Berdasarkan catatan sejarah, dahulu zaman Presiden Soekarno,
kebanyakan orang Malaysia menuntut ilmu di perguruan-perguruan tinggi di
Indonesia. Dahulu, kebanyakan petani-petani Vietnam belajar ilmu pertanian di
Institut Pertanian di Indonesia.
Namun, saat ini segalanya serba terbalik, mereka tidak lagi
mau belajar di Indonesia karena perguruan-perguruan tinggi yang ada di negara
mereka jauh lebih maju daripada yang ada di negara kita.
Dan yang juga membuat prihatin adalah pertanian di
negara-negara yang dulu belajar dari Indonesia, sekarang sudah jauh lebih maju
dari negara kita. Dan setiap produk pertanian, perikanan, dan peternakan
terbaik selalu diberi embel-embel kata Siam atau Bangkok. Sebut saja Labu Siam,
Sepat Siam, Jambu Bangkok, Ayam Bangkok, dan berbagai Bangkok-Bangkok lainnya.
Ada apa dengan negara kita?
Ada apa dengan dunia pendidikan kita?
Mengapa kita bisa tertinggal jauh dari negara-negara yang dulunya justru belajar dari kita?
Tidakkah kita menyadari ini semua? Tidakkah kita peduli?
Seorang pengamat pendidikan mengatakan bahwa awal kehancuran
dari suatu bangsa ditandai oleh kehancuran generasi mudanya. Dan awal
kehancuran dari generasi muda dimulai dari pendidikan di sekolah dan di
rumahnya, yang pada akhirnya membentuk pola pikir, cara pandang, dan budaya
suatu generasi.
Hal ini pernah terjadi di Eropa. Dahulu kala, Inggris dan
Spanyol adalah bangsa yang memiliki kemampuan seimbang dalam berbagai bidang.
Namun, setelah beberapa generasi, Inggris jauh mengungguli Spanyol dalam
berbagai bidang. Hal ini disebabkan, salah satunya, budaya yang berkembang pada
masyarakatnya sangat jauh berbeda.
Di Spanyol, budaya yang berkembang adalah budaya melankolis,
telenovela yang sehari-hari mencekoki anak-anak dan generasi mudanya dengan
kisah-kisah percintaan, perselingkuhan, saling menjatuhkan, pertengkaran, tipu
muslihat, dan sebagainya.
Sementara di Inggris, kisah-kisah yang dibangun adalah
budaya kepahlawanan dan petualangan sehingga jiwa para generasi mudanya menjadi
jauh lebih sehat dan selalu menyukai tantangan hidup.
Kembali lagi kepada seorang pengamat pendidikan dari Amerika
yang mengingatkan tentang terjadinya pergeseran budaya pada anak kita atau pada
generasi muda.
Hal ini janganlah dianggap enteng karena tanda-tanda ini
bisa menjadi petunjuk awal kehancuran suatu bangsa. Paling tidak terdapat
sepuluh tanda gejala kemunduran dan kehancuran suatu bangsa yang disampaikan
oleh Thomas Lickona.
Apa saja tanda-tanda tersebut?
1. Meningkatnya perilaku kekerasan di kalangan remaja dan
masyarakat.
2. Penggunaan bahasa yang kasar, kotor, dan ejekan.
3. Pengaruh teman dan lingkungan melebihi pengaruh keluarga.
4. Meningkatnya penyalahgunaan obat terlarang dan perilaku
seks bebas.
5. Lenyapnya nilai moral dan kebenaran dalam kehidupan
masyarakat.
6. Menurunnya rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
7. Rendahnya rasa hormat anak kepada orangtua dan para guru.
8. Meningkatnya tayangan-tayangan media massa yang merusak
mental anak.
9. Kecurangan (korupsi dan manipulasi) terjadi di mana-mana.
10. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian di antara sesama
warga negara.
Mari kita renungkan sepuluh tanda kehancuran suatu bangsa di
atas, apakah tanda-tanda itu sebagian muncul di Indonesia?
Atau mungkin malah semuanya?
Bagaimana menurut Anda?
Jika ternyata jawaban kita adalah “ya” lalu apa yang dapat
kita lakukan?
Thomas Lickona juga menyampaikan bahwa dari sistem
pendidikanlah semua persoalan bermuara. Oleh karena itu, marilah kita benahi
sistem dan cara mendidik anak-anak kita di rumah dan di sekolah.
Jika membenahi sistem pendidikan tampaknya sulit bagi kita,
paling tidak mari kita mulai dari rumah sendiri, dari hal-hal kecil yang kita
bisa dan mari mulai saat ini juga.
Bersama-sama mari kita bangun Indonesia yang Kuat dari
Keluarga!
Let’s make Indonesian Strong from Home!
Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan
lagi?
Selamat membaca dan mendapatkan inspirasi!
Selamat membaca dan mendapatkan inspirasi!
Salam hangat, Ayah Edy
Penulis dan Penggagas Program Indonesian Strong from Home
www.ayahkita.blogspot.com
Penulis dan Penggagas Program Indonesian Strong from Home
www.ayahkita.blogspot.com
No comments:
Post a Comment