SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY

SATU-SATUNYA SITUS RESMI AYAH EDY
Bagaimana caranya..? Gabung di FB: komunitas ayah edy, download talkshow di www.ayahedy.tk

Sunday, November 8, 2015

BELL MOBIL JEMPUTAN SEKOLAH VS BELL PENJUAL KUE DAN GULALI KELILING



Seorang pedagang kue dan gulali berkeliling sore ini memasuki gang-gang pemukiman, saat anak-anak masih terlelap dalam tidur siang mereka.

Di luar sana terdengar irama musik khas yang dibawa bersama motor tuanya.

Ia berhenti dan membiarkan musik itu memanggil hasrat anak-anak untuk berduyun mendatanginya.

Dan benar saja, si Gandhi kecil yang sedang tertidur siang tadi, serta merta melonjak bangun dari tidurnya dan berlarian keluar, merajuk pada ibunya agar dibelikan kue dan gulali kesukaannya.

Meski lama mencoba berdalih bahwa si Ibu tidak punya uang untuk membelikan gulali dan kue itu, si kecil tetap merayu dan memaksa ibunya mendekati si penjual. 

Ditakut-takuti dengan risiko sakit gigi atau sakit lain akibat kue manis, tiada guna mencegah si kecil.

Apa yang membuat si kecil tak kuasa menolak panggilan musik dan manisnya kue dan gulali?

Tentu saja karena semua itu kesukaannya dan si penjual mengerti betul bagaimana menarik hasrat Jiwa si kecil.

Namun kondisi terbalik terjadi setiap pagi. Saat bel mobil jemputan sekolah berdentang, Jiwa anak-anak malah lebih sering merasa akan dipanggil memasuki ruang neraka.

Betapa pun si ibu mengiming-imingi manfaat belajar dan sekolah pada anaknya, si kecil  malah merajuk untuk diijinkan bolos dan tinggal di rumah.

Bahkan dengan dana sekolah yang mencukupi untuk membeli segala peralatan sekolah, tak cukup untuk membuat Jiwa si kecil mencintai sekolah dan belajar di dalamnya.

Apa sesungguhnya yang sedang terjadi? Adakah bel sekolah tidak mampu mewakili indahnya belajar di dalam kelas? Karena bel sekolah lebih mirip bel di asrama tentara?

Atau indahnya pengetahuan alam mesta tertutupi oleh sangarnya wajah-wajah pengajar yang sepi oleh pancaran cinta kasih?

Pengetahuan itu manis, tapi menjadi pahit oleh ketiadaan senyum yang menyapa murid-murid saat tiba di ruang sekolah.

Si penjual kue dan gulali, yang tak pernah mengenyam sekolah itu, ternyata lebih mengerti bagaimana memanggil Jiwa anak-anak untuk mendekat pada apa yang ditawarkannya.

Kisah sang penjaja gulali ini sesungguhnya sedang mengetuk rasa penasaran kita semua untuk bisa membangun ruang dan waktu belajar yang menyenangkan bagi Jiwa anak-anak kita di sekolah.

Mari kita renungkan bersama.


by Dr Mustika 

No comments:

Post a Comment