Mengintip negara Singapura, negara di Asia Tenggara yg paling beretika dan makmur.
Berikut pandangan dan petikan komentar dari salah seorang Cendikia yg mendirikan sekolah di Singapura.
Saya belajar dari sebuah negara dengan sistem pendidikan yg di akui oleh dunia Internasional sebagai sistem pendidikan terbaik di seluruh dunia; berikut bebarapa hal yg saya pahami;Sistem pendidikan di Finlandia tidak terpusat pada Pemerintah, setiap sekolah memiliki kebebasan untuk membuat dan mengembangkan kurikulumnya sendiri. Tidak menerapkan sistem rangking dan standar pencapaian minimal secara Nasional dan angka-angka, melainkan menetapkan standar etika prilaku moral secara nasional.
Karena kelemahan terbesar dari
Sistem Kurikulum Terpusat adalah apa bila satu pihak atau Pusat membuat
kesalahan yg tidak disadarinya maka semua sekolah akan ikut berbuat
salah dan akibatnya seluruh bangsa akan menderita.
Selain itu juga sistem terpusat seringkali tidak mempertimbangkan berbagaimacam kendala, potensi dan keunggulan budaya, kebiasaan, fasilitas dan hal2 yg bersifat terbatas bagi daerah masing-masing.
Sementara dengan sistem yg tidak terpusat masing2 sekolah bebas mengembangkan kurikulum sesuai kekuatan dan potensi daerahnya masing2. Setiap sekolah dengan cepat bisa menyesuaikan dan membuat2 perubahan yg dibutuhkan bagi daerahnya.
Dengan kebebasan tersebut setiap sekolah bisa bebas mencoba ide2 kreatif mereka masing2 tanpa harus dipusingkan dengan masalah Syarat Standar Minimal Pencaian Nasional, Ujian dan sistem akreditasi dan rangking sekolah.
Tiap lulusannya akan langsung berhadapan dan di uji oleh masyarakat, pasar dan lingkungannya, jika hasilnya bagus segera akan di serap pasar namun sebaliknya jika tidak maka sekolah tersebut akan di tinggalkan masyarakat.
Justru yg menarik adalah dengan menetapkan standar minimal etika prilaku secara Nasional telah menghasilkan siswa2 dengan prilaku etika yg terstandardisasi di seluruh negeri sebagai landasan kuat bagi membangun bangsanya.
Sayang sekali kebanyakan kita yg masih berwawasan sempit dan kuno masih mengagung2kan sistem pendidikan Amerika, Lulusan Harvard. Yang hanya mengedepankan prestasi angka-angka pencapaian semata. Padahal Para Ekonom Lulusan Harvad itu pula yg telah berulang kali terbukti gagal memprediksi dan memperbaiki krisis ekonomi yg menjadi penyebab malapetaka global. Semua malapetaka ini mungkin tidak akan terjadi jika kita semua memiliki etika prilaku moral yg baik dan terstandardisasi.
Syed Abdul Rahman Alsagoff
Pendiri Arabic School in Singapore
Sumber; Channel News Asia , 6 Mei 2009
Lalu bagaimana dengan Indonesia ?
Kita telah melupakan dan meninggalkan SISTEM PENDIDIKAN YG BERBASIS PADA BUDI PEKERTI yg telah dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional kita Ki Hadjar Dewantara.
Dengan menghapuskan Pendidikan Budi Pekerti dari kurikulum nasional dan menggantinya dengan sistem Standar Kecukupan Nilai Minimal Kurikulum, yg pada akhrinya membuat bangsa ini semakin terpuruk dari hari ke hari karena prilaku para pemimpinnya yang korup.
Mari kita renungkan kembali...?
Selain itu juga sistem terpusat seringkali tidak mempertimbangkan berbagaimacam kendala, potensi dan keunggulan budaya, kebiasaan, fasilitas dan hal2 yg bersifat terbatas bagi daerah masing-masing.
Sementara dengan sistem yg tidak terpusat masing2 sekolah bebas mengembangkan kurikulum sesuai kekuatan dan potensi daerahnya masing2. Setiap sekolah dengan cepat bisa menyesuaikan dan membuat2 perubahan yg dibutuhkan bagi daerahnya.
Dengan kebebasan tersebut setiap sekolah bisa bebas mencoba ide2 kreatif mereka masing2 tanpa harus dipusingkan dengan masalah Syarat Standar Minimal Pencaian Nasional, Ujian dan sistem akreditasi dan rangking sekolah.
Tiap lulusannya akan langsung berhadapan dan di uji oleh masyarakat, pasar dan lingkungannya, jika hasilnya bagus segera akan di serap pasar namun sebaliknya jika tidak maka sekolah tersebut akan di tinggalkan masyarakat.
Justru yg menarik adalah dengan menetapkan standar minimal etika prilaku secara Nasional telah menghasilkan siswa2 dengan prilaku etika yg terstandardisasi di seluruh negeri sebagai landasan kuat bagi membangun bangsanya.
Sayang sekali kebanyakan kita yg masih berwawasan sempit dan kuno masih mengagung2kan sistem pendidikan Amerika, Lulusan Harvard. Yang hanya mengedepankan prestasi angka-angka pencapaian semata. Padahal Para Ekonom Lulusan Harvad itu pula yg telah berulang kali terbukti gagal memprediksi dan memperbaiki krisis ekonomi yg menjadi penyebab malapetaka global. Semua malapetaka ini mungkin tidak akan terjadi jika kita semua memiliki etika prilaku moral yg baik dan terstandardisasi.
Syed Abdul Rahman Alsagoff
Pendiri Arabic School in Singapore
Sumber; Channel News Asia , 6 Mei 2009
Lalu bagaimana dengan Indonesia ?
Kita telah melupakan dan meninggalkan SISTEM PENDIDIKAN YG BERBASIS PADA BUDI PEKERTI yg telah dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional kita Ki Hadjar Dewantara.
Dengan menghapuskan Pendidikan Budi Pekerti dari kurikulum nasional dan menggantinya dengan sistem Standar Kecukupan Nilai Minimal Kurikulum, yg pada akhrinya membuat bangsa ini semakin terpuruk dari hari ke hari karena prilaku para pemimpinnya yang korup.
Mari kita renungkan kembali...?