Suatu ketika ada seorang ibu membawa puteranya yang kira-kira usia SMP kelas 3 untuk bertemu dengan saya.
Katanya ingin berkonsultasi tentang perilaku anaknya yg bermasalah.
Masalahnya katanya lumayan berat, ia diduga Autis Ringan, Nilainya selalu dibawah rata-rata bahkan cenderun do re mi.
Dan sering sekali "berantem" disekolahnya. Padahal ia bersekolah di sekolah swasta yang cukup tinggi biayanya.
Ketika datang, dan saya sambut di depan Sekolah kami, Tiba-tiba saja si Anak ini marah-marah dan tunjuk-tunjuk wajah saya, sambil berteriak
"Mama siapa lagi orang ini !!" "Mau apa kita kesini?",
"Mama jahat, selalu ajak saya ke orang-orang seperti ini !!!"
Kira-kira itu kalimat yang bisa saya ingat yang keluar dari teriakan si anak tadi.
Sepertinya anak ini benci sekali melihat saya dan sayapun tidak tahu apa salah saya.
Namun marah dan kebencian itu tidak saya balas dengan kebencian, melainkan dengan suara lembut.......
Siapa nama Mas...? tanya saya, dia tidak menjawab, dan masih memandang saya dengan penuh kebencian.
"Baik lah kata saya, jika memang tidak ingin berkenalan, tidak apa, jika tidak ingin bertemu Ayah juga tidak apa, silahkan Mas dan Papa tunggu diluar dulu, Ayah mau bicara-bicara sama mama di dalam ya...."
Saya balas kemarahan dan kebenciannya pada saya dengan mengirimkan perasaan kasih sayang padanya.
lalu Saya mohon izin padanya untuk mengajak Mamanya masuk ke ruangan saya.
Akhirnya Bundanya masuk ke ruang sekolah kami, dan bundanya mulai lebih dahulu membuka pembicaraan.
Beliau mohon maaf atas perilaku kasar anaknya.
Mengapa ini terjadi, karena ibunya ternyata sudah membawa sebut saja "Mas Dodi" anaknya ke lebih dari 10 terapis tumbuh kembang anak.
Dan anjuran terapis terakhirnya adalah untuk mengirim anaknya bersekolah di Sekolah ABK.
Dan rekomendasi ini benar2 membuat anaknya marah besar pada ibunya dan pada setiap orang yang disebut sebagai Terapis.
Setelah orang tuanya puas bercerita, lalu kami jelaskan duduk permasalahannya, bahwa hasil pengamatan kami anak ibu "Mas Dodi" bukan autis melainkan Lebih Dominan Otak kanannya.
Mengapa ia dianggap bermasalah disekolah, karena sekolah kita menggunakan pedekatan dan sistem ujian berbasis Dominan Otak Kiri.
Sehingga anak yang dominan otak kanan cenderung tidak bisa mengikuti dan dianggap bermasalah.
Ketika si anak terus dianggap bermasalah, maka jadilah ia benar-benar bermasalah dan terus membuat masalah di sekolah dan di rumahnya.
Lama sekali kami bicara dan memberikan masukan cara mengelola anak otak kanan, dan saya ingat kala itu ibunya mengatakan, mulai hari ini saya bertobat, mencubiti anak saya, bertobat memarahi dan menghukumnya.
Dan saya akan segera pindahkan sekolahnya sesuai saran Ayah Edy.
Ayah bunda yang berbahagia,
Rupanya anak ini "nguping" curi dengar pembicaraan kami dari sela-sela jendela....
Dan percaya atau tidak, wajahnya yang semula Ketus dan penuh kebencian pada saya, tiba2 saja berubah menjadi ramah.
Dan bahkan meminta izin masuk untuk ikut berdialog bersama kami bertiga.
Sampai pulang anak ini telah berubah menjadi anak yang ramah dan ibunyapun telah berubah menjadi ibu yang paham dan tidak lagi marah dan membenci puteranya.
Selang 3 bulan berjalan sejak pertemuan, rupanya semua nasihat kami dilakukan sepenuh jiwa raga oleh orang tuanya, dan anaknyapun sudah dipindahkan sekolahnya ke tempat yang baru yang lebih memahami anak.
Puncak dari semua kisah ini adalah...., anak yang dulu nilainya Do Re Mi (1, 2 dan 3) kini telah berhasil mencapai nilai 7, 8 dan 9 diberbagai mata pelajaran.
============================
Dan yang membuat saya menitikkan air mata adalah ketika Ibunya bercerita bahwa pasca pertemuan dengan kami, anaknya bercita-cita untuk menjadi seorang Dokter, yang akan membantu anak-anak Indonesia yang dinyatakan bermasalah seperti dirinya.
----------------------------------------------------------
8 tahun lebih sudah berlalu........, dan kami dengar-dengan anak yang dinyatakan Autis Ringan dan Bermasalah itu katanya masuk Fakultas Kedokteran....
Ya.... Tuhan...., saya bukanlah orang tuanya, tapi rasa bahagianya seperti tidak bisa terukur dengan apapun mendengar berita ini.
Ya Tuhan saya jadi semakin yakin bahwa anak-anak bermasalah itu lebih butuh kasih sayang dan bukan hukuman.
Anak-anak bermasalah itu lebih banyak bersumber dari orang tua dan lingkungan dan bukan dari dirinya.
Semoga kisah lama "true story" ini bisa memberikan pelajaran bagi kita semua para orang tua Indonesia.
Bahwa marah, kebencian dan hukuman tidak akan pernah membuat anak atau seseorang menjadi lebih baik.
Tolong bantu di share ya ayah bunda, mudah-mudahan bisa berguna bagi yang lainnya.
Salam syukur penuh berkah,
Ayah edy
Guru Parenting Indonesia
www.ayahkita.blogspot.co.id
No comments:
Post a Comment