Indonesia pada hakikatnya merupakan kumpulan dari keluarga yg tersebar dilebih dari 12.000 pulau yg ada di Nusantara. Apabila keluarga2 ini kuat, maka Indonesia akan menjadi Bangsa & Negara yg Kuat dgn sendirinya tanpa perlu konsep yg berbelit-belit & biaya yg membebani negara. Pastikan keluarga & sanak famili kita di seluruh tanah air telah bergabung dlm GERAKAN MEMBANGUN INDONESIA YANG KUAT DARI KELUARGA. Kalau bukan kita, siapa lagi ? Kalau bukan sekarang, kapan lagi ?
SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY
Saturday, May 30, 2009
Jeli dalam memilih sekolah yang tepat dan cocok untuk anak kita
Hampir semua sekolah saat ini mengklaim dirinya sebagai sekolah unggulan dengan berbagai variasi kata seperti sekolah Teladan, sekolah Favorit dsb. namun nyatanya begitu anak kita disekolahkan di sana malah dinyatakan bermasalah atau mogok sekolah.
Yang lebih buruk lagi sekolah yang mengklaim dirinya unggulan tadi tidak mampu membuat semua anak menjadi anak yang unggul dibidangnya masing-masing, padahal untuk bisa masuk saja anak kita harus di saring dulu, dipilih dulu mana yang layak di didik dan tidak layak didik.
Bagaimana mungkin sebuah mesin yang bahan bakunya emas dan hanya menghasilkan emas kembali bisa dikatakan sebagai mesin yang unggul. Bahkan tukang emas di pasar pun sangat pandai untuk membuat perhiasan emas dari bahan baku emas. Justru sebuah mesin yang hebat dan unggul mestinya mampu membuat sesuatu dari bahan baku yang dianggap tak bernilai/sampah menjadi suatu produk yang bernilai jual seperti emas.
Oleh karena itu agar kita tidak bingung dan terjebak pada persaingan promosi Sekolah ada baiknya kita membaca ciri-ciri sekolah yang benar-benar unggul yang nantinya bisa dipastikan akan membuat anak-anak kita benar-benar unggul di kehidupan nyata.
Berikut ini ada sebuah tulisan yang mungkin baisa membantu kita semua para orang tua yang hendak mencari sekolah bagi putra-putrinya.
I. Hasil Penelitian Pada Sistem Sekolah yang ada pada umumnya:
Berpusat pada Jasmani saja, bukan pada Jasmani dan Rohani (Holistic) kurangnya pemahaman mengenai aspek rohani yang meliputi fungsi-fungsi kerja otak dan psikologi perkembangan anak dll.
Berpusat pada kepentingan guru bukan murid (yang penting sdh ngajar tak perduli murid mengerti atau tidak) Pertanyaan yang lazim diantara para guru dan kepala sekolah....eh sudah sampai dimana ngajarnya....? wah aku mesti ngebut nich waktunya sudah hampir habis.
Berpusat pada target materi/kurikulum bukan dinamika kelas (yang penting target selesai, tak perduli kelas pasif, ribut atau murid bolos sekalipun)
Berpusat pada pemahaman fungsi otak yang terbatas (IQ) bukan pada Multiple Intelligence (Kecerdasan Unik tanpa batas) Pengakuan anak pandai yang sangat terbatas pada kemampuan Eksakta & Verbal. “Jadi wajar bila dalam tiap kelas paling-paling Cuma ada 5 orang saja yang pandai dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Berpusat pada kemampuan Naluri Mengajar bukan pada keahlian profesional mengajar berdasarkan pelatihan. (Sebagian besar guru mengajar berdasarkan naluri dan sedikit pengalaman bagaimana mereka dulu di ajar)
Berpusat pada LOWER ORDER THINKING bukan Highly Order Thinking. (Menghapal soal yang Jawaban sudah ada/dimiliki gurunya)
Berpusat pada 1 Model TES (Verbal Test Model/Schoolastic Aptitude Test) bukan berdasarkan tes beragam yang disesuaikan dengan jenis bidang dan mata pelajaran dan keunggulan spesifik anak.
Berpusat pada hasil akhir (hanya sebagai uji ingatan bukan pada proses perbaikan yang diamati dan dicatat dari waktu kewaktu)
Berpusat pada proses Imaginatif bukan realitas (anak kita tidak pernah mengerti manfaat ilmu yang diajarkan bagi realitas hidup mereka kelak)
Guru sebagai sumber kebenaran (sindrom Teko Cangkir bukan korek api dan kayu bakar) bahwa guru hanya sebagai menuang air bukan pembangkin minat belajar anak.
Berpusat pada ruang dan tempat yang terbatas. (Bayangkan anda duduk disatu ruangan selama berjam-jam, apa lagi kursinya keras) nah itulah yang dialami murid-murid di sekolah kita, duduk dibangku yang keras selama berjam-jam.
Miskinnya pemberian dukungan belajar/Motivasi dari para guru (guru lebih suka memuji yang sukses dari pada membangkitkan yang gagal serta memuji usaha kebangkitannya, terlepas dari kegagalan demi kegagalan (Sindrom Belajar Sepeda) Dalam belajar sepeda kita bisa baru bisa naik sepeda setelah beberapa kali mengalami kegagalan. Tidak pernah ada anak yang langsung bisa naik sepeda tanpa pernah jatuh.
Guru sebagai penguji bukan sebagai pembimbing, Guru merasa tidak bertanggung jawab terhadap kegagalan para siswanya dalam ujian yang dibuatnya sendiri. Salah satu sistem pendidikan di perguruan tinggi di AS. menempatkan dosen sebagai pendamping, sedangkan yang menentukan kelulusan adalah pihak luar sekolah yang juga merupakan user dari si siswa. Kegagalan siswa dalam ujian sekaligus menunjukkan kegagalan dosen dalam mengajar.
Berpusat pada Tradisi bukan Kreatifitas (HOT SPOT – Hot Spot adalah kurikulum dinamis dan pembahasan masalah yang tidak didasarkan pada buku wajib, malainkan dibahas dan dikembangkan dari kasus-kasus yang sedang terjadi disekitar kehidupan anak-anak), Sementara Tradisi Kurikulum adalah statis, selalu sama yang diajarkan dan sering kali tidak relevan dengan perubahan zaman yang dialami siswanya sekarang, sehingga pendidikan dari waktu-kewaktu tidak mengalami kemajuan. Ingat waktu kita masih kecil bagaimana kita diajari menggambar..... apa yang yang kita gambar.....? Pemandangan dengan dua buah gunung, jalan ditengahnya, pohon dipinggir jalan.....? nah itulah salah satu contoh metode “Tradisi” dalam mengajar.
Sekolah Lebih tepat disebut sebagai Lembaga Pengajaran bukan Lembaga Pendidikan, (Mengajar adalah membuat tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa sedangkan Mendidik adalah membuat anak tidak mau menjadi mau.) Sasaran mengajar adalah Ilmu sedangkan sasaran mendidik adalah moral dan karakter. Oleh karena wajar jika banyak anak didik disekolah yang justru memiliki karakter sama seperti orang yang tidak terdidik.
II. Hasil Riset Sistem Sekolah Berbasiskan Multiple Intelligence dan Holistic Learning
Selain memperhatikan unsur-unsur tersebut di atas, ada beberapa poin yang dapat membantu orang tua dalam memilih sekolah yang benar-benar berkualitas bagi masa depan anaknya.
Memiliki Konsep Sekolah yang jelas dan tepat.
Konsep sekolah sangat penting, karena konsep ibarat sebuah “resep” dalam pembuatan kue, Hanya konsep yang tepat sajalah yang akan menghasilkan kue-kue yang berkualitas. Oleh karena itu jenis kue yang sama sering kali memiliki rasa yang berbeda-beda. Hanya kue dengan resep yang tepatlah yang dapat menghasilkan rasa yang lezat dan disukai.
Pemahaman yang mendalam akan konsep sekolah
Seluruh Jajaran mulai dari pimpinan, guru, administrasi secara keseluruhan mengetahui dan memahami Konsep Dasarnya yang dimiliki oleh sekolahnya, dan menerapkan konsep tersebut kepada siswa dalam proses belajar dan mengajar.
Program Pengembangan SDM yang kontinu
Guru-guru yang secara terus-menerus mendapat pelatihan dan program pengembangan yang berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan keahliannya.
Melibatkan Orang tua dan anak secara aktif.
Proses ini akan sangat membantu kedua belah pihak untuk dapat menjamin tersolusikannya setiap permasalahan anak. Karena anak pada dasarnya merupakan produk orang tua dan sekolahnya. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengadakan pelatihan pendidikan bagi orang tua, Voluntary Parent, Pemecahan Problem Prilaku Bersama, Kunjungan ke Objek Pembelajaran Luar Sekolah.
Dasar Rekrutmen Guru-guru yang tepat dan ketat.
Pemilihan guru dan para pendidik harus lebih mengutamakan pada Kecintaan kepada anak serta bidang pendidikan bukan pada Gelar-gelar akademik semata, karena banyak sekali guru yang bergelar tinggi tapi justru tidak mencintai bidangnya.
Guru yang memahami psikologi perkembangan anak
Para gurunya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai psikologi anak dan pendidikan. (Psikologi Perkembangan, Gaya Belajar, Komunikasi). Dia bisa menjelasakan tidak hanya apa yang diberikan dalam proses pembelajaran akan tetapi juga mengapa dan untuk apa hal itu diberikan pada anak.
Para guru yang menguasai teknik-teknik pengajaran dan pendidikan.
Guru harus menempatkan posisinya sebagai sahabat bagi siswa bukan sebagai instruktur; sehingga siswa merasa belajar dengan sahabatnya bukan dengan instrukturnya.
Sistem dan Pola Pembelajaran yang mengacu pada proses perkembangan kemampuan secara berkala, bukan pada ujian akhir.
Penilaian hasil sebuah pembelajaran adalah proses peningkatan dari waktu-kewaktu kemampuan siswa, mulai dari tidak bisa menjadi bisa dan mahir bukan hanya berbasiskan tes/ujian di akhir masa pembelajaran saja. Sistem ini disebut sebagai “Portfolio Management”
Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang memberdayakan kemampuan uggul “unik” setiap anak. Tidak memberlakukan sistem ranking dan rata-rata kelas, akan melainkan menggunakan sistem yang mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan masing-masing individu dengan berfokus pada keunggulannya. Sehingga anak paham akan potensi keunggulan dirinya masing-masing.
Tidak menggunakan kelas sebagai satu-satunya tempat belajar.
Setiap tempat adalah tempat belajar yang baik dan sempurna bagi siswa, sementara kelas adalah hanya salah satunya.
Tidak menggunakan papan tulis dan buku sebagai satu-satunya media belajar.
Media belajar yang baik adalah dengan membuat alat pembelajaran sendiri dari lingkungannya dengan mengandalkan ide-ide kreatif dari guru dan siswa. Buku dan papan tulis hanyalah alat bantu untuk memvisualisasikan apa yang diinginkan oleh guru pada siswanya.
Materi yang seimbang antara akademik dan life skill.
Diluar sekolah anak akan menghadapi berbagai macam tantangan kehidupan nyata bagi dirinya saat ini dan kelak setelah dewasa. Oleh karena itu pembelajaran kehidupan dan bagaimana untuk dapat hidup dimasyarakat jauh lebih utama untuk dikuasai oleh para siswa. Bukan hanya mengagung-agungkan nilai EBTA, Sumatif Tes atau IPK, yang nyata-nyata kontribusinya tidak besar bagi sukses kehidupan anak kelak.
Mau menerima masukkan dari luar untuk proses pengembangan sistem pembelajaran.
Jelas bahwa sekolah bukanlah institusi yang paling sempurna dalam mendidik dan mengembangkan kemampuan siswa, oleh karenanya sekolah sangat memerlukan berbagai masukan yang tepat dari berbagai pihak untuk dapat mendidik lebih baik.
Anak antusias, kreatif, kritis dan senang sekali bersekolah dan diajak bicara tentang sekolahnya. Ini merupakah alat ukur yang paling mudah bagi orang tua yang ingin mengetahui apakah sekolah yang dipilihnya cocok untuk anaknya.
Anak kita akan menjadi lebih baik dalam waktu 3 s/d 6 bulan.
Sistem pendidikan yang baik tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk mengembangkan anak didiknya, baik yang berhubungan dengan kemampuan krititis ataupun prilaku terpuji dari anak kita. Perubahan itu seharusnya akan mulai terlihat dan dirasakan oleh orang tua pada semester-semester awal dan terus berlangsung sepanjang periode pembelajaran.
Tanya jawab seputar sekolah:
Apakah sekolah semacam ini ada..? jawabanya ada, namun tidak banyak dan beberapa diantaranya sudah memuat poin di atas meskipun belum seluruhnya.
Dimana..? masih sangat sporadis dan biasanya bentuknya semacam sekolah alam. Diaerah mana saja..? Beberapa diantaranya Sekolah Dasar Insantama di Bogor, Sekolah TK Star Int'l Bogor, Sekolah Dasar dan Menengah, Alam Ciganjur, Sekolah Semut-semut di Cimanggis, Sekolah Tunas Global di Depok, Sekolah Masterpiece di BSD, Sekolah SD Peradaban di Serang Banten dan Rumah Cendikia di Makassar.
Mungkin masih banyak lagi di daerah lainnya dan biasanya sekolah ini tidak banyak berpromosi yang berlebih-lebihan atau di lebih-lebihkan, karena beritanya sudah menyebar dari orang tua yang sudah menyekolahkan anaknya disana.
Jenjangnya bervariasi mulai TK, SD, SMP hingga SMA.
Semoga sekolah semacam ini akan semakin banyak tersebar diseluruh pelosok tanah air tercinta.
Wednesday, May 20, 2009
SELAMAT HARI KEBANGKITAN NASIONAL
BANGKITLAH BANGSAKU! BANGKITLAH NEGERIKU!
Tom Peters.... adalah seorang Konsultant Bisnis terkemuka dunia dan sangat dihormati karena pemikiran-pemikirannya yang luar biasa briliant.
Suatu ketika ia pernah melakukan penelitian, begini katanya....Saya selalu sangat tertarik untuk mengetahui mengapa beberapa perusahaan bisa menjadi yang terbaik dan unggul dalam persaingan bisnis yang begitu keras, semantara beberapa lainnya malah terpuruk dan bangkrut.
Ada satu temuan menarik; ternyata dalam setiap perusahaan yang unggul; saya selalu menemukan ciri-ciri yang sama bahwa para pegawainya yang biasa-biasa saja, dengan jabatan dan gaji yang biasa-biasa pula tapi justru melakukan hal-hal yang luar biasa untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan dan pelanggannya.
Dan selanjutnya saya juga mendapati hal yang sama pada negara-negara yang unggul dalam persaingan seperti Jepang misalnya; pada saat saya disana saya banyak mendapati penduduk Jepang yang biasa-biasa saja yang merupakan rakyat kecil biasa; tapi justru melakukan hal-hal yang luar biasa bagi bangsa dan negaranya.
Wahai para orang tua dan guru.... yang selama ini anda merasa sebagai orang yang biasa-biasa saja, dari keluarga yang biasa-biasa saja pula; marilah kita bersama-sama untuk melakukan hal-hal yang luar biasa bagi bangsa dan negara kita..... juga bagi anak-anak kita...., Karena ternyata Negara yang Hebat itu dibangun oleh penduduknya yang biasa-biasa saja....tapi mau melakukan hal-hal yang LUAR BIASA bagi bangsanya. Bukan oleh orang yang merasa LUAR BIASA tapi hanya bisa melakukan hal-hal yang justru sesungguhnya biasa-biasa saja.
Wahai para orang tua dan guru diseluruh pelosok tanah air tercinta, yang selama ini merasa sebagai orang biasa-biasa saja, dari keluarga yang juga biasa-biasa pula. Maka mulai hari ini, mari kita mulai melakukan hal-hal yang luar biasa bagi bangsa ini, yakni dengan MEMBINA KELUARGA YANG HARMONIS DAN MENDIDIK ANAK-ANAK KITA SECARA TEPAT AGAR MEREKA TUMBUH SEHAT MENTAL DAN INTELEKTUAL UNTUK BISA MENJADI GENERASI PENERUS BANGSA YANG LEBIH BAIK.
Saya teringat orang bijak pernah berkata; "Sesungguhnya tidak ada pekerjaan apapun didunia ini yang lebih penting dan mulia melainkan adalah Menjadi Orang Tua yang baik bagi anak-anaknya".
"Lihatlah betapa Dunia ini bisa menjadi lebih baik hanya jika kita memiliki para pemimpinnya baik, Lihatlah betapa seorang pemimpin bisa menjadi baik hanya jika mereka memiliki orang tua yang baik yang mendidik mereka secara tepat".
"Betapa sejarah telah membuktikan kepada kita bahwa orang-orang seperti Adolf Hitler, Musollini dan sebagian besar diktator lainnya adalah orang-orang yang memiliki kehidupan masa lalu yang kelam bersama orang tua atau keluarga mereka".
Mari kita mulai segalanya dari KELUARGA !
Let's make Indonesian Strong from Home..!
JIKA KITA MAU, KITA PASTI BISA !
Salam Hangat,
ayah edy
Tuesday, May 19, 2009
Audio Book Ayah Edy
Kepada para orang tua dan guru yang berbahagia di seluruh tanah air tercinta.
Dengan izin Tuhan Yang Maha Kuasa, Segera Beredar Audio Book Ayah Edy yang berisikan kisah-kisah Inspirasi Terbaik Parenting dan Pendidikan.
Dapatkan segera di Toko Buku GRAMEDIA yang ada di kota anda.
Mari kita bangun Indonesia yang kuat dari Keluarga melalui anak-anak kita tercinta di rumah.
Salam hangat,
AE Management
Tuesday, May 12, 2009
Cuplikan Komentar Ayah Edy
--------------------------------------------------------------------
Ayah Edy disela-sela waktunya selalu membaca komentar yang diberikan para simpatisan dan pembaca Artikel yang ditulisnya.
Berikut adalah cuplikan komentar ayah pada artikel "Sekolah Knowing dan Sekolah Being" yang di terbitkan pada bulan September 2008.
Saya baru mendapatkan berita dari seorang teman di Australia yang menyekolahkan anaknya di kelas 5 Elementary.
Katanya: Orang Australia jauh lebih khawatir jika anak-anak murid mereka tidak menyebrang jalan dengan benar, mengelola sampah dengan baik, berbicara dengan santun, berempati, peduli terhadap teman dan lingkungan serta berpikir kritis terhadap hal-hal yang merusak/menggangu, ketimbang jika anak kelas lima mereka tidak menguasai matematika dan pelajaran Akademis lainnya.
Karena mereka mengatakan bahwa kita hanya perlu waktu 3 bulan untuk melatih seorang anak bisa metematika, namun diperlukan waktu lebih dari 15 tahun untuk bisa membuat seorang anak mampu berempati, peduli teman dan lingkungan serta memiliki karakter yang mulia untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Dan ternyata waktu mendidik Karakter itu tidak bisa dilakukan kapan saja, melainkan memiliki rentang waktu yang sangat terbatas sekali yakni sejak mereka Balita hingga Remaja. Sementara kita bisa mengajarkan materi akademis kapan saja diperlukan tanpa ada batas waktunya.
Jadi wajarlah jika mereka lebih menaruh perhatian pada pembentukan karakter anak ketimbang kemampuan akademis.
Namun apakah pandangan ini bisa diterima di negeri kita? mari kita renungkan bersama.
SEGERA TEMUKAN DAN BACA ISI LENGKAP ARTIKELNYA DI BLOG INI SEKARANG JUGA !
Ayah Edy disela-sela waktunya selalu membaca komentar yang diberikan para simpatisan dan pembaca Artikel yang ditulisnya.
Berikut adalah cuplikan komentar ayah pada artikel "Sekolah Knowing dan Sekolah Being" yang di terbitkan pada bulan September 2008.
Saya baru mendapatkan berita dari seorang teman di Australia yang menyekolahkan anaknya di kelas 5 Elementary.
Katanya: Orang Australia jauh lebih khawatir jika anak-anak murid mereka tidak menyebrang jalan dengan benar, mengelola sampah dengan baik, berbicara dengan santun, berempati, peduli terhadap teman dan lingkungan serta berpikir kritis terhadap hal-hal yang merusak/menggangu, ketimbang jika anak kelas lima mereka tidak menguasai matematika dan pelajaran Akademis lainnya.
Karena mereka mengatakan bahwa kita hanya perlu waktu 3 bulan untuk melatih seorang anak bisa metematika, namun diperlukan waktu lebih dari 15 tahun untuk bisa membuat seorang anak mampu berempati, peduli teman dan lingkungan serta memiliki karakter yang mulia untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Dan ternyata waktu mendidik Karakter itu tidak bisa dilakukan kapan saja, melainkan memiliki rentang waktu yang sangat terbatas sekali yakni sejak mereka Balita hingga Remaja. Sementara kita bisa mengajarkan materi akademis kapan saja diperlukan tanpa ada batas waktunya.
Jadi wajarlah jika mereka lebih menaruh perhatian pada pembentukan karakter anak ketimbang kemampuan akademis.
Namun apakah pandangan ini bisa diterima di negeri kita? mari kita renungkan bersama.
SEGERA TEMUKAN DAN BACA ISI LENGKAP ARTIKELNYA DI BLOG INI SEKARANG JUGA !
Monday, May 11, 2009
PENDIDIKAN DIMATA SEORANG SENIMAN
Para orang tua dan guru yang saya cintai dimanapun anda berada.
Suatu hari saya menghadiri sebuah acara simposium pendidikan yang diselenggarakan di Jakarta, oleh Forum Pengajar, Dokter dan Psikolog bagi Ibu Pertiwi. yang mengambil tema "Peran Pengajar, Dokter, dan Psikolog dalam Mengembalikan Arah Pendidikan yang berlandaskan Budaya Nusantara demi Keselamatan Generasi bangsa"
Acara itu sungguh luar biasa dan dihadiri oleh lebih dari 1500 orang peserta yang sebagian besar adalah pendidik dan guru. Pembicara yang hadir juga merupakan orang-orang yang luar biasa peduli di bidang pendidikan, mulai dari wakil guru yang ada di hutan rimba alias Butet Manurung, hingga wakil tokoh besar pendidikan Yayasan Perguruan Taman Siswa, Ki Hajardewantara. Di forum ini juga tidak ketinggalan hadir Tokoh Lintas agama Bapak Anand Krishna, seniman, budayawan artis dan lain sebagainya.
Menurut saya sebenarnya simposium ini nyaris sempurna, seandainya saja waktu itu Menteri Pendidikan dan Menteri Kesehatan sebagai tokoh sentral yang diundang sempat menyaksikan langsung acara simposium ini. Tapi apa mau dikata The Show Must Go On! begitu kira-kira kata salah seorang pembicara.
Namun ada satu hal yang paling menarik bagi saya dari seluruh acara, yakni sebuah puisi yang dibacakan oleh seorang seniman, namanya Mas Agus Sarjono, yang isinya betul-betul membuat hati saya tergelitik, puisi ini merupakan sebuah kritik sosial yang dibuat sangat cantik dan mengena bagi kita semua, terutama para tokoh pendidikan yang ada di negeri ini....
Dan dengan kerendahan hati serta ijin dari Mas Agus Sarjono yang saya dapatkan melalui Pengurus Forum tersebut, saya ingin anda juga bisa mendengar dan sekaligus merenungkannya. Mari kita simak bersama isinya;
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan sapaan palsu. Lalu mereka pun belajar sejarah palsu dari buku-buku palsu.
Di akhir sekolah mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkan amplop, berisi perhatian dan rasa hormat palsu.
Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan tolakan palsu, akhirnya pak guru dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru.
Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, mereka pun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagian menjadi guru, ilmuwan atau seniman yang juga palsu.
Dengan gairah tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus palsu dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri yang dijaga pejabat-pejabat palsu.
Masyarakat pun berniaga dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan gagasan-gagasan palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring dan palsu.
Demikianlah puisi yang dibuat dan dibacakan langsung oleh Mas Agus Sarjono, pada acara simposium besar Forum Pengajar, Dokter dan Psikolog yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 2007.
Meskipun ini hanyalah sebuah puisi, tapi paling tidak puisi ini bisa menjelaskan mengapa begitu banyak kita menemukan kepalsuan yang terjadi di negeri ini.
Mari kita renungkan bersama.......
SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2 MEI 2009 !
Mengapa anak saya jadi TIDAK MANDIRI ya..?
Suatu hari ada seorang ibu yang datang pada saya mengadukan perihal anaknya yang sudah berusia 14 tahun. Katanya anak ini sangat tidak mandiri, segalanya harus serba disiapkan, segalanya harus serba dibantu, kemana-mana harus selalu diantar dan ditemani....Saya jadi bingung nanti besarnya bagaimana anak saya ini...?
Begitulah banyak sekali orang tua yang mengeluhkan anaknya yang tidak mandiri. Sebenarnya siapakah yang menciptakan anak jadi tidak mandiri. Nenny Deborah salah satu tim yang ada di Nanny 911 mengatakan bahwa prilaku bermasalah pada anak bukanlah bawaan lahir melainkan bentukan dari orang tua.
Apa benar ucapan Nanny Deb ini...? mari kita telusuri bersama....
Pada saat seorang bayi dilahirkan ia hanya bisa terlentang, namun seiring pertumbuhannya, bayi tersebut pada akhirnya bisa tengkurap. Siapa yang mengajarinya....? apakah ia perlu bantuan untuk melakukan hal itu...., jelas tidak, apa buktinya ya, kita terbiasa mendengar ucapan seorang ibu yang melihat bayinya tengkurap berkata seperti ini, eh...anakku sekarang sudah bisa tengkurap. Lalu dengan bertambahnya usia, sang bayi mulai mampu merangkak, merambat dan akhirnya berjalan....kembali lagi orang tua akan berucap eh...anakku sekarang sudah bisa berjalan ya....Luar Biasa...! kembali lagi apakah si anak perlu bantuan/pelatihan sampai ia bisa berjalan...? Jelas tidak ! dia berusaha sendiri, jatuh bangun jatuh dan bangun lagi, sampai ia bisa berdiri dan berjalan sendiri.
Jadi jelas anak kita terlahir dengan kemampuan untuk jadi anak yang mandiri. Lantas siapa yang telah membuatnya jadi tidak mandiri.
Coba perhatikan ketika anak kita mulai di usia balita, mulailah terjadi proses intervensi dari orang dewasa terutama orang tuanya yang melatih si anak untuk jadi TIDAK MANDIRI.
Lihatlah waktu anak kita belajar untuk menyuapkan makanan sendiri, harusnya masuk ke mulut tapi ternyata harus mampir dulu ke pipi, kemudian tumpah ke sana sini, apa yang kita lakukan..., apakah kita menyemangati anak kita untuk terus mencoba hingga berhasil mendaratkan sendoknya dimulut atau malah ucapan seperti ini yang keluar dari kita.... ya...sudah sini mama suapin aja dech, biar gak tumpah-tumpah....akhirnya kita keterusan menyuapi hingga si anak besar.
Kemudian pada saat si anak berusaha untuk minum dengan gelas, kemudian jatuh lalu dia ambil lagi, dan tumpah ke sana sini...apa yang kita lakukan, apakah kita menyemangati anak dengan berkata seperti ini, "tidak apa-apa nak, ayo coba lagi, hati-hati ya licin ada air di lantai", atau malah kita berucap seperti ini “ sudah sini airnya biar mama ambilin dan gelasnya mama pegangin, biar gak tumpah.
Kemudian pada saat si anak bertambah besar, dan berusaha untuk minum dari gelas air mineral, dia berusaha untuk menusukkan sedotan dan berkali-kali dicoba namun belum berhasil juga... apa yang kita lakukan? apakah kita memotivasinya untuk terus melakukan sampai bisa atau “Susah ya..? sini sayang biar mama bantu ya....”
Yes..! akhirnya andalah yang menusukkan sedotan tsb ke gelas air mineral. Semua intervensi inilah yang ditangkap anak bahwa ia tidak boleh melakukannya sendiri(mandiri) melainkan harus selalu dibantu karena kamu tidak mampu melakukannya.
Begitu selanjutnya kemudian orang tua meminta pengasuh anak kita untuk menjadi pelayan bagi mereka, mau makan diambilkan, mau minum diambilkan, pakai sepatu di pakaikan, pakai baju dipakaikan padahal mereka sudah sampai pada usia yang mestinya sudah bisa melakukannya sendiri. Menurut anda proses apa ini namannya...? Pemandirian anak atau pemandulan kemandirian anak...? Jadi wajarlah jika seorang anak pada akhirnya jadi tidak mandiri. Orang tualah yang ternyata telah mengajarkannya tanpa sadar.
Perhatikanlah dengan mudahnya kita memberi uang parkir setiap kali mobil kita berhenti di depan toko. Dan perhatikanlah akibatnya begitu menjamurnya tukan parkir liar di mana-mana mulai dari remaja pengangguran bahkan sekarang sudah merambah pada anak-anak. Mereka semua hidupnya tidak mandiri karena kitalah yang telah mendidiknya tanpa sadar. Terlepas dari itu semua...
Begitulah tradisi kita yang sudah diwariskan secara turun-temurun untuk membuat segalanya serba mudah bagi anak kita, untuk membuat segalanya serba tersedia, segalanya diperoleh tanpa usaha, mau pakai ada, mau apa saja tinggal minta.
Tapi aneh bin ajaib kenapa akhirnya kita mengeluh sendiri....mana kala kita menemukan anak kita begitu tergantung pada orang tuanya. Mengapa anak saya kok tidak mandiri...?
Oke kalo begitu mulai hari ini ajari mereka untuk ikut terlibat melakukan prosesnya sebelum bisa melakukan sesuatu. Kalau mau makan harus ambil piring sendiri, menyendokan nasi sendiri, makan sendiri tanpa disuapi. Mulai diajak terlibat dalam berbagai aktivitas rumah tangga. Jangan lagi mendapatkan segala sesuatu dengan mudah melainkan harus melalui usaha. Mau dapat mainan harus beli, agar bisa beli harus punya uang, untuk bisa punya uang harus menabung dan bekerja membantu ibu, atau membuat sesuatu yang dijual kepada orang tua.
Bapak dan ibu yang saya cintai, begitulah yang saya pelajari dari teman saya yang anaknya terlihat begitu mandiri. Dia betul-betul memberikan kesempatan sejak kecil pada anaknya untuk bisa melakukan dan mencoba sendiri berbagai hal sampai bisa, tidak perduli rumahnya kotor dan berantakan. Dan saat ini saya sedang menerapkan model pendidikan yang sama pada anak-anak saya dirumah.
Betul sekali memang tidak mudah...., karena mungkin kita dulupun lebih kurang di didik dengan pola yang tidak memandirikan kita oleh orang tua kita. Ya tentunya dengan berbagai alasan seperti, kasihan masih kecil, tega bener sich sama anak kok kecil-kecil sudah di minta cuci mobil papa untuk bisa dapat uang, dan beribu alasan lainnya.
Sekali lagi pilihan sepenuhnya ada di tangan kita masing-masing, tapi setidaknya kita telah mengetahui sebab dari seorang anak menjadi tidak mandiri.
Anak otak kanan yang lambat menyelesaikan tugas
Para orang tua yang berbahagia, suatu hari saya pernah kedatangan orang tua yang mengeluhkan anaknya yang disekolahnya tidak pernah bisa menyelesaikan tugas gurunya dengan tepat waktu, bila ujian iapun tidak mampu untuk menyelesaikannya, atau diselesaikan tapi melompat-lompat. Saya khawatir sekali jika dia nanti jadi anak gagal....lalu ibu ini terdiam tidak melanjutkan kata-katanya.
Kami berusaha untuk menenangkan sang ibu, lalu kami jelaskan bahwa menurut pengalaman kami, anak tidak bisa menyelesaikan tugas disekolah dapat disebabkan oleh beberapa hal: pertama adalah karena si anak mengalami kesulitan dalam memahami tugas yang diberikan gurunya karena gurunya kurang sabar menjelaskannya.
Kemungkinan kedua adalah karena si anak memiliki kecenderungan berpikir dengan menggunakan otak kanannya. Apa artinya.... ya seorang anak otak kanan adalah anak yang mendapatkan berkah dari Tuhan memiliki kemampuan untuk menjadi orang-orang kreatif yang mungkin berprofesi dibidang seni ataupun sains.
Dalam kasus ini seorang anak yang lebih dominan otak kanannya, pada saat berpikir dia lebih banyak mengunakan kemampuan kreatif dan seninya, oleh karena kemampuan seni yang utama maka pekerjaannya sangat tergantung pada inspirasi dan ketenangan jiwanya, semakin tenang maka semakin cepat ia menyelesaikannya. Seorang seniman lukis misalnya dalam melukis sebuah mahakarya, tidak dapat dibatasi oleh waktu dalam menyelesaikannya, melainkan hanya tenggat waktu maksimum penyelesaian karya yang bisa disebutkan. Seperti juga seorang seniman, oleh karena itu seorang anak otak kanan yang mengerjakan tugas tanpa batas waktu akan mampu menyelesaikannya dengan baik, bahkan terkadang lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan penelitian, anak yang cenderung berotak kanan adalah anak yang otak belahan kanannya lebih dominan dalam berpikir ketimbang belahan otak kirinya. Dan Roger Sperry soerang peneliti otak menemukan bahwa otak manusia bagian berpikir tingkat tinggi terbagi kedalam 2 belahan yakni belahan kiri dan belahan kanan sesuai letak posisi tangan kita. Masing-masing orang memiliki kecenderungan dominan yang berbeda dalam berpikir. Dari kedua belahan tersebut ada anak yang lebih dominan menggunakan otak kanan, ada yang seimbang tapi ada juga yang lebih dominan otak kiri.
Jika anda tidak percaya bahwa otak memiliki kecenderungan dominan bereaksi, mari kita lakukan test bersama, begini caranya... coba angkat kedua tangan anda.... kemudian goyang-goyangkan dan lemaskan jemari-jemari tangan anda...., lalu kemudian pertemukan jemari tangan kanan dengan jemari tangan kiri sehingga persis dalam posisi orang yang hendak berdoa atau memohon. Nah setelah jemari anda saling menggenggam coba lihat posisi ibu jari yang berada paling atas....apakah ibu jari tangan kiri atau ibu jari tangan kanan...? Jika ibu jari kiri yang di atas maka anda adalah dominan otak kiri dan sebaliknya.
Lalu lakukan test ini pada orang lain baik keluarga, anak-anak atau teman-teman kita, lakukan hal yang sama...., perhatikan apakah hasilnya sama pada setiap orang... Jika tidak itulah cara sederhana untuk membuktikan bahwa otak kita memiliki kecederungan yang berbeda dalam berpikir.
Anak yang dominan otak kanannya cenderung memiliki kemampuan kreatifitas yang sangat tinggi, dan biasanya bekerja berdasarkan insting dan inspirasi. Hal inilah yang menyebabkan seorang anak otak kanan sulit sekali dengan target-target waktu yang ketat.
Jadi saya jelaskan pada ibu ini, bahwa gejala ini sebenarnya sangat lumrah pada anak yang cenderung dominan otak kanannya. Mengapa anak otak kanan sering tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikannya dengan batas waktu yang ketat, karena pikirannya bekerja berdasarkan inspirasi, imaginasi dan seni. Oleh karena itu jika kita ingin seorang anak otak kanan mampu menyelesaikan sesuatu maka jangan berikan target waktu, tapi berikanlah ketenangan dan kebebasan untuk menyelesaikannya. maka ia bisa lebih cepat selesai.
Orang-orang yang saat ini berprofesi di bidang-bidang yang mengandalkan kreatifitas sebagian besar masih memiliki ciri-ciri seperti ini, ya ciri-ciri yang dibawanya sejak kecil sebagai anak yang dominan menggunakan otak kanannya.
Dan setelah mendengarkan penjelasan tersebut si ibu ini nampak menjadi jauh lebih tenang dan mengangguk-anggukan kepalanya. Semoga saja ini pertanda positif bagi orang tua ini juga bagi anaknya.
Mengapa anak otak kanan cenderung terlambat bicara
Para orang tua yang berbahagia, suatu hari saya pernah kedatangan orang tua yang mengeluhkan bahwa anaknya sudah berusia 1 tahun setengah, kok belum bicara-bicara...? Orang tua ini merasa bahwa dibandingkan anak-anak seusianya, katanya anaknya kok terlambat bicara. Padahal menurut medis anak saya pendengaran normal, bahkan panjang lidahnyapun normal-normal saja. Tapi kenapa ya anak saya kok tidak mau bicara. Begitu tanya orang tua ini dengan penuh kekhawatiran.
Lalu kami jelaskan bahwa menurut pengalaman kami anak yang belum mau bicara bisa disebabkan karena dua hal, yang pertama adalah yang bersifat psikologis, misalnya kurangnya stimulasi atau dengan kata lain orang-orang disekitarnya kurang banyak bicara alias pendiam, atau bisa juga karena anaknya terlalu sensitif sementara orang tuanya terlalu keras, sehingga anak lebih suka diam. Dalam kasus ini biasanya anak bukan tidak bisa bicara melainkan dia lebih memilih diam.
Kemungkinan kedua adalah si anak memiliki kecenderungan berpikir dengan menggunakan otak kanannya. Apa artinya.... ya seorang anak otak kanan adalah anak yang mendapatkan berkah dari Tuhan memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pencipta dan penemu hal-hal baru di dunia ini baik dalam bidang seni ataupun bidang sains.
Berdasarkan penelitian anak yang cenderung berotak kanan adalah anak yang otak belahan kanannya lebih dominan dalam berpikir ketimbang belahan otak kirinya. Dan Roger Sperry seorang peneliti otak menemukan bahwa otak manusia bagian berpikir tingkat tinggi terbagi ke dalam 2 belahan yakni belahan kiri dan belahan kanan sesuai letak posisi tangan kita. Masing-masing orang memiliki kecenderungan dominan yang berbeda dalam berpikir. Dari kedua belahan tersebut ada anak yang lebih dominan menggunakan otak kanan, ada yang seimbang tapi ada juga yang lebih dominan otak kiri.
Anak yang dominan otak kanannya cenderung lebih mengembangkan organ-organ yang berhubungan dengan imajinasi dan kemampuan visualisasi, bukannya kemampuan berbahasa. Oleh karena kemampuan visualisasinya yang lebih dulu berkembang maka kemampuan anak dalam bicara menjadi seolah-olah terlambat, bila dibandingkan dengan anak-anak yang dominan otak kirinya.
Jadi saya jelaskan pada ibu ini, bahwa sebisa mungkin orang-orang di rumah lebih banyak mengajaknya bicara meskipun ia belum merespon. Dan yang kedua saya melihat anak ibu ini dominan otak kanannya. Sebenarnya anak ibu ini tidak perlu menjalani terapi wicara selama lebih satu tahun seperti ini, karena nanti pada waktunya ia akan bisa bicara dengan sendirinya tanpa perlu diterapi. Tapi jika ibu ingin meneruskan terapinya juga tidak masalah, tapi perlu ibu tahu jika anak ibu nanti bisa bicara itu bukan karena terapinya melainkan karena memang sudah waktunya untuk bisa bicara.
Kira-kira 5 bulan setelah bertemu saya, orang tua dari anak tersebut menghubungi saya lagi dengan sangat gembira menyampaikan anaknya kini sudah bisa bicara, dan benar dia bisa bicara dengan sendirinya tanpa perlu di terapi.
Para orang tua yang berbahagia dimanapun anda berada, Bisa jadi apa yang anda alami dengan anak anda mirip dengan cerita ibu ini. Oleh karena itu janganlah panik jika anak kita terlambat bicara, pasti satu saat dia akan bisa bicara karena memang kita ini adalah species yang pasti bisa bicara.
Anak Otak Kanan yang bermasalah dengan sekolahnya
Para orang tua yang berbahagia....banyak sekali anak-anak yang sulit mengikuti pelajaran di sekolah...., jika hal ini terjadi bisa jadi anak anda adalah anak yang lebih dominan otak kanannya.
Apa sih anak otak kanan, ya seorang anak yang mendapatkan berkah dari Tuhan memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pencipta dan penemu hal-hal baru di dunia ini baik dalam bidang seni ataupun bidang sains.
Berdasarkan penelitian anak yang cenderung berotak kanan adalah anak yang otak belahan kanannya lebih dominan dalam berpikir ketimbang belahan otak kirinya. Dan Roger Sperry seorang peneliti otak menemukan bahwa otak manusia bagian berpikir tingkat tinggi terbagi ke dalam 2 belahan yakni belahan kiri dan belahan kanan sesuai letak posisi tangan kita. Masing-masing orang memiliki kecenderungan dominan yang berbeda dalam berpikir. Dari kedua belahan tersebut ada anak yang lebih dominan menggunakan otak kanan, ada yang seimbang tapi ada juga yang lebih dominan otak kiri.
Jika anda tidak percaya bahwa otak memiliki kecenderungan dominan bereaksi, mari kita lakukan test bersama, begini caranya... coba angkat kedua tangan anda.... kemudian goyang-goyangkan dan lemaskan jemari-jemari tangan anda...., lalu kemudian pertemukan jemari tangan kanan dengan jemari tangan kiri sehingga persis dalam posisi orang yang hendak berdoa atau memohon. Nah setelah jemari anda saling menggenggam coba lihat posisi ibu jari yang berada paling atas....apakah ibu jari tangan kiri atau ibu jari tangan kanan...? Jika ibu jari kiri yang di atas maka anda adalah dominan otak kiri dan sebaliknya.
Lalu lakukan test ini pada orang lain baik keluarga, anak-anak atau teman-teman kita, lakukan hal yang sama...., perhatikan apakah hasilnya sama pada setiap orang... Jika tidak itulah cara sederhana untuk membuktikan bahwa otak kita memiliki kecederungan yang berbeda dalam berpikir.
Nah mengapa sering kali banyak anak yang bermasalah dengan belajar di sekolah...., karena berdasarkan penelitian ternyata kebanyakan sistem belajar mengajar di sekolah masih menggunakan pola dan cara yang dominan otak kiri. Sementara otak kanan dan otak kiri manusia memiliki perbedaan cara kerja yang sangat jauh dan bahkan saling bertentangan, atau mungkin lebih tepatnya otak kanan dan kiri ada untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Namun sayangnya hal ini tidak banyak diketahui oleh para orang tua dan guru di sekolah. Sehingga anak-anak yang seharusnya lahir sebagai para pencipta, desainer, seniman dan ilmuan, mereka semua malah dianggap anak-anak yang gagal. Padahal mereka hanyalah anak-anak yang membutuhkan pendekatan cara belajar otak kanan saja. (di jelaskan dalam buku The Right Brain Child in Left Brain World, by Jefrey Fred & Laurie Parson, Penerbit Karisma-edisi terjemahan)
Prilaku mereka yang sering dianggap bermasalah justru sebenarnya adalah prilaku khas yang dimiliki oleh seorang anak yang dominan otak kanannya, kita dapat mengenali prilaku ini dengan cepat dan mudah... ya tentunya jika kita merasa bahwa anak-anak kita adalah wakil-wakil dari keinginan Tuhannya dan bukan wakil-wakil dari keinginan kita.
Mari kita simak terus pembahasan anak otak kanan di blog ini agar kita bisa membaca tanda-tanda kebesaran Tuhan dalam diri anak-anak kita di rumah dan di kelas.
Subscribe to:
Posts (Atom)