Indonesia pada hakikatnya merupakan kumpulan dari keluarga yg tersebar dilebih dari 12.000 pulau yg ada di Nusantara. Apabila keluarga2 ini kuat, maka Indonesia akan menjadi Bangsa & Negara yg Kuat dgn sendirinya tanpa perlu konsep yg berbelit-belit & biaya yg membebani negara. Pastikan keluarga & sanak famili kita di seluruh tanah air telah bergabung dlm GERAKAN MEMBANGUN INDONESIA YANG KUAT DARI KELUARGA. Kalau bukan kita, siapa lagi ? Kalau bukan sekarang, kapan lagi ?
SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY
Sunday, February 22, 2009
Ayah apa iya kalo anak saya test IQnya tinggi pasti pintar dan kalo tes IQnya rendah pasti bodoh dan jadi anak gagal...?
Suatu hari saya pernah ditanya oleh bu Deasy yang tinggal di Bandung, berikut adalah pertanyaan persisnya: Ayah Edy, Saya Deasy, Ibu dari tiga orang anak 9, 7 dan 2 tahun. Setelah membaca ulasan ayah sebelumnya saya jadi tergelitik untuk ikutan bertanya, mengenai test IQ. Anak saya yang pertama dan ke dua pernah mengikuti tes IQ dengan hasil yang berbeda, dimana kakaknya redah tapi adiknya justru tinggi sekitar 130. Pertanyaan saya adalah... apa iya kalo anak test IQnya tinggi pasti pintar dan kalo tes IQnya rendah pasti bodoh dan jadi anak gagal dikehidupan...? Bagaimana pandangan Ayah tentang hal ini..?
Inilah jawaban saya pada beliau...,
Bu Deasy yang baik, sebelumnya mari kita ketahui dulu sejarah mengenai apa dan untuk apa tes IQ, dilakukan. Tes IQ pertama kali di perkenalkan kira2 tahun 1911 oleh Alfred Binet, seorang psikolog berkebangsaan Prancis. Adapun tujuan dilakukan tes IQ waktu itu adalah untuk seleksi standar masuk militer atau pekerjaan. Kemudian tes ini berkembang keseluruh dunia sebagai tes seleksi standar dalam hampir semua bidang.
Menurut pandangan MI bahwa test ini sesungguhnya hanya mampu mengidentifikasi salah satu kecerdasan saja, yakni Logika Matematika, padahal kecerdasan manusia itu sangat bervariasi dan tak terhingga, tidak bisa semuanya teridentifikasi oleh tes IQ semacam ini. Contohnya bagaimana kita mengidentifikasi kecerdasan Pablo Picaso, Shakespeare, Thomas Edison, Steven Spielberg dan para jenius dunia lainnya.yang pada masa kecilnya dianggap sebagai anak yang biasa-biasa saja..?
Anak-anak yang mendapatkan skor tingggi dalam tes IQ, menunjukkan bahwa ia memiliki potensi intelegensia Logika Matematika yang bagus dan sebaliknya. Sementara pandangan multiple intteligence adalah Kecerdasan Manusia tidak dapat di ukur, karena sifat otak manusia yang terus berkembang dan dinamis. Hal ini bisa dibuktikan bahwa anak yang sama bila di tes IQ berulang-ulang dalam selang waktu yang berbeda akan menunjukkan hasil yang berbeda-beda, dan kerapkali faktor emotional juga ikut berperan di dalamnya.
Multiple Intelligence lebih menekankan pada aspek pengamatan potensi unggul anak dan bukan pada aspek pengukuran. Sehingga multiple intelligence pada aplikasinya akan selalu dapat mengetahui sisi-sisi keunggulan anak dan membantunya untuk mencapai hasil yang terbaik, sebaliknya tes IQ dalam aplikasinya terbatas hanya pada memberikan lebel-lebel pada anak seperti Cerdas, Rata-rata, Dibawah rata-rata dst. yang justru akan membuat pertumbuhan dinamis otak anak terganggu. Test IQ jika kita perhatikan hampir tidak pernah dapat memberikan jalan keluar bagi anak-anak yang mendapat skor rendah, bahkan mengesankan bahwa mereka yang mendapat skor rendah cenderung akan tervonis manjadi anak gagal.
Jadi sekali lagi perlu kita ingat bahwa dalam konsep Multiple Intelligence yang didukung oleh penelitian Sains Otak, mamandang bahwa tidak ada anak yang bodoh, semua anak terlahir pintar, ya.. pintar pada bidang-bidang yang menjadi keunggulannya masing-masing.
Bu Deasy yang baik, menjawab pertanyaan ibu apakah adiknya kelak akan jauh lebih sukses dari kakaknya dalam hidup, tentu saja saya tidak bisa memastikannya, karena kesuksesan hidup itu banyak sekali faktor penentunya, tidak hanya faktor IQ tinggi saja, malainkan juga faktor Emotional Intelligence, lingkungan pembentuknya, dsb.
Berikut ini ada sebuah guyonan terkenal yang mungkin juga baik untuk kita renungkan bersama.
Suatu ketika ada 3 orang sahabat yang kuliah di Universitas Harvard, dan pada saat mereka selesai ujian sahabat A mendapat nilai paling tinggi di tesnya, sahabat B sedang-sedang saja, kemudian sahabat C mendapat nilai paling rendah. Tak lama kemudian sahabat A karena nilainya sangat tinggi cepat mendapat pekerjaan, begitu juga sahabat B meskipun sulit akhirnya mendapatkan juga. Namun malangnya sahabat C sulit sekali mendapat pekerjaan dengan nilainya yang sedemikian rendah dan pas-pasan.
30 tahun berlalu sudah, tiba-tiba ketiga sahabat tersebut terkaget-kaget waktu bertemu di satu perusahaan. Eh ngomong-ngomong kok bisa ya kita ketemu disini, lalu sahabat yang paling rendah nilainya bertanya pada sahabat A, eh kamu di sini jadi apa...? Lalu dengan bangga sahabat A menjawab, oh kamu tidak tahu rupanya kalo aku adalah konsultan senior untuk perusahan ini, lalu kalo kamu jadi apanya tanya sahabat C pada sahabat B, Oh kamu juga enggak tau ya...kalo aku ini adalah salah satu Direktur diperusahaan ini. Sahabat C tampak terkagum-kagum, Oh kalian semua hebat, luar biasa katanya...., Lalu kedua sahabat A & B tertegun sejenak, dan secara bersamaan bertanya....lah kalo kamu sendiri ada disini sedang apa...? Lalu dengan santai sahabat C menjawab, Oh kalo saya sedang ada rapat komisaris pemegang saham di perusahaan saya ini.
Bill Gate adalah orang yang sangat menyukai guyonan ini. Meskipun Bill Gate tidak pernah lulus dari Harvard, namun ia telah membuktikan pada dunia bahwa sukses yang diraihnya tidak ditentukan oleh skoring nilai dan tes melainkan dari Potensi unggul yang berhasil di gali dan dikembangkan hingga menjadi yang terbaik di bidangnya.
SUMBER: Majalah Mother & Baby, Rubrik Ayah Edy Menjawab.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment