Indonesia pada hakikatnya merupakan kumpulan dari keluarga yg tersebar dilebih dari 12.000 pulau yg ada di Nusantara. Apabila keluarga2 ini kuat, maka Indonesia akan menjadi Bangsa & Negara yg Kuat dgn sendirinya tanpa perlu konsep yg berbelit-belit & biaya yg membebani negara. Pastikan keluarga & sanak famili kita di seluruh tanah air telah bergabung dlm GERAKAN MEMBANGUN INDONESIA YANG KUAT DARI KELUARGA. Kalau bukan kita, siapa lagi ? Kalau bukan sekarang, kapan lagi ?
SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY
Thursday, August 17, 2017
Bagaimana memotivasi anak agar lebih berprestasi di Sekolah..?
Curhat dari Bunda Tania
Sebetulnya Tania bukan tidak bangga pada putranya, Adam. Meski baru 2 tahun menggeluti ekstrakurikuler karate, ia sudah beberapa kali diikutsertakan dalam kejuaran antar sekolah.
“Kalau sudah urusan karate, semangatnya minta ampun. Cuma ya itu, prestasi akademiknya kok kurang menonjol, ya. Maunya sih, antara ekstrakurikuler dengan sekolah bisa sama-sama berjalan.
Bagaimana ya memotivasi Adam supaya secara akademik lebih berprestasi? ya ayah..”
Jawaban Ayah Edy:
AyahBunda yang selalu bersemangat,
Tak banyak anak yang bisa berprestasi di keduanya. Biasanya, anak yang berprestasi di bidang ekstrakurikuler, kurang menonjol di bidang akademik. Begitu juga sebaliknya.
Jika kita mau sering memuji hal- hal kecil yang anak- anak lakukan, mereka akan termotivasi untuk melakukan hal- hal besar. begitu rumus dasar cara berpikir semua anak. Tapi tentu saja pujiannya yang tulus dan tidak terkesan hanya basa-basi semata.
Untuk memotivasi agar anak ber prestasi, tentu Ayah dan Bunda perlu mengenali karakter anak; apakah ia tipe yang senang berkompetisi atau tidak.
Jika kita terlalu memberi motivasi pada anak yang kurang suka ber kompetisi, mereka justru akan merasa takut dan tertekan. Sebaliknya, untuk anak yang suka berkompetisi, motivasi dapat membangkitkan semangatnya.
Cara memotivasi yang paling baik, pertama, dimulai dari mengakui prestasi-prestasi kecil yang dilakukan anak. Hindari memotivasi dengan cara membandingkan prestasi anak dengan prestasi teman nya. Misalnya, “Tuh, contoh Doni ... dia saja bisa ... masa kamu nggak ....“
Kalimat-kalimat seperti ini dapat langsung menjatuhkan mental anak.
Sedangkan jika Anda memuji hal-hal kecil yang mereka lakukan, mereka tentu akan termotivasi untuk melakukan halhal besar.
Saat anak melakukan prestasiprestasi kecil—seperti bisa memakai baju sendiri, memasukkan baju kotor ke ember, mengganti buku pelajaran untuk esok hari tanpa disuruh—pujilah ia.
Misalnya, ketika ia belum berhasil memakai baju sendiri, Anda bisa mengatakan, “Ayo, Nak. Sedikit lagi kamu bisa pakai baju sendiri.“
Hindari kalimatkalimat yang merendahkan seperti, “Ah, begini saja nggak bisa!” Jangan membandingkan kemampuan anak dengan kemampuan kita yang sudah berlatih pakai baju sendiri ribuan kali sepanjang hidup kita.
Sering kali orangtua menganggap remeh prestasi kecil yang sudah dilakukan anak. Ketika ia bisa memakai baju sendiri, tetapi terbalik, misalnya orangtua seakan gatal untuk tidak mengomentari, “Katanya kamu sudah bisa pakai baju sendiri, tapi kok masih terbalik?”
Padahal sebaiknya, biarkan saja anak memakai baju terbalik karena yang terpenting, anak bisa memakai baju sendiri.
Untuk anak yang baru belajar memakai baju, tentu bukan hal yang mudah untuk mengkoordinasikan antara motorik halus dan kasar yang dimilikinya.
Setelah anak terbiasa dan lancar memakainya, barulah kita membicarakan bagaimana memakai baju yang benar. Dan bisa memakai baju tidak terbalik menjadi satu prestasi lain.
Cara memotivasi yang kedua, pada saat anak tidak mengerjakan sesuatu, misalnya, kemarin meletakkan baju kotor di tempat nya, lalu hari ini tidak maka bandingkanlah ia dengan dirinya pada saat berprestasi, bukan dengan kakak atau orang lain.
Misalnya: “Kemarin Ade bisa masukin baju kotor ke dalam ember, kok sekarang nggak ya?”
Jadi, yang dibandingkan adalah ia dengan dirinya saat ber prestasi bukan dengan prestasi orang lain sehingga tidak akan membuatnya tersinggung.
Ketiga, jangan mengklaim prestasi anak sebagai hasil kerja kita, orangtuanya. Misalnya, saat anak mendapat nilai bagus di sekolah, sering kali orangtua mengatakan, “Anaknya siapa dulu, dong … Anak Mama.”
Seolah prestasi itu bukan buah karya dan kerja kerasnya, tetapi karena “hasil kerja keras Mamanya”.
Keempat, kalau anak sedang tidak berprestasi, orangtua sebaiknya tidak memberikan nasihat, tetapi bertanya dan men dengarkan jawabannya. Ketika nilai anak sedang menurun, misal nya, AyahBunda bisa bertanya, “Kenapa ya anak Mama nilainya turun?” "mama jadi penasaran ingin tahu lho...?" "yuk cerita sama mama."
Jika anak tidak mau menjawab, orangtua tidak perlu memaksa. Di lain waktu, saat anak sedang santai, orangtua bisa mengajaknya bicara lagi. Perlahanlahan saja sampai anak mau terbuka sehingga orangtua dapat mengetahui permasalahan sesungguhnya.
Prinsipnya, kalau anak sudah mulai bercerita, dengarkan saja dan jangan memotongnya. Hindari kalimatkalimat, “Ah itu bisa-bisanya kamu,” atau “ah itu sih kamu ngeles, ya?” atau “ Memang kamunya saja yang malas.”
Dan kalau anak sudah selesai bercerita, orangtua bisa tanyakan, “Lalu bagaimana ya, solusinya?” atau “Mama bisa bantu apa?” Dengan begitu kita memosisikan diri sebagai orang yang siap membantu kalau diminta dan bukan untuk mengatur.
Kecuali kalau anak meminta nasihat, orangtua bisa menggunakan pengalaman masa kecilnya atau pengalaman orang lain yang serupa dengan masalah yang dihadapi anak.
Cara kelima, kalau anak sudah termotivasi, orangtua sebaiknya tidak perlu lagi memotivasi supaya anak tidak merasa terbebani .... Anak yang sudah termotivasi, memiliki efek tekanan yang tinggi. Jika terus di ingatkan berulang-ulang.
Semakin dimotivasi, semakin tinggi beban yang ia tanggung. Hal ini justru akan mengganggu prestasinya.
Sebaliknya, mintalah anak yang sudah termotivasi untuk lebih santai. Ketika anak berkata, “Ma, aku mau dapat nilai 10,” katakanlah,
“Tenang saja, kalau dapat 10, bagus, kalau nggak juga nggak apa-apa yang penting kamu sudah berusaha yang terbaik.” Dengan begitu anak akan lebih merasa nyaman, tetapi tetap termotivasi.
Lalu bagaimana membedakan antara anak yang suka berkompetisi dan yang tidak?
Pada dasarnya orang suka berkompetisi. Hanya saja, ada anak yang menunjukkannya secara verbal dan ada juga yang tidak mengungkapkan dengan katakata.
Anak yang suka berkompetisi biasanya akan mengucapkan keinginannya, misalnya, “Aku harus menang!” atau "aku harus bisa mengalahkannya" dsb....
Curhat 78
Apa yang harus dipersiapkan orangtua jika anak ingin mengikuti kompetisi atau perlombaan?
Silahkan baca lanjutan jawabannya pada buku AYAH EDY MENJAWAB 100 PERSOALAN SEHARI-HARI ORANG TUA yang jawabannya tidak ada di kamus manapun.
Selamat mencoba semoga bermanfaat bagi ayah dan bunda.
Di tulis ulang oleh Ayah Edy untuk komunitas Indonesian Strong from Home.
Salam Indonesian Strong from Home
ayah edy
Pimpinan Sekolah Maha Karya Gangga
Singaraja, Buleleng, Bali.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment