Hah? Aldi? Kenapa, Nak?” tanya Dita kaget.
“Aldi ketahuan ngobat, Ma.”
“Maksudnya?”
“Narkoba, Ma.”

“Ya Tuhan ....” Lutut Dita langsung lemas mendengarnya. Bagaimana tidak, ia mengenal Aldi sejak kecil. Aldi dan Jerry satu sekolah sejak SD hingga kini SMA. Jerry dan keluarganya juga bertetangga dengan mereka.

Dita selalu mengingat Aldi sebagai bocah gendut yang lucu. Namun sekarang, ia terjerat narkoba dan dikeluarkan dari sekolah?

Sekarang, jantung Dita berdebar kencang. Bila Aldi bisa terjerat narkoba, bukan tak mungkin putranya sendiri suatu hari mengalami hal serupa.

Bukankah Jerry dan Aldi tinggal dan bersekolah di tempat yang sama? Berarti, lingkungan dan teman-teman mereka juga sama.

Nah, lho ... Dita mulai paranoid dan berprasangka buruk terhadap anaknya sendiri. Dita tahu ini tidak baik, tetapi ia tak bisa menahan rasa khawatirnya. Apa yang harus ia lakukan agar Jerry tetap menjadi “anak manis”?

Aduh ... Ayah Edy, bagaimana menjauhkan anak dari bahaya narkoba? Toloooooooooooooooong ....

Jawaban Ayah Edy:
Ayah-Bunda pembelajar ....

Segala masalah anak biasanya bersumber dari ketidakharmonisan atau ketidakpandaian orangtua dalam mendidiknya. Mari kita bahas hal ini satu per satu:

Satu, ketidakharmonisan orangtua.

Mengapa pasangan suami-istri tidak harmonis? Menurut saya, karena konsep pacaran kita salah. Banyak pasangan yang sebelum menikah berpacaran, tetapi konsep pacarannya hanya “bersenang-senang”. Saya sangat tidak menyetujui konsep pacaran “senang-senang” ini. Pacaran adalah tahap penjajakan sebelum berumah tangga. Dalam tahap ini, pasangan seharusnya membicarakan hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum pernikahan. Tentu saja, yang saya maksud bukan sekadar persiapan resepsi pernikahan. Yang harus dilakukan adalah mengukur bagaimana respons pasangan jika mengalami berbagai masalah saat berumah tangga nanti. Dengan begitu, kita bisa menilai apakah kelak kita akan harmonis.

Tentang ini telah saya seang tuliskan sangat detail dalam buku Jangan Asal Memilih Pasangan Jika Tidak Ingin Menyesal di Kemudian Hari.
Dua, ketidakmampuan orangtua dalam mendidik anak.

Harmonis saja tidak cukup. Selanjutnya orangtua harus belajar parenting. Ini adalah proses yang panjang. Bukan berarti orangtua mengikuti seminar parenting lima kali, lalu langsung pintar. Saya sendiri baru belajar selama lebih dari 14 tahun dan masih terus berproses. Saya terus menemukan hal-hal baru dalam dunia parenting.

Jadi, yang penting, orangtua rutin menambah ilmu dan terus berkembang.

Pasangan suami-istri yang harmonis dan mau terus mempelajari ilmu parenting adalah modal untuk membangun kedekatan dengan anak. Harapan kita, anak akan lebih dekat dengan orangtuanya daripada lingkungannya.

Sebaliknya bila orangtua tidak harmonis dan malas belajar, anak akan cenderung lebih dekat dengan lingkungannya daripada ayah-ibunya. Selanjutnya, lihat saja lingkungan mana yang mendekatinya. Jika lingkungan pemakai narkoba yang mendekatinya, kemungkinan besar ia akan memakai narkoba juga. Jika lingkungan peminum yang mendekati, kemungkinan ia akan menjadi peminum juga. Bila lingkungan perokok, ya ia akan merokok.

Jadi, kembali ke pertanyaan di atas: Bagaimana menjauhkan anak dari narkoba?

Caranya, dekatilah anak. Upayakan agar anak dekat dengan kedua orangtuanya. Anak bermasalah biasanya karena ia tak dekat dengan orangtua sehingga melakukan kompensasi. Ia marah, tetapi tak bisa menyakiti orangtuanya. Ia membalas dendam dengan cara menyakiti dirinya sehingga orangtuanya pun tersakiti.

Bagaimana bila orangtua telanjur tidak harmonis dan tidak dekat dengan anak?

Ayah-Bunda, selama menjadi konsultan parenting, saya telah menemui berbagai macam kasus. Dari kasus anak alkoholik sampai transgender. Saran saya sama: minta maaf pada anak dan bertobat.

Ya, tundukkanlah ego kita sebagai orangtua yang merasa sebagai orang PALING BENAR. Bertobatlah dan meminta maaflah pada anak atas semua kesalahan dan dosa-dosa yang pernah kita lakukan padanya. Dan, ajaklah ia untuk memulai hidup baru yang lebih baik.

Pertama, minta maaf dengan tulus tanpa perlu merasa takut dan khawatir anak menjadi tidak respek pada orangtua. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, anak akan kaget, tidak percaya, dan akhirnya akan respek pada kerendahan hati orangtuanya.

Ratusan anak curhat pada saya menantikan orangtua mereka meminta maaf dan mengakui dengan jujur kesalahan mereka dalam mendidik. Namun, sayangnya amat  jarang orangtua yang mau melakukan hal ini, hingga akhirnya anaknya putus asa.

Namun, saya yakin dan Tuhan pun tahu jika Anda sedang membaca buku ini sekarang, itu menandakan Anda sudah mau menyadari kesalahan selama ini sebagai orangtua, siap untuk bertobat, dan minta maaf pada anak.

Menyadari kesalahan tentu takkan berarti bila Anda belum meminta maaf atas kesalahan yang Anda perbuat.

Dua, akuilah bahwa masalah apa pun yang terjadi pada anak, tidak terlepas dari kesalahan ayah dan bundanya. Saat orangtua menunjuk anak sebagai “pembuat onar” atau “tukang bikin gara-gara”, hanya satu jari yang menunjuk anak. Jemari lainnya menunjuk pada diri kita sendiri.

Permintaan maaf bukan sekadar kata-kata kosong. Sampaikan maaf Anda padanya dengan tulus dan ekspresi yang menunjukkan ketulusan itu. Kalaupun Anda tak dapat menahan air mata, tak perlu malu. Anak pasti bisa membedakan, mana permintaan maaf yang tulus dan mana yang tidak, atau PALSU.

“Nak, maafkan Ayah dan Bunda selama ini. Kami yang salah, kami yang berdosa. Selama ini, kami tidak becus menjadi orangtua buat kamu. Kami tak tahu caranya menjadi orangtua yang baik.

Segala pertengkaran kita selama ini, Ayah dan Bunda yang salah.”
“Apa pun masalah yang sedang kamu hadapi sekarang, kami juga ikut bertanggung jawab. Seandainya kami tidak lalai, kamu pasti takkan menghadapi masalah ini. Mau enggak kamu memaafkan Ayah dan Bunda, Sayang?”

Jika perlu peluklah anak saat berbicara dari hati ke hati ini. Anak mungkin akan kaget dan heran menerima permintaan maaf seperti ini. Namun, jika Anda benar-benar tulus meminta maaf, hatinya pasti tersentuh, walau ia sok cuek atau memasang wajah masa bodoh. Jika ia sudah mengangguk atau mengatakan, “Oke,” saatnya Ayah dan Bunda bertobat.




Tiga, bertobat dan libatkan anak dalam pertobatan ini.
Maaf dan tobat adalah dua hal berbeda. Maaf berarti menyadari kesalahan kita, sedangkan tobat adalah tekad untuk tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Tobat menunjukkan keseriusan kita untuk berubah.

Ambil selembar kertas, lalu katakan pada anak, “Kamu mau membantu Ayah dan Bunda berubah, enggak? Tanpa bantuan kamu, kami tak mungkin bisa berubah. Tolong tuliskan sepuluh hal yang harus kami ubah, Nak. Atau sepuluh hal yang selama ini menyakiti kamu dan membuat kamu menderita. Kami tidak mau melakukannya lagi.”
Empat, tak perlu menolak atau membela diri.

Jika anak sudah menuliskan sepuluh hal yang menurutnya perlu diubah dari Anda, terimalah sepenuh hati. Tanyakan padanya, dari kesepuluh hal itu, mana yang menurutnya paling pertama harus diubah. Atau katakan Anda akan mencoba mengubah satu per satu, mulai dari yang Anda anggap paling bisa Anda lakukan terlebih dahulu.

Dalam proses ini, pasanglah mental baja untuk dikritik, diberi masukan, dan dievaluasi oleh anak. Misalnya bila anak menulis bahwa Anda selama ini pemarah, “tukang kritik” atau “sering menuduh yang bukan-bukan”, jangan sampai mengeluarkan reaksi, “Ah, masa sih Bunda seperti itu? Sepertinya enggak, deh. Kamu jangan mengarang, dong.”

Proses yang sedang kita lakukan ini sama saja dengan bercermin, lalu pantulan di cermin memperlihatkan ada cabai menyelip di gigi Anda, lalu Anda berkata, “Ah, masa sih ada cabai di gigiku. Sepertinya enggak ada, deh.” Kemudian, Anda menuding cerminnya yang tidak beres. 

Sekali lagi, terima saja. Terimalah apa pun yang dituliskan anak tentang diri Anda. Mengapa? Karena begitu orangtua rela dikritik oleh anak, anak akan bersedia dikritik oleh orangtua.

Pesan saya, bila Anda sudah mau dikoreksi dan berubah, jangan langsung meminta anak untuk berubah juga. Percayalah, anak otomatis akan berubah dengan sendirinya, karena anak adalah peniru yang ulung. Jika ia tidak berubah, nuraninya pasti terusik dan ia akan malu hati. Orangtuanya saja mau berubah, masa ia tidak?

Namun, sebagai penegasan, Ayah-Bunda boleh berkata padanya, “Bila Ayah dan Bunda berubah, kira-kira kamu juga mau berubah enggak ya, Sayang?”

Mengapa anak yang “rusak” tak mau berubah? Itu karena orangtuanya juga tidak mau berubah. Ketika anak bermasalah, orangtua datang ke terapis dan minta anaknya diterapi. Orangtua berkata, “Tolong perbaiki anak saya.” Namun, berapa banyak orangtua yang datang ke terapis dan bertanya, “Tolong perbaiki diri saya.”

Maukah Anda datang ke terapis dan berkata, “Ada apa dengan saya sehingga saya berperilaku seperti ini dan akibatnya anak saya bermasalah?”

Ayah-Bunda tersayang, ingatlah bahwa Tuhan Mahabaik. Segala yang terjadi pada kita sebenarnya bukan masalah, melainkan pelajaran. Tuhan memberi kita pelajaran dari cara yang terhalus sampai terkeras. Pelajaran ini diberikan secara bertahap oleh Tuhan.

Ketika anak mulai menjauh dari orangtuanya, sadarkah kita?
Ketika anak mulai bermasalah, sadarkah kita bahwa sumber masalahnya terletak pada diri kita, orangtuanya?

Bila orangtua tak kunjung sadar, maka teguran Tuhan akan semakin keras. Karena itu bukalah mata. Sadarlah. Rengkuhlah anak-anak kita. Jangan biarkan mereka menjauh dan terjatuh dalam lingkungan yang salah.

Perbaikilah diri kita maka anak akan memperbaiki dirinya.

ditulis ulang dari buku Mendidik Anak ABG, buku ayah edy warna Biru. tersedia di Gramedia dan semua toko buku






Anak kita sering kali gagal mengikuti nasehat orang tuanya, tapi tidak pernah gagal mengikuti perilaku orang tuanya.

-ayah edy-

FAKTA MENGERIKAN TENTANG PERILAKU SEKS BEBAS REMAJA INDONESIA



Meningkatnya budaya seks bebas di kalangan pelajar mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Bahkan perilaku seks pra nikah tersebut dari tahun ke tahun meningkat.Pendataan yang dilakukan oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Masri Muadz, menunjukan kasus tersebut menunjukkan peningkatan yang semakin miris bagi kita.

Menurut penuturan Masri kepada okezone, belum lama ini, Wimpie Pangkahila pada tahun 1996 melakukan penelitian terhadap remaja SMA di Bali. Dia mengambil sampling 633. Kesemuanya memiliki pengalaman berhubungan seks pra nikah, dengan persentase perempuan 18% dan 27% laki-laki.

Sedangkan penelitian Situmorang tahun 2001 mencatat, laki-laki dan perempuan di Medan mengatakan sudah melakukan hubungan seks dengan komposisi, 9% perempuan dan 27% laki-laki.

Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) di tahun 2002-2003, remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada: usia 14-19 tahun, perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia 20-24 tahun perempuan 48,6% dan laki-laki 46,5%.SKRRI pun melanjutkan analisanya pada tahun 2003 dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi mereka melakukan seks pra nikah.Menurut SKRRI, faktornya yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual antara lain:


Pertama, pengaruh teman sebaya atau punya pacar. Kedua, punya teman yang setuju dengan hubungan seks para nikah. Ketiga, punya teman yang mendorong untuk melakukan seks pra nikah.Di tahun 2005 Yayasan DKT Indonesia melakukan penelitian yang sama.

DKT memfokuskan penelitiannya di empat kota besar antara lain: Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Medan.Berdasarkan norma yang dianut, 89% remaja tidak setuju adanya seks pra nikah.

Namun, kenyataannya yang terjadi di lapangan, pertama, 82% remaja punya teman yang melakukan seks pra nikah. Kedua, 66% remaja punya teman yang hamil sebelum menikah.



Ketiga, remaja secara terbuka menyatakan melakukan seks pra nikah.Persentase tersebut menunjukkan angka yang fantastis. Jabodetabek 51%, Bandung 54% Surabaya 47% dan Medan 52%.Tahun 2006, PKBI menyebutkan, pertama, kisaran umur pertama kali yakni 13-18 tahun melakukan hubungan seks.

Kedua, 60% tidak menggunakan alat atau obat kontrasepsi. Ketiga, 85% dilakukan di rumah sendiri.Sementara merujuk pada data Terry Hull dkk (1993) dan Utomo dkk (2001), PKBI menyebutkan, 2,5 juta perempuan pernah melakukan aborsi per tahun dan 27% atau kurang lebih 700 ribu remaja dan sebagian besar dengan tidak aman. Selain itu 30-35% aborsi penyumbang kematian ibu.Pada 2007 SKRRI melakukan penelitian kembali.



Penelitian tersebut menunjukkan peningkatatan yang drastis. Pertama, perilaku seks pranikah remaja cenderung terus meningkat dan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) juga terjadi pada remaja. Kedua, jumlah kelompok remaja Indonesia yang menginginkan pelayanan Keluarga Berencana (KB) diberikan kepada mereka.

Ketiga, meningkat jauh dari SKRRI 2002.Keempat, jumlah remaja 15-24 tahun sekira 42 juta jiwa, berarti sekira 37 juta jiwa remaja membutuhkan alokon tidak terpenuhi (unmet need berKB kelompok remaja).Kelima, kelompok ini akan tetap menjadi unmet need. Sebab dalam undang-undang No 10 tahun 1992, pelayanan KB hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri, sesuai dengan pemilihannya.

=========================================
Bahkan, temuan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK-PUSBIH) di tahun 2008 lebih mengagetkan lagi. LSCK-PUSBIH melakukan penelitian terhadap 1.660 mahasiswi di Yogyakarta.Hasil yang mereka dapatkan, 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.
========================================





Penelitian Komnas Perlindungan Anak (KPAI) di 33 Provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 menyimpulkan empat hal: Pertama, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Kedua, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah ciuman, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks. Ketiga, 62,7% remaja SMP tidak perawan. Dan yang terakhir, 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.

Dari sekian lembaga penelitian di atas, menurut Masri, semua elemen harus ikut telibat memberi andil mencari solusi meminimalisir perilaku seks pra nikah. “Budaya ini diam-diam mengancam bangsa Indonesia. Tentu ini membutuhkan penanganan khusus demi mengembalikan budaya timur,” tuturnya.

SUMBER: http://news.okezone.com/read/2010/12/04/338/400182/tiap-tahun-remaja-seks-pra-nikah-meningkat