Indonesia pada hakikatnya merupakan kumpulan dari keluarga yg tersebar dilebih dari 12.000 pulau yg ada di Nusantara. Apabila keluarga2 ini kuat, maka Indonesia akan menjadi Bangsa & Negara yg Kuat dgn sendirinya tanpa perlu konsep yg berbelit-belit & biaya yg membebani negara. Pastikan keluarga & sanak famili kita di seluruh tanah air telah bergabung dlm GERAKAN MEMBANGUN INDONESIA YANG KUAT DARI KELUARGA. Kalau bukan kita, siapa lagi ? Kalau bukan sekarang, kapan lagi ?
SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY
Monday, October 3, 2016
TELEVISI, BANYAK MANFAAT ATAU MUDHARATNYA....?
Saya dulu pernah belajar agama dan guru saya pernah berkata bahwa apapun itu yang nilai Mudharat (keburukan)nya lebih besar dari nilai Manfaatnya maka hukumnya haram.
Teringat akan nasihat itu saya selalu menimbang-nimbang suatu keadaan apakah ini lebih banyak manfaatnya atau lebih banyak Mudharatnya. Dan alhamdullilah sudah lebih dari 7 tahun kami meniadakan tontonan tv di rumah kami. Dan hasilnya memang sangat positif bagi perkembangan mental kedua anak kami.
Banyak hal yang terjadi dikehidupan sosial kita hal-hal yang dulunya banyak manfaat tapi kini cenderung menjadi lebih banyak mudharatnya.
Semisal saja tayangan/tontonan televisi
Oleh kerena itu akhirnya keluarga kami memutuskan untuk tidak ada lagi tayangan tv di rumah kami, karena setelah kami amati, meskipun ada manfaatnya tapi mudharatnya ternyata jauh lebih banyak bagi perkembangan mental sosial anak dan keluarga.
Anak-anak banyak yang disajikan berita perselingkuhan, pornografi, pertengkaran, geng motor, pacaran.. melawan orang tua, bahasa kasar sampai caci makian kisah aib keluarga dan artis dan sebagainya.
Lantas pertanyaanya bagainama jika anak kita sudah terlanjur keranjingan televisi.... (jika anaknya sih masih bisa diatasi)
Yang berat itu justru bagaimana jika orang tuanya yang sudah terlanjur keranjingan televisi....?
Apakah ada pengalaman dari ayah bunda bagaimana bisa mengatasi keranjingan nonton tv pada anak dan orang tua....?
Kalau ada mohon di share ya... ayah bunda.. tksh.
====================================
Berikut ini share pengalaman dari kami:
Bagaimana cara membatasi waktu anak untuk nonton TV?
“Fani, nonton TVnya sudah dong .... Sudah tiga jam lebih, lho.” “Iya, Ma .... Sebentar lagi, tanggung nih, filmnya lucu.” “Sejam lalu juga bilangnya begitu. Tanggung terus ....“
“Soalnya seru, Ma ... Plis ya, Ma …,” jawab Fani tanpa matanya lepas dari layar TV.
Begitulah kegiatan Fani hampir setiap hari. Pulang sekolah, langsung nonton. Selepas Maghrib, langsung menyalakan TV. Apalagi kalau libur. Susah sekali menghentikannya!
Ayah Edy, bagaimana ya supaya Fani tidak keranjingan TV?
Jawaban Ayah Edy:
AyahBunda yang baik, cara yang mudah menghilangkan kebiasaan anak menonton TV adalah dengan memutuskan berlangganan TV kabel. Lalu ganti dengan film DVD yang bagus dan pantas ditonton anakanak, misalnya serial Dora dan Barney.
Sebaiknya, sebelum merekomendasikan filmfilm apa yang layak ditonton anak, AyahBunda perlu menontonnya terlebih dulu. Pasalnya, saat ini banyak film berjenis kartun yang tidak layak ditonton untuk anakanak. Bahkan ada film kartun yang di dalamnya diselipkan adegan khusus dewasa oleh orangorang jahil.
Jadi meskipun ada TV di rumah, orangtua harus menyeleksi dengan ketat dan buat catatan tontonan apa saja yang layak untuk dilihat anak.
Untuk mengalihkan perhatian anak dari TV, Bunda juga bisa menawarkan anak ikut kegiatan ekstrakurikuler atau kursus, agar mereka melakukan kegiatan positif dan tidak tergantung pada TV.
Saya ingin berbagi pengalaman seorang simpatisan Talk Show Ayah Edy. Karena sadar efek negatifnya TV, ia memutuskan untuk meniadakan TV di rumahnya. Namun, sebelum melakukan itu, ia mengajak anakanaknya ikut berbagai kursus, seperti tari, musik, dan sebagainya. Ini membuat anakanaknya makin kreatif, senang membuat kerajinan tangan, tidak suka bertengkar, dan semangat mengikuti berbagai kegiatan sehingga mereka tak lagi membutuhkan TV.
Jadi, benar yang sudah dilakukan bapak tersebut, sebelum mengurangi atau bahkan meniadakan TV di rumah, orangtua harus membuat rencana, kegiatan apa saja yang ingin diikuti anak. Tentu diiringi dengan mengajak anak berdiskusi.
“Anakanak, tanggal sekian TV akan diputus. Jadi mulai sekarang Mama akan catat kegiatan apa yang akan kalian ikuti.” Jadi pada saat TV benarbenar diputus, anak tidak terlalu shock.
Mungkin di awal—kurang dari tiga bulan—anak akan merasa kaget, tetapi sesudah itu biasa saja. Apalagi kalau kompensasi yang diberikan orangtua banyak; ikut kursus, diajak lihat pameran, dan sebagainya. Susah atau tidaknya melepaskan anak dari jerat TV, tergantung pada orangtua. Kalau kita terus berpikir sulit melepaskan anakanak dari TV, mereka tidak akan lepas dari benda itu. Sebaliknya, jika berpikir mudah, kita akan mudah melepaskan anakanak dari TV.
Menonton TV boleh, asalkan orangtua sanggup mendampingi dan menjadikan tontonan tersebut menjadi sebuah pembelajaran.
Dan sesungguhnya, semakin anak dekat dengan TV, semakin menunjukkan kita tidak dekat dengan mereka.
Lantas, berapa lama batas waktu maksimal anak nonton
TV?
AyahBunda yang bijaksana, masalahnya bukan pada berapa lama ia boleh menonton TV, tetapi program apa yang ia tonton. Me nonton infotainment meski hanya tiga puluh menit, tetapi dampak buruknya luar biasa besar. Begitu juga dengan sinetron.
Menonton TV boleh, ASALKAN orangtua sanggup men dampingi dan menjadikan tontonan tersebut menjadi sebuah pembelajaran. Hanya yang dikhawatirkan, orangtua bukannya mengedukasi, tetapi malah keasyikan menonton dan membahas aktornya yang gantengganteng. Ini jelas lebih berbahaya, ya Bunda ….
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment