AKAN SELALU ADA ORANG YANG MEMBENCIMU
Ketika kita memilih jadi orang BAIK, maka ORANG-ORANG JAHAT akan MEMBENCIMU.
Ketika kita memilih jadi orang JAHAT, maka giliran ORANG-ORANG BAIKLAH yang akan MEMBENCIMU.
Jadi tentukanlah pilihanmu, pastikanlah peranmu, agar kamu tahu orang-orang seperti apa yang membencimu.
Tapi yakinlah jika kamu jadi orang baik, maka hidupmu akan lebih tenang, meskipun ada 1000 orang jahat yang membencimu.
Karena kebaikan akan selalu membawa kedamaian dihatimu.
Mari kita simak sebuah pengalaman pribadi yang terjadi pada saya tentang pilihan peran di kehidupan ini;
teruslah membaca jika ingin mendapat manfaatnya bagi hidup kita.....
*****
Suatu hari kami berkesempatan berbincang2 dengan Sang Guru Compassion, di acara talkshow penutup kami di Radio Smart fm.
Sambil menunggu waktu kami duduk bersebelahan agar saya bisa belajar dari Sang Guru mumpung beliau ada disini.
Kebetulan kami berdua saat itu menghadap televisi yang sedang menyiarkan berita demi berita nasional.
Lalu saya mulai terpancing untuk mengomentari tayangan demi tayangan yang disajikan yang isinya tentang hujat menghujat dan perbuatan keji yang tidak pantas dilakukan oleh makhluk Tuhan yang bernama manusia.
Mulailah sy terpancing emosi dan mengeluarkan komentar-komentar pedas, lalu saya mencoba menengok pada wajah teduh sang Guru dan menanyakan apa komentar beliau menanggapi isu ini.
Beliau hanya tersenyum..., dengan wajah damainya beliau hanya berkata,
“ Ya, ini semua sudah sempurna sebagaimana adanya.”
*****
Tak lama setelah itu muncul berita berikutnya yang tak kalah hebohnya, kembali saya terpancing lagi untuk memberikan komentar pedas dan agak keras.
Ketika saya menengok padanya, beliau kembali tersenyum dengan wajah tenangnya berkata pelan;
“ Tidak apa, tidak ada yang salah, semua ini sudah sempurna seperti apa adanya.”
Berkali-kali mendapat jawaban yang sama dan tidak memuaskan hati saya, karena beliau tidak ikut berkomentar sebagai mana pada umumnya orang segera ikutan berkomentar pedas seperti saya, maka saya yang awam ini jadi penasaran, apa sih maksudnya ?
Apanya yang sempurna..?
Wong yang seperti ini kok malah dibilang sempurna ?
Gimana sih..?
*****
Bertanyalah saya pada Sang Guru, apa maksud dari kata2 beliau tadi;
Lalu dengan wajah teduh dan damainya beliau mulai membuka kata demi kata;
"Ya kesempurnaan itu terjadi apa bisa ada "dualitas", ada keduanya; ada jahat ada baik, ada suka ada benci, ada siang dan ada malam, ada hitam dan ada putih, ada api dan ada air, ada sehat dan ada sakit, ada kuat ada lemah, ada lapar ada juga kenyang, ada kita di sini dan ada mereka di sana"
“Mana yang lebih baik Api atau Air ?”
beliau tiba2 bertanya pada saya.
Lalu saya berkata; “Tentu saja menurut saya air lebih baik dari pada api, air menyejukkan mendinginkan.”
"Nah disitulah apa bila kita belum memahami dualitas”.
”Ambil contoh Air, air itu dibutuhkan ketika api ada, "Menyejukan" itu dibutuhkan ketika ada panas.
Nah apakah orang2 di kutub utara lebih menyukai air yang dingin atau api yang hangat?.”
”Begitu pula malam datang meneduhkan dan mendinginkan bumi dan siang datang untuk menghidupkan bumi dengan panasnya matahari.
Kebaikan itu baru kelihatan dan dibutuhkan jika ada kejahatan. Seperti polisi juga dibutuhkan jika ada penjahat., KPK eksis karena ada para koruptor dst.”
“Itulah artinya semuanya sudah sempurna berada di perannya masing2, tinggal kita sebagai manusia yang diberi kuasa oleh Tuhan untuk memilih peran, maka silahkan tentukan kita mau mengambil peran apa?; apakah peran Api atau air, peran jahat atau baik.?”
Coba kamu tanya pada dirimu sendiri, peran apakah yang membuatmu bahagia..? Apakah peran Antagonis "Kejahatan" atau Peran Kebaikan..?
"Justru jika tidak ada salah satunya maka peran lawannya menjadi tidak lagi dibutuhkan dan berguna.”
*****
Lalu saya bertanya lagi “ lalu bagaimana jika peran kejahatan ternyata jauh lebih banyak dari peran kebaikan, orang jahat jadi lebih banyak dari orang baik, seperti yang baru saja kita saksikan melalu layar tv tersebut...?”
“Ya tentu saja jika itu terjadi kita harus segera menambah jumlah dan kualitas orang2 yang memainkan peran kebaikan.”
“Nah begitulah juga peran anda dan kita disini, kita ada karena ada mereka disana yang merupakan kebalikan dari peran kita bukan? “
“Semakin banyak peran yang bukan kita maka semakin dibutuhkanlah keberadaan kita”
“Itulah mengapa kita tidak perlu lagi menghujat malainkan bersyukur, karena merekalah maka peran kita menjadi begitu berarti di tengah orang banyak.”
"Jadi barhentilah menghujat, tapi belajarlah melampaui dualitas tadi."
******
Sadarilah sebenarnya jauh lebih mudah mengambil peran sebagai kita yang ada disini ketimbang mereka yang sedang memainkan peran itu disana lho.. (menunjuk ke televisi)
Maksudnya seperti apa ? tanya saya lagi
”Oh Iya dengan memainkan peran kita ini kan, kita cenderung menjadi orang yang lebih banyak menuai pujian, meskipun akan selalu ada sekali2 cemoohan (kembali lagi itulah dualitas);
Tapi coba bayangkan jika kitalah yang sedang menjalankan peran mereka disana ?" Apa yang akan mereka terima dari masyarakat, pujian, hujatan atau kutukan...?
******
”Jadi bagaimana agar saya bisa menuju kesana, menjadi lebih memahami dualitas kehidupan ini ? dan saya bisa tetap memilih peran yang menurut saya baik..?
Tanya saya pada sang Guru.
”Jika kita ingin melampaui dualitas, baik dan buruk dan tidak ingin lagi sering menghujat orang lain, maka belajarlah merasakan lapar sebelum merasakan kenyang, belajarlah di hujat sebelum di puji, cintailah siang jangan membenci malam, pahamilah dan terimalah peran mereka masing2 sebagaimana kita menerima peran kita sendiri.”
”Karena sesungguhnya mereka adalah guru-guru kehidupan bagi kita yang sedang mengajarkan kita untuk bisa merasakan apa arti dihujat, apa arti bersabar, dan APA ARTI KEBAIKAN..."
"Ya memahami kehidupan ini secara utuh bukan hanya separonya saja.”
Yang ke-2
”Ingat sering2 lah melatih diri dan belajar dan merasakan menjadi orang yang di hujat dan di cemooh agar kamu bisa tidak ikut-ikutan menghujat."
" Persis sebagaimana para nabi dan guru besar dunia dari timur dulu"
" Bacalah kisah sejarahnya bagaimana para guru ini dulu di hujat tanpa balas menghujat, dihina tanpa balik menghina, diludahi tanpa balik meludahi, dibilang gila tanpa harus membalas memaki, di tampar pipi kirinya malah juga diberikan pipi kanannya"
"Hingga pada akhirnya para guru besar ini mamahami apa hakikat hidup yang sesungguhnya. ”
*******
"Lalu bagaimana caranya ?" tanya saya pada sang guru.
” Caranya bisa bermacam-macam, tapi yang paling mudah cobalah melontarkan sesuatu yang memungkinkan orang lain untuk menghujatmu, menghakimi mu, tapi sadarilah bahwa ini bukanlah dirimu yang sesungguhnya, melainkan hanya bersandiwara untuk melatih diri melepaskan dari penghakiman karena dualitas kehidupan ini.” Jawab sang guru dengan lembut.
"Wah berat juga ya pikir saya dalam batin, apa yang saya bisa berpura-pura seperti ini...?"
******
”Setelah itu apa yang dilakukan ? bagaimana kita bisa kuat menghadapi cemoohan, hinaan, hujatan dan hal-hal yang tidak biasa kita terima ?” tanya saya lagi pada Guru.
Sejenak beliau mulai terdiam, dan berkata
"Jika kamu nanti dihujat coba lakukan seperti ini", katanya sambil mencontohkannya pada saya.
******
"Coba atur nafas... rileks... rileks...dan semakin rileks, lalu bayangkan kamu sedang di hakimi...."
Lalu....
....terima....terima....terima... karena dengan menerima ia akan berproses
....rasakan...rasakan...rasakan.. karena dengan merasakan kamu akan mengerti berada di posisi ini
.... lepaskan..lepaskan...lepaskan..” karena dengan melepaskan semua perasaan yang menyakitkan akan pergi "
”Lakukan ini berulang-ulang hingga kamu terbiasa..“
Dan semua perasaan negatif itu lepas dan sirna satu demi satu." begitu kata beliau.
******
"Wah... sepertinya sulit betul ya, untuk bisa menjadi teduh, damai dan bijaksana seperti guru ?" , kata saya.
”Pada awalnya mungkin terasa sulit tapi jika sudah di latih dan di latih lagi maka lama kelamaan akan menjadi lebih mudah karena terbiasa."
"Jadi latihlah dirimu dan sering2lah merasakan atau berada di posisi lawan dari peranmu yg sekarang ini, agar kita benar2 terlatih untuk tidak lagi mudah terpancing dan TERUSIK oleh isu apapun dan ikut2an menghakimi orang lain."
"Melainkan dan MEMPERKUAT PERANMU SENDIRI untuk menjadi apa, siapa dan melakukan apa di bumi ini..?"
"FOKUSLAH selalu untuk selalu bertanya pada DIRIMU SENDIRI INGIN MENGAMBIL PERAN APA dalam setiap kejadian yang ada..?"
"Apakah kita ingin menjadi orang BAIK ATAU ORANG JAHAT..?
"Apakah ingin menjadi ORANG-ORANG YANG MERUSAK DAN MENGHANCURKAN ATAU orang-orang yang memperbaiki hidup dan kehidupan ini...?"
"Itu adalah pilihan pribadi kita sendiri berikut konsekuensinya masing-masing".
"Ingatlah selalu bahwa setiap pilihan akan menghasilkan konsekuensinya masing-masing."
"Hidup ini hanya ada hukum aksi reaksi, sebab akibat atau tabur tuai.."
"Pikirkalah SECARA SADAR konsekuensi apa yang akan kamu akan terima SEBELUM kamu melakukan sebuah tindakan"
”Jadi jika kamu bisa melakukan itu secara spontan, maka damailah di hati dan damailah di bumi.”
Beliau menyudahi penuturannya.
********
Ya Tuhan...!
Mendengarkan penuturan ini rasanya diri saya masih terasa jauh sekali dari samudera keteduhan batin dan jiwa.
Rupanya saya masih harus mendaki jauh sekali menuju ke puncak kebijaksanaan tertinggi sebagaimana yang dituturkan Sang Guru Compassion.
Semoga Tuhan membimbing setiap langkah ku untuk mendaki satu demi satu anak tangga pelajaran menuju tataran Guru Compassion (Guru yang penuh cinta kasih)
PS****
Jika kamu kebetulan membaca sampai habis artikel ini,
Maukah kamu berperan untuk menshare kisah ini untuk Indonesia yang lebih rukun, tentram dan damai...?
Salam syukur penuh berkah.
by Ayah Edy
www.ayahkita.blogspot.co.id